KEYAKINAN DAN AJARAN PAULUS TENTANG PAROUSIA
Surat 1 Tesalonika
Alfons Jehadut
Surat 1 Tesalonika
Alfons Jehadut
Sebagai tulisan kristiani yang paling tua, surat ini seringkali diabaikan karena tidak membicarakan tema utama dalam surat-surat Paulus, yakni iman terlepas dari pekerjaan-pekerjaan hukum. Namun, surat ini membicarakan masalah penting yang dihadapi oleh jemaat Tesalonika dan jemaat kristiani sepanjang sejarah, yakni parousia, kedatangan kembali Tuhan Yesus Kristus. Melalui surat ini kita menemukan suatu pernyataan yang paling jelas seputar keyakinan Paulus tentang parousia. 1
Tema parousia pertama-tama ditampilkan ketika Paulus mengingatkan jemaat Tesalonika tentang pertobatan mereka. “Bagaimana kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan benar, dan untuk menantikan kedatangan Anak-Nya dari surga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang” (1Tes 1:9-10).
Tema parousia diangkat kembali ketika mengingatkan jemaat Tesalonika sebagai harapan, suka cita dan mahkota kemegahannya di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangan-Nya (1Tes. 2:19); ketika berdoa bagi jemaatnya supaya hati mereka tidak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudus-Nya (1Tes 3:13); dan ketika berbicara tentang alasan utama Paulus menulis surat (1Tes 4:13-5:11), yakni menjawab kegelisahan jemaat Tesalonika tentang nasib orang yang telah meninggal (1Tes. 4:15).
Karya misi Paulus di Tesalonika
Sebelum kita membicarakan alasan utama mengapa Paulus menulis surat kepada jemaat di Tesalonika, kita perlu mengetahui awal misi di Tesalonika sebagai konteks hitoris suratnya. Kisah misi di Tesalonika itu diceritakan secara singkat oleh Lukas dalam Kis. 17:1-9. Surat sendiri mencatat dalam 1Tes. 2:1-2 bahwa wilayah misi pewartaan injil Paulus setelah Filipi adalah Tesalonika.
Kisah Lukas tentang kunjungan pertama Paulus dan rekan misionarisnya ke Tesalonika (Kis. 17:1-9) terdiri dua bagian. Pertama, awal misi dan keberhasilannya (ay. 1-4). Kedua, kekacauan dan penganiayaan terhadap Paulus dan rekan-rekannya serta jemaat kristiani Tesalonika (ay. 5-9).
1 James D. G. Dunn, Theology of Paul the Apostle (Grand Rapids: Eerdmans, 1998), 298-305.
Awal misi dan keberhasilannya (ay. 1-4)
Paulus bersama Silas dan Timotius mula-mula mewartakan injil di sinagoga lokal Tesalonika selama tiga hari Sabat berturut-turut. Keterangan waktu, “tiga hari Sabat berturut-turut” itu tidak berarti bahwa Paulus tinggal di sana hanya selama tiga hari Sabat. Keterangan waktu itu sangatlah mungkin hanya mau menunjukkan bahwa ia pertama-tama mewartakan injil kepada orang Yahudi dan simpatisan Yahudi selama tiga hari sabat pertama dan kemudian beralih kepada orang bukan Yahudi. Asumsi ini diperkuat oleh catatan bahwa ia menghidupi dirinya dengan bekerja sebagai tukang tenda (1Tes. 2:9; 2Tes. 3:7-10) dan dengan bantuan keuangan dari jemaat Filipi yang dikirim sebanyak dua kali (Flp. 4:15-16). Semua catatan ini memberi kesan bahwa ia tinggal lebih lama di Tesalonika, bukan hanya beberapa minggu saja (bdk. 1Tes. 4:1; 2Tes. 2:5).
Di sinagoga Tesalonika, Paulus berbicara dengan para pendengar dengan memakai kitab suci orang Yahudi. Ia membicarakan bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati. Pembicaraan ini mengungkapkan adanya pertanyaan dan keraguan para pendengarnya tentang Mesias yang harus menderita dan mati di kayu salib. Itulah sebabnya ia meyakinkan mereka dengan memakai kitab suci mereka sendiri tentang ajaran bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati (bdk. Kis. 3:18; 13:30, 34; Luk. 24:13-27; 1Kor. 15:1-4).
Namun, Lukas sayangnya tidak memberitahukan kepada kita perikop mana dari kitab suci Yahudi yang dikutip oleh Paulus. Paulus sangat mungkin mengutip Yes. 53 dan Mzm. 22 yang berbicara tentang Mesias yang menderita. Sementara tentang Mesias yang bangkit dari antara orang mati, Paulus mungkin mengutip Mzm. 16:9-10: “sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” Dengan mengutip kitab suci orang Yahudi sendiri, Paulus meyakinkan mereka bahwa Yesus adalah Mesias yang telah lama mereka nanti-nantikan.
Pembicaraan Paulus tentang Yesus sebagai seorang Mesias yang harus menderita dan dibangkitkan dari antara orang mati hanya mendapat sedikit sambutan dari orang Yahudi. Hanya beberapa dari antara mereka yang menjadi percaya. Hal ini berbeda dengan banyaknya simpatisan Yahudi yang menjadi percaya. Dari antara simpatisan Yahudi itu disebutkan secara khusus perempuan-perempuan terkemuka. Perempuan terkemuka itu menunjuk kepada perempuan lokal yang berasal dari golongan kelas atas atau istri dari orang-orang terkemuka di kota Tesalonika. 2Ini berarti jemaat Tesalonika sebagian besar berasal dari orang bukan Yahudi (1Tes. 1:9)
2 Marshall, The Acts of the Apostles, 277
Kekacauan dan penganiayaan (ay. 5-9)
Sebagian besar orang Yahudi yang tidak percaya menjadi iri hati karena popularitas dan efektivitas pewartaan Paulus bersama rekan-rekannya di antara para simpatisan Yahudi. Mereka lalu menghasut massa untuk menciptakan kekacauan, seperti yang telah mereka lakukan di Antiokhia Pisidia (Kis. 13:45, 50), di Ikonium (Kis.14:2), dan di Listra (Kis. 14: 19). Para penjahat Yunani lokal yang berkeliaran di pasar dihasut untuk membuat kekacauan di kota Tesalonika.
Bersama preman pasar, orang Yahudi yang iri hati itu kemudian menyerbu rumah Yason. Diandaikan bahwa Yason adalah seorang kristiani, mungkin salah seorang dari sedikit orang Yahudi yang berhasil diyakinkan oleh pewartaan Paulus. Ia mungkin juga salah seorang anggota serikat pekerja pembuat tenda (bdk. 1Tes. 2:9) yang telah percaya kepada Kristus dan kemudian memberikan tumpangan bagi Paulus dan rekan-rekannya (bdk. Kis. 16:15, 40). 3Rumah Yason itu diserbu dengan maksud untuk membawa Paulus dan rekan-rekannya ke hadapan sidang rakyat.
Namun, pada saat itu Paulus dan rekan-rekannya tidak sedang ada di rumah. Itulah sebabnya orang Yahudi yang iri hati dan preman pasar itu menyeret Yason dan beberapa orang kristiani yang mungkin sedang berkumpul di rumah Yason untuk beribadat. Mereka diseret ke hadapan para pembesar kota dengan dua tuduhan. Pertama, “orang-orang yang mengacaukan seluruh dunia telah datang juga kemari dan Yason menerima mereka menumpang di rumahnya” (Kis. 17:6-7a). 4Tuduhan mengacaukan seluruh dunia ini jelas tidak diarahkan kepada Yason dan orang kristiani Tesalonika, tetapi kepada Paulus bersama Silas dan Timotius. Orang Yahudi Tesalonika ini mungkin telah mendengar persoalan yang muncul di Filipi. Yason sebenarnya hanya dituduh sebagai seorang yang menyediakan tumpangan.
Kedua, “mereka semua bertindak melawan ketetapan-ketetapan Kaisar dengan mengatakan bahwa ada seorang raja lain, yaitu Yesus” yang akan memerintah dan menjadi raja (Kis. 17:7b; bdk. 1Tes. 3:13; 5:1-11; 2Tes. 1:5-10; 2:4). Tuduhan ini mirip dengan tuduhan terhadap Yesus sebagai seorang yang ingin menggulingkan kekuasaan kaisar (Luk. 23:2; Yoh. 18:33-37). Melalui tuduhan ini terungkap inti pewartaan Paulus tentang Yesus sebagai Tuhan dan Raja. Akibat tuduhan ini para pembesar kota yang berada di bawah kendali kaisar Roma menjadi gelisah dan situasinya menjadi semakin sulit. Itulah sebabnya, Yason dan orang kristiani Tesalonika lainnya meminta Paulus dan rekan-rekannya segera meninggalkan kota Tesalonika (bdk. Kis. 9:25, 30; 14:6).
Dari Tesalonika, Paulus dan rekan-rekannya pergi ke Berea, kota lain di Makedonia. Karya misi pewartaan injil Paulus di Berea dilukiskan dalam Kis. 17:10-14. Seperti biasanya, Paulus pertama-tama pergi ke rumah ibadat orang Yahudi, sinagoga. Lukas menceritakan bahwa orang-orang Yahudi Berea lebih siap mendengarkan pewartaan Paulus dan rekan-rekan misionarisnya tentang Yesus Kristus sebagai Mesias daripada orang-orang Yahudi di Tesalonika. Mereka menerimanya dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui apakah hal-hal yang dikatakan Paulus dan Silas itu benar atau tidak.
Namun, orang-orang Yahudi Tesalonika yang telah menentang pewartaan Paulus dan rekan-rekan misionarisnya datang juga ke Berea untuk menghasut dan mengelisahkan hati orang banyak di kota Berea dan berharap bahwa Paulus dan rekan-rekan misionarisnya dituduh sebagai penyebab kekacauan dan para pembesar kota mengambil suatu tindakan keras. Niat jahat utusan-utusan Yahudi Tesalonika terbaca oleh orang-orang kristiani di Berea yang baru saja bertobat. Dengan cepat mereka meminta Paulus segera berangkat menuju ke Atena sementara Silas dan Timotius tetap tinggal di Berea. Paulus ditemani oleh beberapa anggota gereja Berea berlayar dengan perahu ke Atena (Kis. 17:14-15). Beberapa anggota gereja Berea kemudian pulang lagi dengan membawa pesan kepada Silas dan Timotius untuk sesegera mungkin bergabung bersama Paulus. Silas dan Timotius akhirnya bertemu lagi dengan Paulus di Atena. Paulus kemudian mengutus mereka kembali ke Makedonia dengan suatu tugas baru. Timotius diutusnya ke Tesalonika (1Tes. 3:15) dan Silas ke Filipi (2Kor 11:9; Flp. 4:4). Kedua utusan ini kemudian bergabung lagi dengan Paulus yang sedang menjalankan misi kerasulan di Korintus dengan membawa sejumlah informasi tentang gereja Filipi dan Tesalonika yang telah ditinggalkan Paulus.
Informasi dari Timotius mendorong Paulus menulis surat Tesalonika untuk dibacakan di hadapan “semua saudara” yakni semua kaum beriman di kota itu (1Tes. 5:27). Ungkapan, “semua saudara” mengindikasi ada dua komunitas kristiani di Tesalonika, yakni komunitas kecil kristiani Yahudi dan komunitas besar kristiani bukan Yahudi. Namun, tidak ada indikasi bahwa komunitas besar kristiani bukan Yahudi terpisah dari komunitas kecil Yahudi. Penafsiran yang lebih masuk akal untuk ungkapan “semua saudara” adalah bahwa kota Tesalonika memiliki beberapa gereja-rumah yang mungkin sudah terbentuk pada waktu Paulus pertama kali mewartakan injil di kota tersebut. Maka, surat yang ditulisnya setelah meninggalkan Tesalonika harus dibaca oleh beberapa gereja-rumah di sana.
3 Yason ini tidak sama dengan Yason yang disebutkan bersama Lukius dan Sosipater sebagai teman-teman sebangsa Paulus (Rm. 16:21) sebab nama Yason sangat umum digunakan.
4 Menurut Krodel tuduhan ini sebenarnya merefleksikan perasaan orang Yunani yang menyembah berhala pada zaman Lukas ketika melihat gereja berkembang dengan cepat di seluruh kekaisaran Romawi. Hampir pasti bahwa tuduhan ini tidak muncul ketika hanya ada dua gereja di wilayah Makedonia. Maka, Lukas tam-paknya memproyeksikan masalah yang muncul pada zamannya dengan masalah yang muncul ketika Paulus melakukan karya misi di daerah-daerah bukan Yahudi supaya kisahnya menjadi relavan bagi pembacanya. Krodel, Acts, 319.
Masalah Gereja Tesalonika
Timotius melaporkan situasi dan kondisi jemaat Tesalonika setelah Paulus bermisi ke tempat lain. Jemaat itu juga menyampaikan beberapa pertanyaan kepada Paulus. Beberapa pertanyaan itu tidak dikutip secara utuh lagi dalam tanggapan Paulus. Namun, rekam jejak pertanyaan itu terlihat dalam kata ‘tentang’ (4:9, 13; 5:1; bdk. 1Kor. 7:1;8:1; 12:1; 16:1). Kata ini mengindikasikan bahwa ada beberapa pertanyaan dari jemaat yang disampaikan kepadanya. Jadi, surat 1 Tesalonika dapat dikatakan sebagai reaksi Paulus atas laporan Timotius dan jawabannya atas pertanyaan jemaat.
Dari Timoteus Paulus mendengar bahwa beberapa orang kristiani Tesalonika tampaknya percaya bahwa Yesus Kristus akan segera datang. Akibatnya, mereka berhenti bekerja dan hidup tidak tertib (1Tes. 4:11; 5:14). Ada juga beberapa jemaat yang kuatir dengan apa yang akan terjadi pada orang yang meninggal sebelum hari Tuhan datang (1Tes. 4:13, 18). Di samping itu Timotius juga menginformasikan tentang beberapa orang dari luar anggota jemaat terus memusuhi Paulus meski telah meninggalkan kota Tesalonika (2:1-12). Tidak hanya memusuhi Paulus, orang Yunani dan Yahudi juga menganiaya jemaat (1Tes. 2:17-3:10). Namun, jemaat tetap berpegang teguh pada kebenaran dan ingin bertemu dengan Paulus lagi (1Tes. 3:6-8). Ada juga jemaat yang salah menggunakan karunia rohani dan mengikuti kebiasan lama tertutama dalam kehidupan seksual yang tidak sehat (4:1-8; 5:19-21).
Setelah mendengar informasi dari Timotius, Paulus menulis surat dari Korintus (1Tes. 1:7-9; 2:17; 3:1, 6; Kis. 18:5) sekitar tahun 51 M. Sekurang-kurangnya ada tiga tujuan yang ada dalam pikirannya ketika menulis surat. Pertama, ia ingin mendorong dan membesarkan hati jemaat kristiani Tesalonika (1Tes. 1:2-10). Kedua, ia ingin mengoreksi informasi tentang diri dan ajarannya yang keliru dalam diri jemaat (2Tes. 2:1-3:13). Ketiga, ia menulis untuk memberi instruksi tambahan yang berguna bagi pertumbuhan rohani jemaat (1 Tes .4:1-5:24)
Nasib Orang yang Meninggal Sebelum Parousia (1Tes. 4:13-18) 5
Beberapa anggota jemaat Tesalonika tampaknya mengalami kebingungan besar karena ada jemaat yang meninggal sebelum kedatangan Tuhan atau parousia. Bagaimana nasib mereka? Apakah mereka kehilangan kesempatan untuk menikmati kedatangan Tuhan kelak? Apakah mereka tidak ikut hadir pada waktu kedatangan Hari Tuhan yang sudah mendekat? Kapan persis waktu kepenuhan kedatangan Tuhan? Kedua pertanyaan ini menjadi fokus dalam bacaan kedua pada hari minggu selama mingguminggu terakhir masa biasa.
Persoalan tentang nasib orang yang meninggal sebelum kedatangan Tuhan dijawab oleh Paulus dalam perikop 1Tes 4:13-18. Jawabannya dalam perikop ini dapat diikuti dengan alur pemikiran berikut: ia pertama-tama membuat sebuah pernyataan yang tegas bahwa semua orang yang telah meninggal akan dikumpulkan oleh Yesus pada waktu parousia (ay. 13-14). Pernyataan itu diperkuat dengan mengutip firman Tuhan sendiri (ay. 15-17). Kutipan itu kemudian diakhiri dengan memberikan sebuah nasihat (ay. 18).
Semua orang akan dikumpulkan bersama-sama (ay. 13-14)
Jemaat Tesalonika berduka cita. Alasannya bukan karena Paulus diusir dari tengah mereka, melainkan karena mereka memiliki anggapan keliru bahwa nasib antara orang yang telah meninggal dan orang yang masih hidup pada waktu kedatangan Kristus yang kedua itu tidak sama. Orang yang masih hidup lebih beruntung daripada orang yang sudah meninggal.
5 Perikop ini dibacakan sebagai bacaan kedua pada hari minggu biasa ke-32 tahun A.
Paulus tidak menyangkal bahwa kematian seorang beriman membawa duka cita bagi orang yang mencintainya (bdk. Yoh. 11:35). Akan tetapi, ia menegaskan bahwa orang kristiani tidak perlu larut dalam duka cita seperti orang yang tidak memiliki harapan. Sebagai orang kristiani, mereka memiliki harapan yang terletak dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Jika mereka percaya bahwa Yesus telah mati tetapi kemudian dibangkitkan oleh Allah, orang yang telah meninggal dalam Kristus akan dibangkitkan seperti Kristus sendiri telah dibangkitkan oleh Allah sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (1Kor. 15:20-22:35-53).
Otoritas ajaran Paulus (ay. 15-17)
Paulus selanjutnya menekankan kebenaran ajarannya tentang nasib orang yang telah meninggal dengan mengutip firman Tuhan: “kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekalikali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal.” Firman Tuhan yang dimaksudkan di sini mungkin menunjuk pada pewahyuan dari Yesus yang bangkit untuk menjawab kecemasan jemaatnya karena keempat injil tidak memuat kata-kata yang mirip dengan pernyataan Paulus ini. Ungkapan firman Tuhan ini memberi jaminan bahwa ajarannya sungguh-sungguh benar sebab apa yang diajarkannya tidak lahir dari gagasan sendiri.
Mengapa orang-orang yang masih hidup tidak lebih beruntung daripada orang yang sudah meninggal pada waktu parousia? Alasannya, pada waktu hari Tuhan datang Allah akan membangkitkan lebih dahulu mereka yang telah mati dalam Kristus dan mereka yang masih hidup juga akan diangkat bersama-sama dalam awan untuk bersatu selama-lamanya dengan Kristus. “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu malaikat agung berseru dan sangkala Allah berbunyi, Tuhan sendiri akan turun dari surga, dan mereka yang mati dalam Kristus akan bangkit dahulu; sesudah itu kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyonsong Tuhan di angkasa” (ay 16-17). Mereka akan diangkat bersama-sama dalam awan yang melambangkan kehadiran Allah yang terselubung dan menyosong Tuhan di angkasa.
Ketika berbicara tentang semua orang kristiani akan diangkat bersama-sama dalam awan pada waktu parousia, Paulus memakai bahasa kiasan dari Dan. 7:13. Dikatakan bahwa seorang seperti anak manusia tampak datang dengan awan-awan dari langit. Dengan bahasa kiasan yang dianggap sebagai satu-satunya cara untuk melukiskan momen ketika Yesus akan datang kembali dan segala sesuatu akan diubah, Paulus berupaya untuk menghilangkan kecemasan jemaatnya. Mereka yang telah meninggal sebelum parousia tidak akan dilewati pada waktu parousia. Tidak hanya mereka yang telah meninggal, tetapi juga mereka yang masih hidup akan digabungkan bersama dengan Kristus yang dibangkitkan.
Menghibur dan meneguhkan iman satu sama lain (ay. 18)
Setelah memberi jaminan, kini Paulus menasihati jemaatnya untuk saling menghibur dan meneguh iman. “Karena itu, hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini” (ay. 18). Dengan nasihat itu ia tidak mengabaikan adanya perasaan duka cita yang mendalam tatkala ada orang yang meninggal. Ia mengakui adanya perasaan sedih karena kematian orang yang dekat dengan kita. Namun, ia membedakan kesedihan orang kristinai dari orang yang tidak memiliki harapan. Orang kristiani mempunyai harapan bahwa semua anggota jemaat beriman, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, akan disatukan bersama Kristus yang telah dibangkitkan. Maka, kita tidak boleh larut di dalam kesedihan dan keputusasaan.
Bagi orang yang beriman kematian bukanlah akhir dari segala-galanya. Di balik kematian, ikatan kita dengan Kristus akan bertambah erat. Persekutuan yang penuh dengan Kristus itu memang melewati kematian seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam suratnya kepada Timotius. “Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya” (2 Tim 2:11-12)
Dari uraian di atas kita dapat mengatakan bahwa kematian merupakan kenyataan yang pasti dari hidup kita. Kita semua pasti menghadapinya. Namun, kematian tetap saja membawa kegoncangan yang cukup mendalam dan bahkan bisa mengubah kehidupan seseorang. Kematian orang yang kita cintai, orang tua, sanak keluarga, dan sahabat kita, tetap saja sulit diterima.
Namun, benarkah kematian itu begitu tragis dan menakutkan sehingga kita tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menerimanya dengan hati hancur dan semangat patah? Tidak benar sebab kematian bukan akhir dari segala-galanya. Relasi kita dengan sesama dan Tuhan melampui relasi sosial yang pada hakekatnya terbatas oleh ruang dan waktu. Kita semua yang beriman Kristus baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal akan disatukan dengan-Nya pada waktu parousia.
Kesatuan akan disatukan kembali pada waktu parousia itu tentu saja tidak mengabaikan adanya perasaan duka cita dari orang yang ditinggalkan. Namun, kita tidak boleh larut dan pupus asa seperti orang yang tidak berpengharapan. Maka, marilah kita menghidupkan kembali nasihat Paulus di tengah lingkungan hidup kita. Kita perlu menghibur satu sama lain dengan memberikan pengharapan. Camkan baik-baik: di mana ada harapan di sana ada kehidupan dan di mana tidak ada harapan di sana ada kematian!
Masa dan waktu kepenuhan Parousia (1Tes. 5:1-8) 6
Paulus sebelumnya telah mengajarkan jemaat Tesalonika tentang Hari Tuhan (ay. 2). Beberapa jemaat tampaknya bertanya kepada Paulus tentang “kapan masa dan waktu parousia itu terjadi?”Jawaban Paulus tentang masa dan waktu kepenuhan parousia dalam perikop ini dapat diikuti dengan mengikuti struktur berikut ini. Pertama, memberikan sebuah peringatan tentang masa dan waktunya yang bersifat tersembunyi dan tiba-tiba (ay. 1-3). Kedua, memberi jaminan kepada jemaat bahwa mereka tidak akan terancam oleh krisis yang terjadi pada waktu parousia (ay. 4-5). Ketiga, memberikan sebuah kesimpulan berupa implikasi praktis dari status sebagai anak-anak terang dan anak-anak siang (ay 6-8).
6 Perikop ini dibacakan sebagai bacaan kedua pada hari minggu biasa ke-33 tahun A.
Tersembunyi dan tiba-tiba (ay. 1-3)
Paulus tidak menentukan kapan persisnya Hari Tuhan, kedatangan Kristus yang kedua. Menurutnya - juga diketahui oleh jemaat Tesalonika - Hari Tuhan itu datang secara tiba-tiba dan tidak dapat dikontrol oleh siapa pun. Waktunya seperti kedatangan seorang pencuri pada waktu malam (ay. 2). Di sini, Paulus menggemakan apa yang telah dikatakan oleh Yesus sendiri (bdk. Mat. 24:42; Luk. 12:37). Gambaran kedatangan parousia semacam ini mengimplikasikan perintah untuk berjaga-jaga.
Kedatangan Hari Tuhan itu juga digambarkan seperti seorang perempuan hamil yang sakit karena mau sakit bersalin. Seperti seorang perempuan hamil akan semakin menderita sakit menjelang kelahiran anaknya, demikianlah saat-saat menjelang kedatangan Hari Tuhan (bdk. Mrk. 13:8; 24-31). Menjelang kedatangan Hari Tuhan, manusia akan mengalami kesusahan dan penderitaan yang semakin intens. Ajaran ini tidak boleh diabaikan karena Yesus dan Paulus telah mengajarkannya kepada mereka (bdk. 4:13-17). Orang-orang yang menganggap kedatangannya aman-aman saja atau tidak akan terjadi apa-apa, mereka tidak akan luput dari kebinasaan.
Tidak akan terancam oleh krisis pada waktu Hari Tuhan (ay. 4-5)
Kedatangan Hari Tuhan tidak akan menggoncangkan jemaat Tesalonika karena mereka bukanlah anak-anak gelap, tetapi anak-anak terang. Gambaran tentang gelap dan terang ini mungkin dipinjam dari Perjanjian Lama yang menghubungkan gelap dengan tingkah laku atau sikap yang tidak menyenangkan Allah (Ayb. 22:9-11; Mzm. 74:20; 82:5) dan terang dengan sikap yang menyenangkan Allah (Ayb 29:3; Yes 2:5; Mikha 7:8). Dengan demikian, kontras antara terang dan gelap merupakan metafor untuk sikap dan tindakan yang baik dan buruk.
Kontras antara gelap dan terang tidak hanya muncul dalam Perjanjian Lama, tetapi juga sering muncul Perjanjian Baru. Dalam surat-surat Paulus, kontras ini muncul dalam Rom. 2:19; 13:11-13; 1Kor. 4:5; 2Kor. 4:6; 6:14; Ef. 5:8-11; 4:18; 6:12; Kol. 1:13. Di sini kontras itu ditampilkan dengan maksudkan untuk memberi dorongan kepada jemaat Tesalonika agar mereka sadar terhadap status mereka sebagai anak-anak terang dan anak-anak siang (ay. 5). Allah telah melepaskan mereka dari kerajaan kegelapan setan dan menempatkan mereka ke dalam kerajaan terang Allah (bdk. Kol. 1:13). Paulus mendesak mereka untuk tetap berjaga-jaga dan sadar terhadap segala sesuatu yang telah Allah wahyukan kepada mereka.
Berjaga-jaga dan sadar (ay. 6-8)
Akhirnya, Paulus menutup jawabannya dengan menampilkan sebuah nasihat praktis sebagai implikasi dari status baru mereka sebagai anak-anak terang dan anak-anak siang. Nasihat itu dimulai dengan rumusan sebab itu. Rumusan ini biasanya dipakai ketika Paulus membuat sebuah kesimpulan (bdk. Rom. 5:18). Karena jemaat Tesalonika adalah anak-anak terang dan anak-anak siang, maka mereka tidak boleh tidur seperti orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar. Orang yang tidur, anak-anak gelap, menganggap segala sesuatu akan baik-baik saja dan bahkan tidak akan terjadi apa-apa. Anggapan ini berbeda dengan Paulus yang melihat bahwa segala sesuatu itu tidak baik-baik saja karena segala sesuatu akan diubah pada waktu parousia yang akan terjadi secara tiba-tiba dan tersembunyi.
Peringatan untuk berjaga-jaga pasti menggemakan kata-kata Yesus sendiri. Yesus meminta para murid-Nya untuk berjaga-jaga bersama-Nya di Getsemani (Mrk. 14:34, 38). Ia juga mengingatkan peristiwa yang akan datang seperti pencuri yang datang secara tiba-tiba (Mat. 24:43; Luk. 12:39; 21:34-35). Dengan demikian, Paulus menyampaikan pesan yang sama dengan yang disampaikan oleh Yesus kepada para pendengarnya dalam suatu situasi yang berbeda.
Setelah mendapat jawaban dan mendengar nasihat Paulus dalam ulasan teks di atas, kita harus berani katakan bahwa ramalan apa pun dan dari siapa pun mengenai akhir zaman tidaklah pantas untuk didengar dan diyakini lagi. Catatan sejarah juga telah membuktikan bahwa ramalan apa pun dan dari siapa pun mengenai akhir zaman tidak pernah terbukti. Kepenuhan parousia itu tidak berada dalam kontrol siapa pun. Hanya Allahlah yang mengetahui kapan masa dan waktu kepenuhan parousia. Maka, lebih baik kita bertanya, “bagaimana sebaiknya mengisi waktu sebagai seorang kristiani?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar