Kamis, Juni 28, 2012

Apa kata kitab suci tentang Altar
Alfons Jehadut


Altar memiliki peran yang sangat mendasar dalam ibadat orang Israel. Perannya sangat mendasar sehingga tidaklah mengherankan kata altar sering disebutkan dalam Alkitab Ibrani (sekitar 460 kali). Kata yang digunakan dalam Alkitab Ibrani adalah mizbÄ“akh (muncul sekitar 400X) yang kemudian diterjemahkan dengan thusiasterion dalam Septuaginta (LXX). Kata Ibrani ini dipahami sebagai sebuah tempat persembahan hewan kurban kepada Allah. Pemahaman ini berasal dari akar katanya, yakni zbkh yang artinya “menyembelih”, “mengorbankan.” Arti dari akar kata ini mengindikasikan fungsi altar sebagai sebuah tempat di mana hewan korban disembelih.

Penampakan Allah dan pendirian altar
Dalam periode sejarah Israel paling awal, altar sering dibangun untuk menandai tempat di mana Allah menampakkan diri kepada salah seorang dari nenek moyang bangsa Israel (Kej. 12:7; 26:24-25). Tempat di mana Allah menampakkan diri sering dibangunkan sebuah altar atau kemah. Abraham membangun altar dekat Sikhem dan Betel tempat di mana Allah menampakkan diri kepadanya dan memanggil nama-Nya di sana (Kej. 12:6-8; 13:4). Ia juga membangun altar atau kemah di Hebron dekat pohon tarbantin di Mamre (Kej. 13:18). Tidak hanya Abraham, Ishak dan Yakub juga membangun altar atau kemah. Ishak mendirikan kemah di Bersyeba (Kej. 26:23-25) dan Yakub di Sikhem. Yakub menamai altar itu “Allah Israel ialah Allah” (Kej. 33:18-20) untuk menandai perjumpaannya dengan yang ilahi. Yakub juga membangun altar di Betel yang disebut “El-Betel”, Allah Betel (Kej. 35:7) karena Allah telah menyatakan diri kepadanya di situ ketika lari dari Esau kakaknya (Kej. 35:1).

Sama seperti kepada nenek moyang Israel yakni Abraham, Ishak, dan Yakub, Allah juga berbicara kepada Musa. Sebagai tanggapannya terhadap kehadiran Allah, Musa membangunkan sebuah altar yang dinamainya, “TUHANlah panji-panjiku!” (Kel. 17:14-16). Altar ini akan mengingatkan bahwa TUHAN berperang melawan suku Amalek yang dianggap sebagai musuh Israel. Allah sendiri melawan orang Amalek karena mereka melawan umat-Nya dan kehendak-Nya yang dinyatakan melalui diri mereka. Allah memberikan kemenangan bagi orang Israel ketika melawan musuh-musuh mereka yang menantang kekuasaan dan kedaulatan-Nya dengan menyerang umat-Nya. Jadi, altar atau mezbah dibangun untuk mengingatkan kemenangan Allah dan pewahyuan diri-Nya.

Musa juga mendirikan altar atau mezbah di kaki gunung Sinai (Kel. 24:4,6) ketika Allah menampakkan diri kepadanya. Musa, Harun, dua anak tertua Harun (Nadab dan Abihu), dan tujuh puluh orang dari para tua-tua Israel diperintahkan untuk naik menghadap Tuhan di atas gunung Sinai untuk sujud dan menyembah-Nya. Namun, Allah hanya mengizinkan Musa untuk mendekati-Nya secara lebih dekat sebab Allah akan memberikan kepadanya loh-loh batu yang di atasnya akan ditulisnya. Musa lalu mendirikan altar atau mezbah dengan dua belas tugu sesuai jumlah suku Israel untuk menandai tempat di mana Allah telah menyatakan diri kepada umat-Nya. Altar dan dua belas tugu itu secara konkret mewakili kehadiran Allah dan dua belas suku Israel.

Setelah membangun altar dan dengan dua belas tugu, orang Israel mempersembahkan kurban bakaran dan menyembelih lembu-lembu jantan. Musa mengambil sebagian dari darah hewan kurban itu lalu ditaruhnya ke dalam pasu, sebagian lagi disiramkan pada mezbah dan dipercikkan kepada orang Israel. Ritus percikan darah hewan kurban secara simbolis menegaskan bahwa orang Israel telah ditebus dan dikuduskan atau disucikan untuk suatu tujuan yang khusus. Umat Israel ditebus dari dosa dan ditahbiskan menjadi pelayan Allah (bdk. Kel. 19:5-6). Dengan demikian, ritus percikan darah kurban ini memiliki dampak ganda, yakni penebusan dan pemilihan umat Israel untuk menjalankan suatu tugas khusus.

Bahan untuk konstruksi altar
Perjanjian Lama menyebutkan tentang adanya berbagai bahan yang digunakan untuk membangun altar. Berbagai bahan yang digunakan itu sebenarnya memperlihatkan adanya perkembangan dan perubahan konstruksi altar atau kemah dari waktu ke waktu. Kel. 20:24-25, misalnya, melukiskan bahwa Musa diperintah oleh Allah untuk membuat altar dari tanah dan mempersembahkan kurban bakaran di atasnya berupa kambing, domba, lembu, atau sapi. Allah datang dan memberkatinya di tempat yang telah ditentukan-Nya menjadi tempat peringatan bagi nama-Nya. Di sini altar atau mezbah dipandang sebagai manifestasi dari kehadiran-Nya.

Di tempat lain, altar atau kemah dilukiskan terbangun dari batu (Kel. 20:25; Yos. 8:31; Ul. 25:5-7). Altar atau kemah batu itu dianggap lebih umum tidak hanya di antara orang Israel, tetapi juga di antara orang Kanaan (bdk. Ul. 12:3). Pendirian altar atau kemah dengan memakai batu itu memiliki syarat khusus, yakni batu yang digunakan tidak boleh dipahat sebab akan mencemarkan kekudusannya (Kel. 20:25). Alasan lain mengapa batu yang digunakan tidak boleh dipahat itu tidaklah jelas. Namun, ada yang berasumsi bahwa larangan itu dimaksudkan untuk membedakannya dari altar yang dibangun oleh suku Kanaan untuk menyembah dewa-dewi yang memakai batu yang telah dipahat. Ide dasar dari asumsi ini adalah altar dan ibadat kepada Allah harus berbeda dari altar dan ibadat kepada dewa-dewa lain. Dengan memakai batu yang tanpa dipahat, Allah mungkin menghendaki agar umat-Nya berfokus pada Allah yang dipuji dan disembah daripada bangunannya.

Selain terbuat dari tanah dan batu, altar itu juga ada yang dibangun dari tembaga. Altar yang terbuat dari tembaga ini dikaitkan dengan tabut perjanjian (Kel. 27:1-8; 38:1-7) yang terbuat dari kayu penaga dan dilapisi dengan tembaga. Altar itu sering disebut sebagai altar kurban bakaran. Kitab Tawarikh percaya bahwa Salomo juga mendirikan altar yang terbuat dari tembaga (2Taw. 4:1). Kecuali altar tembaga, ada juga altar yang terbuat dari kayu penaga yang dilapisi dengan emas. Altar itu dihubungkan dengan tempat pembakaran ukupan (Kel. 30:1-10 dan 37:25). Altar ini mirip dengan altar yang dibangun oleh Salomo yang terbuat dari kayu aras dengan dilapisi emas (1Raj. 6:20, 22).

Aktivitas yang dikaitkan dengan altar
Aktivitas paling umum yang dikaitkan dengan altar atau mezbah dalam Perjanjian Lama adalah penyembelihan dan pembakaran hewan kurban. Kej. 22:9-10 mengindikasikan bahwa kurban persembahan biasanya disembelih di atas altar. Namun, praktek yang umumnya dilakukan adalah penyembelihan kurban dilakukan di samping atau di depan altar. Darah hewan kurban itu sebagian ditaruh ke dalam pasu atau ditaruh pada tanduk-tanduk mezbah dan sisanya disiram pada bagian bawah altar [1] Terence E. Fretheim, Exodus (Louisville: John Knox Press, 1991), 243. (Kel. 24:6; 29:12; 16; Im. 1:11, 15; 3:2, 8, 13; 4:7, 18). Hewan kurban kemudian dibakar di atas altar (Kel. 29:18, 25; Im. 1:12-13; 3:11, 16; 4:10, 19, 26, 31). Di sini altar lebih mirip dengan sebuah tungku perapian daripada sebuah meja dan tidak terletak di dalam bangunan bait Allah. Altar kurban biasanya berada di luar atau di halaman Bait Allah. Fakta ini juga dapat menjelaskan mengapa altar kurban umumnya dibangun dari batu (Kel. 20:25; Ul. 27:5-6; Yos. 8:31), atau tanah (Kel. 20:24), atau kayu yang dilapisi tembaga (Kel. 38:2; 1Raj. 8:64).

Hewan kurban yang dibakar di atas altar itu dipandang sebagai persembahan kepada yang ilahi. Persembahan hewan kurban itu dibenarkan oleh Allah yang menerima kurban persembahan Habel daripada kurban persembahan Kain. Habel mempersembahkan kurban persembahan dari anak sulung kambing dombanya dan TUHAN mengindahkannya serta kurban persembahannya (Kej. 4:4). Melalui kisah Gideon (Hak. 6:11-28), kita juga menyadari bahwa Allah hadir di atas altar untuk menikmati persembahan kurban. Allah hadir baik secara langsung maupun tidak langsung melalui malaikat utusan-Nya. Kehadiran dan partisipasi Allah melalui utusan-Nya di atas altar pada waktu kurban dipersembahkan itu diceritakan juga dalam kisah Manoah (Hak. 13:8-23). Ketika “nyala api itu naik ke langit dari mezbah, maka naiklah Malaikat TUHAN dalam nyala api mezbah itu” (Hak. 13:20).

Kurban persembahan kepada Allah itu biasanya dilakukan oleh para imam dari suku Lewi. Namun, menjadi anggota suku Lewi itu tidak otomatis menjadi imam. Namun, anggota suku Lewi yang tidak bisa menjadi imam dapat membantu di Bait Allah dan memberi dukungan bagi seluruh aktivitas para imam di Bait Allah termasuk menjadi penjaga, pekerja, dan pembantu di Bait Allah. Keturunan suku Lewi yang ingin menjadi imam harus memenuhi kualifikasi tertentu seperti telah berumur dua puluh tahun dan tidak mempunyai kelemahan fisik seperti tidak bisa melihat, menderita penyakit kusta, mengalami kepincangan, dan lain sebagainya. Daftar lengkap tentang kualifikasi itu tercatat dalam Im. 21:18-20. Daftar lengkap kualifikasi ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa Bait Allah tidak tercemar oleh berbagai kenajisan.

Selain altar kurban, orang Israel juga memiliki altar dupa yang dikhususkan untuk pembakaran dupa (Kel. 30:1-10; 37:25-28; 40:26). Altar dupa biasanya dibuat di dalam Bait itu sendiri. Altar itu dibuat dari kayu penaga dan dilapisi emas murni serta diletakkan di depan pintu masuk ruang Maha Kudus (bdk. 1Raj. 6:20-22; 7:48). Di atas altar dupa itu imam Harun “membakar ukupan dari wangi-wangian; tiap-tiap pagi, apabila ia membersihkan lampu-lampu, haruslah ia membakarnya. Juga apabila Harun memasang lampu-lampu itu pada waktu senja, haruslah ia membakarnya” (Kel. 30:7-8). Perintah ini mengindikasikan bahwa pembakaran dupa adalah hak prerogatif para imam. Pembakaran dupa itu dimaksudkan untuk tujuan suci dan bukan untuk tujuan profan (Kel. 30:34-38) sehingga setiap bentuk penyelewengan dikutuk dan dihukum berat.

Apa makna persembahan dupa di altar pedupaan? Untuk bisa memahaminya kita perlu sekilas menengok ritus yang dilakukan pada hari raya pendamaian, Yom Kippur, yang dilukiskan dalam Im. 16. Hari raya ini dirayakan dengan penuh gairah oleh orang Yahudi dengan harapan mendapatkan pengampunan dan penebusan dosa. Dalam perayaan ini imam Harun “mengambil perbaraan berisi penuh bara api dari atas mezbah yang di hadapan TUHAN, serta serangkup penuh ukupan dari wangi-wangian yang digiling sampai halus, lalu membawanya masuk ke belakang tabir. Kemudian ia harus meletakkan ukupan itu di atas api yang di hadapan TUHAN, sehingga asap ukupan itu menutupi tutup pendamaian yang di atas hukum Allah, supaya ia jangan mati” (Im. 16:12–13). Asap dupa melindungi imam Harun dari kematian karena berjumpa langsung dengan yang ilahi yang tinggal di dalam tempat mahakudus di atas tabut perjanjian. Dengan masuk ke tempat maha kudus, imam Harun melanggar batas antara manusia dengan yang ilahi. Jadi, asap melindungi iman dari kemurkaan ilahi atau dari “pancaran sinar” ilahi karena melanggar batas kesucian.

Selain memberikan perlindungan, dupa yang dibakar menghasilkan asap yang berfungsi sebagai sebuah indikasi bahwa Allah sungguh-sungguh hadir di tempat maha kudus. Asap dupa dikaitkan dengan awam di puncak gunung Sinai. Tradisi imamat menekankan bahwa kemuliaan Allah tinggal di tempat maha kudus (bdk. Kel. 24:15-18; 40:34-38). Asap dupa dipandang sebagai simbol kehadiran yang ilahi. Itulah sebabnya, persembahan dupa dilakukan secara rutin pada pagi dan sore hari di Bait Allah (Kel. 30:7-8) untuk menjamin kehadiran-Nya. Maka, bukanlah sebuah kebetulan bahwa imam Zakharia melihat malaikat Allah pada waktu mempersembahkan dupa di bait Allah sebab asap dupa melambangkan kehadiran atau penampakan Allah atau utusan-Nya (Luk. 1:8–13).

Dalam surat-surat Paulus dan kitab Wahyu, dupa dan wewangian digunakan sebagai sebuah kiasan. Dalam 2Kor. 2:14-16, pengenalan akan Allah atau Kristus dilukiskan sebagai bau yang harum dan para rasul sendiri dibandingkan dengan dupa atau wewangian yang dipersembahkan kepada Allah. Kurban Kristus sendiri disebut oleh Paulus sebagai persembahan dan kurban yang harum bagi Allah (Ef. 5:2; bdk. Kej. 8:21). Dalam Why. 5:8 dupa digunakan untuk melukiskan doa kaum beriman.

Makna simbolis Altar dulu dan sekarang
Makna simbolis dari altar dalam gereja pada masa kini masih sama maknanya dengan altar dalam Perjanjian Lama. Altar masih dipandang sebagai tempat perjumpaan dengan yang ilahi dan tempat persekutuan antara Allah dengan umat-Nya. Namun, altar tidak lagi dikaitkan dengan penyembelihan dan pembakaran hewan kurban. Walau begitu, altar dalam gereja saat ini masih dipahami sebagai tempat kurban persembahan sebab perjamuan kudus yang dirayakan di atas altar tidak hanya melambangkan kehadiran Kristus, tetapi juga pemberian diri-Nya kepada Bapa sebagai persembahan dan kurban yang harum bagi Allah (Ef. 5:2).

Sejak Perjamuan Tuhan dirayakan di atas meja di rumah-rumah anggota jemaat (Kis. 2:46), altar itu juga kemudian dipahami sebagai sebuah meja perjamuan Paskah. Jemaat kristiani perdana melukiskan altar sebagai meja perjamuan Tuhan (1Kor. 10:21). Penekanan pada altar sebagai meja perjamuan Tuhan itu lebih tonjolkan ketika perayaan ekaristi dipindahkan dari rumah-rumah anggota jemaat ke dalam bangunan gereja. Meja perjamuan itu melambangkan Kristus dan pada saat yang sama melambangkan imam, altar, dan kurban penebusan Kristus.
Sumber-sumber Bacaan

Chilton, Bruce “Altar” dalam The New Interpreter’s Dictionary of the Bible, Vol. 1. Nashville: Abingdon Press, 2006.

Fretheim, Terence E. Exodus. Louisville: John Knox Press, 1991.

Gorman, Frank H. Divine Presence and Community: a Commentary on the Book of Leviticus. Grand Rapids: Eerdmans, 1997.

Lenchak, Timothy A. “What’s Biblical about…the Altar” dalam The Bible Today (July 2006):249-250.

Notebarart, James, “altar” dalam The New Dictionary of Theology. Collegeville: The Liturgical Press, 1987.


Senin, Juni 25, 2012

YANG HILANG HARUS DICARI
Jarot Hadianto

Dewasa ini di banyak negara hukuman mati sudah tidak boleh diterapkan lagi (sayangnya di negara kita masih berlaku). Selain dipandang tidak manusiawi, tidak menghargai kehidupan, juga menutup kesempatan bagi seseorang untuk memperbaiki dirinya, alasan menghapus hukuman mati terutama adalah kesadaran bahwa hak untuk mengakhiri kehidupan tidak ada di tangan manusia. Yang berhak mengakhiri adalah dia yang memulai. Dalam hal hidup manusia, Tuhan, dari mana hidup manusia berasal, Dialah satu-satunya yang berhak menentukan kapan hidup seseorang dimulai, juga diakhiri. Siapakah manusia sehingga berani-beraninya merebut hak istimewa itu?

Berhadapan dengan kelemahan, dosa, dan kejahatan manusia, Tuhan sendiri tidak suka menghukum, apalagi menghukum mati. Memang, manusia sekian lama memandang Tuhan sebagai pihak yang kejam dan menakutkan. Begitu melihat manusia yang berdosa, langsung saja Dia menjatuhkan hukuman yang tidak kira-kira beratnya. Tapi, gagasan itu keliru, dan Yesus dalam pewartaan-Nya berusaha keras menghapus gagasan yang keliru itu. Kali ini kita akan melihat bahwa menurut Yesus, orang berdosa oleh Tuhan bukannya “dihukum”, melainkan “dicari”.

LUKAS 15:1-10
1 Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, semuanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. 2 Lalu bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya, “Orang ini menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” 3 Lalu Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, 4 “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? 5 Kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, 6 dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab aku telah menemukan dombaku yang hilang itu. 7 Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.”

8 “Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu dirham, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? 9 Kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab aku telah menemukan dirhamku yang hilang itu. 10 Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.”

Struktur Teks
Versi panjang bacaan hari Minggu ini memasukkan juga perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk. 15:11-32). Namun, kita sekarang akan mendalami versi pendeknya saja (15:1-10), yang memuat dua perumpamaan sejajar, yakni tentang domba yang hilang dan dirham yang hilang.

Luk. 15:1-10 dapat kita bagi sebagai berikut:

 Ay. 1-3 = Pengantar tentang orang Farisi yang bersungut-sungut melihat perbuatan Yesus.
 Ay. 4-10 = Perumpamaan tentang domba dan dirham yang hilang.

Ulasan Teks
Yesus dan orang-orang berdosa
Menurut nasihat banyak orang bijak di Israel, sudah sepantasnya jika orang-orang saleh menjauhi orang-orang berdosa (lih. Mzm. 1). Dekat-dekat atau bahkan bergaul dengan mereka bisa berbahaya, sebab yang namanya dosa konon kabarnya mudah sekali tersebar dan “menular”. Karena itulah orang-orang saleh perlu menjaga diri baik-baik, menghindari pengaruh buruk para pendosa, agar hidup mereka berkenan di hadapan Allah.

Dalam praktiknya, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat – yang sering menjadi sasaran kritik Yesus karena mengklaim diri sebagai orang-orang saleh – sungguh-sungguh menjaga jarak, tidak mau dekat dengan siapa saja yang mereka anggap sebagai “orang-orang berdosa”. Para pendosa ini, menurut mereka, bahkan tidak layak mendengarkan pengajaran tentang hukum-hukum Tuhan. Sia-sia dan tidak ada gunanya! Aneh juga bahwa mereka dengan begitu tampak tidak mengenal konsep mempertobatkan orang, sehingga tidak berusaha mendekati orang berdosa dan mengajak mereka kembali ke jalan yang benar.

Konsep itu di sini diperkenalkan oleh Yesus. Melanggar tradisi dan nasihat orang-orang tua, Yesus malah mendekati orang-orang berdosa. Karena itu, tidak heran jika para pemungut cukai dan orang-orang yang dipandang masyarakat sebagai kaum pendosa senantiasa mengerumuni Yesus dan dengan penuh minat mendengarkan ajaran-ajaran-Nya yang menyejukkan hati. Melihat itu, orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tentu saja menjadi kesal hatinya.

Hilang, ditemukan, dan timbullah sukacita
Bermaksud menjelaskan tindakan-Nya dan meredakan kekesalan hati orang-orang yang merasa diri saleh itu, Yesus pun mengisahkan dua perumpamaan (tepatnya tiga, perumpamaan tentang anak yang hilang tidak dibahas di sini). Dua perumpamaan ini sejajar dan kisahnya cukup sederhana. Perumpamaan pertama menampilkan seorang laki-laki yang tampaknya kaya raya karena mempunyai 100 ekor domba. Kalau seekor di antara domba-dombanya itu hilang, tentu saja ia akan melakukan segala daya upaya untuk mencarinya. Ketika akhirnya ia menemukan domba yang hilang itu, ia pasti akan merasa gembira dan mengundang para sahabat dan tetangga untuk bersukacita bersamanya.

Perumpamaan kedua tampaknya tidak jauh berbeda dan dimaksudkan untuk mempertegas pesan yang mau disampaikan Yesus. Perhatikan tokoh dan alur kisah berikut, yang jelas sejajar (atau kontras) dengan perumpamaan sebelumnya: perempuan – miskin (tampak dalam konteks cerita) – memiliki 10 dirham – 1 hilang – mencari dirham yang hilang – dirham ditemukan – sahabat dan tetangga diajak turut bersukacita.

Dua hal yang ditekankan Yesus dalam masing-masing perumpamaan itu adalah usaha untuk mencari yang hilang dan sukacita bersama ketika yang hilang itu akhirnya ditemukan. Poin pertama menggambarkan sikap Allah terhadap orang-orang berdosa. Menurut Yesus, Allah itu sangat mengasihi manusia. Kalau ada manusia yang “hilang” akibat berbuat dosa, Allah bukannya jadi senang (karena lalu bisa menjatuhi hukuman seberat-beratnya). Sebaliknya, Ia prihatin dan akan berusaha mencari orang yang hilang ini. Kalau begitu, jika Yesus melakukan hal serupa dengan mendekati orang-orang berdosa, orang-orang Farisi dan ahli Taurat itu mestinya tidak perlu protes!

Sebaliknya, mereka seharusnya mendukung Yesus dengan gembira karena pendekatan Yesus itu akan membuat orang-orang berdosa menyesali kesalahannya dan akhirnya bersedia untuk bertobat. Kalau Allah – yang dulu ditentang oleh orang-orang berdosa itu – saja menyambut kembalinya mereka dengan tangan terbuka, lalu apa alasan orang Farisi dan ahli Taurat tidak menyukai bertobatnya orang-orang berdosa? Mungkin orang-orang itu mengira kalau pintu surga hanya terbuka bagi mereka saja!

Amanat
Banyak orang merasa terharu membaca perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk. 15:11-32), yang mengisahkan pertobatan si bungsu setelah dengan begitu kurang ajar ia meminta warisan dari bapanya yang masih hidup. Perumpamaan itu begitu mengharukan, mungkin juga sesuai dengan pengalaman kita. Perumpamaan tentang domba/dirham yang hilang yang mendahuluinya mungkin kurang menyentuh kita (berhubung contoh yang dipakai adalah domba dan koin uang), namun sebenarnya juga memiliki pesan yang sangat dalam. Perumpamaan tentang anak yang hilang dan tentang domba/dirham yang hilang sifatnya saling melengkapi. Yang satu menekankan tentang pertobatan si pendosa, dua yang lain menekankan usaha Allah untuk mengembalikan orang yang berdosa.

Bertentangan dengan Allah yang bersikap murah hati, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat tidak senang jika ada orang yang mendekati orang-orang yang mereka cap sebagai “orang berdosa”. Meski begitu, tidak bisa dibantah bahwa sikap menjauhi orang berdosa menjadi sikap banyak di antara kita sekarang ini (misalnya, siapa di antara kita yang mau dekat-dekat dengan pelacur dan senang kalau melihat ada orang yang mendekati mereka?). Maka, dua perumpamaan yang disampaikan Yesus kali ini juga mau menggugat sikap kita yang tertutup itu. Jangan dikira pintu surga itu hanya terbuka untuk kita dan tertutup bagi mereka yang kita pinggirkan. Kita juga adalah orang yang berdosa dan lagi pula, keselamatan kekal itu ditawarkan bagi siapa saja. Jadi, bagaimana jika kita mulai saja mencari jalan-jalan agar semakin banyak orang merasakan keselamatan Allah?

Pertanyaan Pendalaman
1. Mengapa orang-orang Farisi dan para ahli Taurat tidak senang melihat Yesus mendekati orang-orang berdosa?
2. Jelaskan sikap Allah terhadap orang-orang berdosa yang ditunjukkan dalam dua perumpamaan ini!
3. Apa yang mestinya kita rasakan ketika yang hilang akhirnya bisa ditemukan lagi? Mengapa?
4. Kalau melihat orang yang berdosa, Anda lebih suka ia diampuni atau dihukum? Mengapa?

Nasib 99 Ekor Domba
Perumpamaan tentang domba yang hilang kadang mengundang kritik. Menurut kritik itu, dengan mencari 1 ekor domba yang hilang, si pemilik domba berarti melalaikan 99 domba yang lain. Kalau 99 domba itu lalu bubar, berkeliaran ke mana-mana, apa ia tidak semakin rugi?

Kritik tersebut agaknya salah sasaran. Dalam suatu perumpamaan, detail-detail semacam itu kadang tidak perlu diperhatikan. Dalam hal ini, si pencerita berfokus pada domba yang hilang. Memang cuma 1 ekor, namun perlu diingat bahwa si pemilik tadinya memiliki domba sebanyak 100 ekor. 100 berasal dari 10 (kali 10), angka yang melambangkan kesempurnaan. Dengan itu mau dikatakan bahwa si pemilik domba adalah orang yang memiliki kekayaan berlimpah. Jika jumlah 100 itu berkurang 1, itu artinya ada yang kurang, tidak utuh, tidak genap, dan tidak sempurna lagi. Maka dari itu, si pemilik harus mencari yang satu itu, agar kekayaannya utuh kembali.

Lalu bagaimana nasib 99 ekor domba yang lain? Pembaca tidak perlu menggelisahkan mereka. Tenang, mereka baik-baik saja!

Gianto, Agustinus, Langkah-Nya... Langkah-ku: Kumpulan Ulasan Injil, Yogyakarta: Kanisius, 2005, hlm. 165-166.

Selasa, Juni 12, 2012










JEJAK-JEJAK SUCI 2)
---New Book!
Bayu Probo

Cet.1, 2012, 190 x 190 mm, -120 hlm, PT BPK GUNUNG MULIA
Harga Rp 65.000,-
Harga Member Rp. 58.500,- (disc 10%)
Kategori : Kitab Suci
ISBN : 978-602-19416-3-8

Buku kaya gambar ini dapat digunakan sebagai ilustrasi khotbah, latar belakang cerita Sekolah Minggu, menolong kelompok-kelompok pemahaman Alkitab, dan mendorong pembelajaran Alkitab pribadi menjadi lebih menarik.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org

Kamis, Juni 07, 2012










"Israel sungguh mengecewakan Tuhan yang telah menyelamatkan mereka dari Mesir. Mereka ternyata memilih mati sebagai budak daripada merdeka namun harus bersusah payah."


RINGKASAN PKS VOL.27
NO. 4, Juli-Agustus 2012---New
Harga Rp. 7.500,-


JANGAN MENCARI MAUT!
Hari Minggu Biasa XIII – 1 Juli 2012
Maut tidak diciptakan oleh Allah dan Dia tidak bergembira karena yang hidup musnah lenyap. Allah tidak mengharapkan manusia jatuh dalam kematian rohani.


NABI BAGI KAUM PEMBERONTAK
Hari Minggu Biasa XIV – 8 Juli 2012
Didengarkan atau tidak, nabi tetap harus melaksanakan tugas yang diberikan oleh Tuhan yang mengutusnya. Tuhanlah yang menyuruhnya berbicara, bukan para pendengar-Nya.


NABI MELAWAN IMAN
Hari Minggu Biasa XV – 15 Juli 2012
Siapapun dapat dipakai Tuhan untuk menyampaikan firman-Nya. Tidak ada halangan apapun bagi Tuhan untuk memilih siapapun untuk menjadi utusan-Nya, termasuk orang-orang yang tidak diperhitungkan.


TUNAS DAUD
Hari Minggu Biasa XVI – 22 Juli 2012
Bisa dipastikan, raja-raja Yehuda sangat bangga dan bersukacita atas diri mereka sebagai keturunan Daud. Sayang, kebanggaan tinggallah kebanggaan. Tindak tanduk mereka ternyata mengecewakan, jauh benar dari teladan Daud, leluhur mereka.


KABAR BAIK
Hari Minggu Biasa XVII – 29 Juli 2012
Makanan yang tadinya diperkirakan kurang ternyata malah ada sisanya. Perkataan sang nabi terbukti penuh daya. Kepercayaannya akan firman Tuhan sungguh luar biasa dan benar saja, segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendak-Nya.


INGIN MATI DI DEPAN KUALI
Hari Minggu Biasa XVIII – 5 Agustus 2012
Israel sungguh mengecewakan Tuhan yang telah menyelamatkan mereka dari Mesir. Mereka ternyata memilih mati sebagai budak daripada merdeka namun harus bersusah payah.


KONFRONTASI ANTARA PEREMPUAN DAN NAGA
Hari Raya SP Maria Diangkat ke Surga – 12 Agustus 2012
Setan yang berarti musuh terus berupaya membinasakan anak dari umat Allah sejak awal kelahirannya. Upaya itu tidak berhasil karena Allah menyelamatkan mereka.


MENENTUKAN PILIHAN & KEPUTUSAN
Hari Minggu Biasa XXI – 26 Agustus 2012
Yosua menantang rakyatnya untuk membuat keputusan yang sangat penting: mau beribadah kepada TUHAN atau ilah lain?


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 – 93692428
Email : pks@biblikaindonesia.org


Rabu, Juni 06, 2012










“ MUKJIZAT DALAM ALKITAB”


RINGKASAN WB VOL.12
NO. 3, JULI-SEPTEMBER 2012
---New
Harga Rp. 9.000,-




Artikel Utama
MUKJIZAT DALAM PERJANJIAN LAMA (Yonky Karman)
Umat Perjanjian Lama melihat bahwa alam dan peristiwa dalam alam bisa menyatakan karya tindakan Allah. Ini bukan masalah filosofis atau ilmiah. Mereka percaya realitas mukjizat bukan karena kurang pintar atau masih primitif, tetapi karena dunia dalam penghayatan mereka terbuka bagi intervensi Allah.


MEMAHAMI MUKJIZAT-MUKJIZAT YESUS (Surip Stanislaus, OFMCap.)
Di luar keempat Injil, Kitab Suci Perjanjian Baru tidak mengisahkan mukjizat-mukjizat Yesus. Para penginjil menyebut beberapa perbuatan Yesus sebagai mukjizat atau pernyataan kuasa Allah yang mau menyelamatkan manusia. Apakah mukjizat-mukjizat itu historis?


MUKJIZAT: MEMAKNAI EPIFANI ALLAH DALAM PENGALAMAN JEMAAT PERJANJIAN BARU (Yosef Masan Toron, SVD)
Gereja memaklumkan Yesus sebagai Anak Allah yang diurapi. Orang Yahudi menolaknya. Dalam konteks polemik kristologis semacam ini, mukjizat tampil sebagai media ampuh untuk memaklumkan iman dan keyakinan jemaat Kristen perdana.


Kerasulan Kitab Suci
MEMBACA SURAT PAULUS (Y.M. Seto Marsunu)
Hampir setiap hari Minggu surat-surat Paulus dibacakan dalam perayaan Ekaristi, tetapi tampaknya tidak banyak dipergunakan sebagai bahan untuk direnungkan karena dianggap sulit untuk dipahami. Benarkah demikian, dan bagaimana jalan keluarnya?


Perikop-perikop Sulit
TANDA PADA SANG PEMBUNUH (Jarot Hadianto)
Kain dan Habel adalah saudara kandung. Sayangnya, persaudaraan di antara mereka sama sekali tidak kita rasakan. Puncaknya, Kain akhirnya membunuh Habel, adiknya sendiri. Sebuah tanda misterius pun menyertai Kain seumur hidupnya.


Apa Kata Kitab Suci tentang…
ALTAR (Alfons Jehadut)
Makna simbolis altar dalam gereja pada masa kini masih sama dengan altar dalam Perjanjian Lama. Makna apakah itu?


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 – 93692428
Email : pks@biblikaindonesia.org