Kamis, Maret 29, 2012

TAK RELA ALLAH BERMURAH HATI
Jarot Hadianto

Seperti apakah Anda membayangkan dua belas murid Yesus? Dua belas orang yang imannya luar biasa; seia sekata dalam pikiran dan perbuatan; kelompok yang saling mengasihi satu sama lain; dan senantiasa kompak berjalan mengiringi perjalanan Yesus, sang guru? Gambaran seperti itu tampaknya terlalu ideal. Akan lebih baik kiranya jika kelompok itu dipandang sebagai kumpulan orang yang di satu sisi istimewa, tapi di sisi lain juga – sebagaimana manusia pada umumnya – memiliki kelemahan. Dalam serial dokumenter berjudul Bible Mysteries: Solving The Bible’s Greatest Mysteries episode The Disciples (BBC/Discovery Channel, 2005), sejumlah pakar Kitab Suci menilai kelompok dua belas itu sebagai “bencana”. Dengan beragam latar belakang (nelayan, pemungut cukai, pemberontak), mereka memperkirakan kebersamaan para murid mestinya cukup sering diwarnai dengan konflik dan ketidakcocokan. Tindakan Yudas yang memisahkan diri dari kelompok itu dan mengkhianati Yesus dengan cukup sangat jelas menunjukkan gejala tersebut.

Mungkinkah Yesus sebagai pemimpin kelompok pernah juga mengalami kesulitan dalam mengatur para murid yang sifatnya sangat beragam itu? Bisa jadi. Kali ini misalnya, Ia mengisahkan perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur (Mat. 20:1-16) untuk menggambarkan kepada para murid bahwa kedudukan manusia di hadapan Allah itu sama. Eh, tidak lama sesudahnya (lih. Mat. 20:20-28) dua belas murid itu tetap saja bertengkar berebut menjadi orang yang paling berkuasa!

MATIUS 20:1-16
1 “Adapun hal Kerajaan Surga sama seperti seorang pemilik kebun anggur yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. 2 Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. 3 Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. 4 Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi. 5 Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar dan melakukan hal yang sama. 6 Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? 7 Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. 8 Ketika hari malam pemilik kebun itu berkata kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk pertama. 9 Lalu datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. 10 Kemudian datanglah mereka yang masuk pertama, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. 11 Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, 12 katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. 13 Tetapi pemilik kebun itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? 14 Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. 15 Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?16 Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir.”

Struktur Teks
Agar tidak terjadi salah paham, perumpamaan di atas perlu ditafsirkan dengan memperhatikan konteksnya. Petrus sebelumnya mempertanyakan apa yang akan mereka peroleh karena mereka telah meninggalkan semuanya demi mengikuti Yesus (Mat. 19:27). Menjawab pertanyaan itu, Yesus pun menjanjikan kepada mereka kemuliaan dan hidup kekal (Mat. 19:28-29). Tapi, agar karunia yang luar biasa itu tidak membuat mereka besar kepala, Yesus lalu mengisahkan perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur. Tema perumpamaan ini adalah “yang pertama akan menjadi yang terakhir, yang terakhir akan menjadi yang pertama”.

Mat. 20:1-16 dapat kita bagi demikian:
Ay. 1-7 = Seorang pemilik kebun anggur lima kali keluar rumah dalam rangka mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya.
Ay. 8-10 = Para pekerja, tidak peduli mulai bekerja jam berapa, mendapat upah yang sama.
Ay. 11-15 = Hal itu membuat kecewa mereka yang bekerja mulai pagi hari. Si pemilik kebun anggur menanggapi kekecewaan itu.
Ay. 16 = Tema perumpamaan ini ditegaskan.

Ulasan Teks
Seorang tuan mencari pekerja
Kepada murid-murid-Nya Yesus berkisah tentang seorang pemilik kebun anggur yang sampai lima kali keluar dari tempat tinggalnya dalam rangka mencari pekerja-pekerja bagi kebunnya. Layaknya suatu perumpamaan, kita akan menemui sejumlah detail yang tidak jelas (dan memang tidak perlu dijelaskan), seperti untuk apa si pemilik kebun anggur membutuhkan pekerja yang cukup banyak; apa persisnya pekerjaan mereka; mengapa pekerja-pekerja itu tidak direkrut pada waktu yang sama; dan mengapa beberapa saat sebelum jam kerja habis si tuan masih juga merekrut pekerja baru.

Yang jelas si tuan mencari pekerja saat pagi-pagi benar (jam 06.00), jam 09.00, 12.00, 15.00, dan jam 17.00. Dengan para pekerja yang ditemui jam 06.00 pagi terjalin kesepakatan bahwa mereka akan mendapat upah sebesar sedinar sehari. Kesepakatan mengenai besarnya upah pekerja-pekerja yang ditemui jam 09.00, 12.00, dan 15.00 kurang jelas, hanya dikatakan bahwa mereka akan mendapatkan “apa yang pantas”. Dialog dengan para pekerja yang direkrut terakhir malah tidak menyinggung soal upah sama sekali.

Kita boleh mengabaikan mereka yang bekerja mulai jam 09.00, 12.00, dan 15.00. Sebab, fokus perumpamaan ini adalah si pemilik kebun anggur, pekerja-pekerja pertama, dan pekerja-pekerja terakhir. Dari awal kita sudah tahu bahwa pekerja-pekerja pertama akan mendapat upah sedinar sehari. Ketegangan pun mulai muncul: dibayar berapa kira-kira para pekerja yang datang terakhir, yang tak sempat berkeringat karena hanya bekerja satu jam itu?

Semua dapat satu dinar
Tak menunggu lama, pertanyaan itu segera dijawab. Ketika malam tiba (dibayangkan jam 18.00), seluruh pekerja dikumpulkan untuk mendapatkan bayarannya. Saat itu si tuan punya kehendak yang aneh, ia ingin urutan pembayaran upah dibalik: pekerja yang datang terakhir mesti dibayar lebih dulu, dan sebaliknya pekerja yang datang pertama dibayar paling belakang. Dari sudut pandang Yesus sebagai pencerita, pembalikan ini dimaksudkan untuk menyatakan pesan yang ingin disampaikan-Nya bahwa “yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir” (19:30; 20:16). Sedangkan jika kita mempertimbangkan alur kisahnya, pembalikan ini perlu agar para pekerja yang datang pertama melihat berapa besar upah yang diterima pekerja-pekerja yang datang paling akhir.

Maka mereka pun tahu bahwa rekan-rekan mereka yang bekerja satu jam saja itu mendapat upah satu dinar. Boleh dibayangkan, melihat itu hati mereka pun berbunga-bunga penuh harap. Menurut logika, pantaslah jika mereka mendapat upah yang lebih banyak, sebab mereka sudah bekerja mandi keringat sejak matahari terbit. Makin mantap kalau hitungan matematis dipakai: kerja 1 jam dapat 1 dinar; mereka kerja 12 jam, jadi tepat sekali andai mereka dibayar 12 dinar. Biarlah mendapat giliran paling belakang, yang penting mereka mendapat upah paling besar!

Sayang begitu gilirannya tiba, asa yang membubung tinggi itu musnah dalam sekejap. Si tuan membayar upah tidak berdasar logika, tidak pula berdasar rumus matematika, tapi ia berpegang pada perjanjian yang sebelumnya telah mereka sepakati bersama. Alhasil pekerja-pekerja yang bekerja mulai pagi ini pun gigit jari: mereka juga mendapat upah satu dinar.

Para pekerja pertama kecewa
Merasa kecewa, para pekerja itu bersungut-sungut kepada pemilik kebun anggur dengan nada yang tidak ramah (mereka menyapanya “engkau” bukan “tuan”, lih. ay. 12). Mengingat jam kerja mereka yang jauh lebih banyak daripada pekerja-pekerja yang datang belakangan, sungguh tidak adil kalau mereka sama-sama dibayar satu dinar. Begitulah pendapat mereka.

Dituduh melakukan ketidakadilan, tuan yang empunya kebun anggur langsung membantah. Tadi pagi jam 06.00 kedua belah pihak telah sepakat dengan upah satu dinar sehari. Sekarang ia membayar mereka sejumlah itu. Jadi bagaimana bisa ia dikatakan tidak adil? Sumber ketidakpuasan para pekerja itu, menurut si tuan, adalah karena mereka iri hati melihat ia bermurah hati kepada orang lain. Ya, tentu saja ia tahu bahwa pekerja yang datang terakhir mestinya mendapat upah yang jauh lebih kecil. Tapi karena ia baik hati (dan memiliki uang berlebih), jadi diberinya mereka satu dinar juga. Uang itu kan uangnya sendiri. Jadi what’s wrong?

Amanat
Yang terhormat para majikan dan pengusaha, harap jangan menyalahgunakan perumpamaan di atas untuk main pukul rata dalam menggaji pegawai-pegawai Anda! Sama sekali tidak tepat jika karena “terinspirasi” oleh perumpamaan Yesus ini, Anda lalu menyamakan gaji pegawai yang sudah bekerja 12 tahun dengan mereka yang baru bekerja 1 tahun. Perlu ditegaskan bahwa Yesus dengan perumpamaan ini tidak sedang berbicara tentang dunia kerja atau sistem kepegawaian. Dari awal sudah dikatakan bahwa yang Ia bicarakan adalah tentang Kerajaan Surga.

Dengan perumpamaan ini Yesus ingin menggambarkan bahwa sebagaimana si pemilik kebun anggur memperlakukan pekerja-pekerjanya, demikianlah kira-kira Allah memperlakukan orang-orang yang dipanggil-Nya masuk dalam Kerajaan-Nya. Kerajaan Surga terbuka bagi semua orang dari berbagai bangsa, dari berbagai masa. Mungkin itulah sebabnya dalam perumpamaan ini si tuan digambarkan masih juga mencari pekerja meski jam kerja hampir habis. Dengannya Yesus mau mengatakan bahwa Allah senantiasa terbuka menyambut kedatangan orang-orang yang ingin masuk dalam Kerajaan-Nya, bahkan seandainya mereka datang pada saat-saat terakhir. Datang duluan atau belakangan bagi Allah tidak masalah, sebab kasih-Nya terhadap mereka semua tetap melimpah ruah.

Jika kita jeli, dalam perumpamaan ini sebetulnya terjadi sedikit “pembelokan”. Para pekerja yang bekerja sejak pagi tidak keberatan dibayar paling akhir (padahal tema perumpamaan ini adalah soal awal dan akhir); yang membuat mereka protes adalah besarnya upah yang mereka terima. Meskipun demikian benang merahnya masih tetap terjaga, sebab entah karena waktu pembayaran atau karena besarnya upah, yang jelas ada pihak-pihak tertentu yang merasa lebih dari yang lain dan minta diistimewakan. Dalam konteks kehidupan nyata, yang disindir di sini adalah orang-orang yang merasa diri paling saleh, menganggap diri mereka umat Allah, sehingga mereka pikir yang boleh menikmati berkat Allah ya hanya mereka saja. “Bermurahhatilah kepada kami, ya Tuhan, jangan kepada mereka,” demikianlah kurang lebih bunyi doa-doa mereka.

Memangnya Allah bisa diatur-atur begitu? Yesus menyatakan bahwa Allah memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang; Ia juga melimpahkan berkat yang melimpah tanpa pandang bulu. Berikutnya tergantung pada manusia, apakah mau membuka diri untuk menerima berkat itu atau tidak. Maka bagi murid-murid Yesus, perumpamaan ini menjadi peringatan khusus: di hadapan Allah, kedudukan mereka sama saja. Berlomba-lomba berebut kekuasaan sungguh tidak berguna!***

Pertanyaan Pendalaman
1. Jelaskan terlebih dahulu konteks perumpamaan ini agar Anda tidak salah memahaminya!
2. Mengapa para pekerja yang datang pertama merasa diperlakukan tidak adil?
3. Jelaskan bantahan si pemilik kebun anggur atas tuduhan itu!
4. Bagaimana perumpamaan ini menyapa kita, para pekerja di kebun anggur Tuhan?

SATU DINAR
Satu dinar adalah keping mata uang Romawi yang terbuat dari perak. Uang sebesar ini pada waktu itu merupakan upah harian minimum yang lazim bagi para pekerja.
Maka, hendak dikatakan di sini bahwa si pemilik kebun anggur telah membuat kesepakatan yang adil dengan para pekerja yang ditemuinya pagi-pagi benar. Mereka mendapatkan upah yang sepantasnya untuk kerja mulai dari pagi sampai sore hari. Kalau sampai para pekerja itu menggerutu, hal tersebut bukan karena si pemilik kebun anggur lalai untuk memberikan upah yang layak.

Martin Harun. Memberitakan Injil Kerajaan Allah: Ulasan Injil Hari Minggu Tahun A Masa Biasa. Yogyakarta: Kanisius, 2002, hlm. 167.


Selasa, Maret 27, 2012











Misionaris Bangsa Lain dan Karya Misinya---New Book!
Alfons Jehadut

Cet. I. 2012, 138 x 209 mm - 212 hlm, LBI
Harga Rp 50.000,-
Harga Member Rp. 45.000,- (disc 10%)
Kategori : Kitab Suci

Meski diakui sebagai salah seorang figure penting, Paulus tetap saja sosok yang tidak mudah dikenal dan dipahami. Itulah sebabnya, buku ini berupaya untuk menjelaskan latar belakang, panggilan, dan katya misinya.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org












GERBANG menuju KEHENINGAN---New Book!
John Main, OSB

Cet. I. 2012, 115 x 194 mm - 140 hlm, DIOMA
Harga Rp 25.000,-
Harga Member Rp. 22.500,- (disc 10%)
Kategori : Rohani

ISBN 10: 979-26-1462-1
ISBN 13: 978-979-26-1462-6

Buku ini mengajak kia untuk berdoa bykan hanya supaya mendapat rahmat dari Allah, tetapi juga supaya kita bias “menyerupai Allah sendiri, dalam arti berpikir sebagaimana dikehendaki oleh Allah sendiri.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org


Jumat, Maret 16, 2012










Saat Mutiara Berkilau---New Book!
Bernada Edoway

Cet. I. 2012, 109 x 174 mm - 127 hlm, OBOR
Harga Rp 25.000,-
Harga Member Rp. 22.500,- (disc 10%)
Kategori : Sakramen Gereja

ISBN: 978-979-565-552-7

Kisah-kisah Inspirasional yang Mengandung Makanan Bagi Jiwa. Buku ini disusun dalam bentuk narasi yang mudah dimengerti oleh pembaca karena tidak bertele-tele. Pesan yang disampaikan akan membuat kita lebih bijaksana dalam menentukan setiap sikap dan tindakan di dalam kehidupan ini.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org











Our Greatest Gift Karunia Kita yang Terbesar---New Book!
Henri J. M. Nouwen

Diterjemahkan dari buku Our Greatest Gift: A Meditation on Dying Caring by Henri Nouwen; published by HarperCollins Publishers, 10 East 53 rd Street, New York 10022, U.S.A.
Cet. I. 2012, 109 x 174 mm - 146 hlm, OBOR
Harga Rp 25.000,-
Harga Member Rp. 22.500,- (disc 10%)
Kategori : Sakramen Gereja
ISBN: 978-979-565-609-8

Renungan tentang Bagaimana Menghadapi Kematian dan Memberikan Layanan Rawat yang Baik.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org









EKARISTI Memahami Misa Kudus Demi Penghayatan yang Utuh---New Book!
Bosco da Cunha O.Carm

Nihil Obstat:Dominikus Gusti Bagus Kusumawanta, Pr
(Jakarta, 7 Februari 2012)
Imprimatur: Yohanes Subagyo, Pr Vikjen Keuskupan Jakarta
(Semarang, 24 Februari 2012)
Cet. I. 2012, 109 x 174 mm - 171 hlm, OBOR
Harga Rp 22.000,-
Harga Member Rp. 19.800,- (disc 10%)
Kategori : Sakramen Gereja

ISBN: 978-979-565-610-4

Buku ini akan banyak membantu umat dan para petugas liturgy, termasuk imam, dalam memaknai Perayaan Ekaristi dan menghayati ritus demi ritusnyasecara sadar dan utuh. Dengan demikian, Ekaristi sungguh dihayati dan dirasakan sebagai ‘sumber dan puncak” hidup dan karya umat beriman.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org


Kamis, Maret 08, 2012

PERJALANAN PAULUS MENUJU KE ROMA (Kis. 27:1-28:16)
Alfons Jehadut

Lukas tampaknya memiliki alasan mengapa pelayaran Paulus dari Kaisarea menuju Roma diceritakan secara panjang lebar (Kis. 27:1-28:15). Cerita panjang lebar ini mirip dengan kisah perjalanan Yesus ke Yerusalem dan hari-hari terakhir-Nya di sana yang diceritakan oleh penginjil Lukas (Luk. 9:51-23:49). Di sini cerita panjang lebar ini tampaknya dimaksudkan untuk memperlihatkan dua hal. Pertama, memperlihatkan bahwa Paulus tidak bersalah dari sudut pandang Allah. Kedua, melukiskan bahwa pembebasan Paulus dari berbagai bahaya dan kedatangannya di Roma merupakan pemenuhan rencana Allah.

Kecuali dua hal yang telah disampaikan di atas, kisah panjang lebar selama pelayaran menuju Roma itu dimaksudkan juga untuk menciptakan kesan bahwa Lukas, seperti seorang pen-cerita yang baik, sedang berupaya untuk membangun klimaks dari kisahnya. Upaya itu dilakukan dengan cara menampilkan banyak peristiwa yang menghalangi dan merintangi perjalanan Paulus. Banyak halangan itu memungkinkannya tidak bisa sampai ke Roma. Namun, kelegaan dan kepuasan tercipta da-lam diri pembaca dan pendengar ketika ia akhirnya bisa sampai juga di sana.

Dari pelabuhan Adraminitium ke pelabuhan indah, Lasea (27:1-8)
Setelah diputuskan untuk berlayar ke Roma, Gubernur Festus menyerahkan Paulus dan beberapa tahanan lain kepada se-orang perwira dari pasukan Kaisar yang bernama Yulius. Tidak hanya Paulus dan beberapa tahanan lain, Festus juga menyerahkan sebuah surat laporan yang meringkas dakwaan orang Yahudi untuk melawan Paulus, pandangannya terhadap dakwaan itu, dan penjelasannya tentang mengapa Paulus dibawa kepada kaisar Roma.

Bersama seorang perwira dan beberapa prajurit, Paulus dan beberapa tahanan lainnya naik sebuah kapal dari pelabuhan Adraminitium yang terletak di sebelah barat-laut dari Kaisarea. Pengarang kisah yang diidentifikasikan sebagai Lukas ikut serta dalam pelayaran. Dengan menggunakan kata ganti orang pertama jamak, “kami” (Kis. 16:10-17; 20:5-15; 21:1-18; 27:1-28:16), pengarang secara halus memperkenalkan diri sebagai rekan seperjalanan Paulus. Keikutsertaan pengarang dalam pelayaran menciptakan kesan bagi para pembaca bahwa kisah pelayaran itu didasarkan pada kisah seorang saksi mata.

Dari pelabuhan Adraminitium, Paulus, Lukas, dan Aristarkhus yang tampaknya tinggal bersama Paulus selama ditahan di Kaisarea (bdk. Kis. 19:29) tiba di Sidon keesokan harinya. Perwira Yulius memperlakukan Paulus dengan ramah. Ia memperbolehkan sahabat-sahabat Paulus mengunjunginya. Ungkapan “sahabat-sahabat” (philoi) itu di sini menunjuk kepada orang kristiani Sidon (Kis. 11:19; 15:9). Mengapa Yulius bersikap ramah? Ia sangat mungkin telah diberitahukan oleh Gubernur Festus bahwa Paulus tidak melakukan sebuah kejahatan (Kis. 26:31-32). Melalui sikap keramahan Yulius, kita dapat memahami bahwa Allah melakukan karya kebaikan bukan hanya melalui kaum beriman, melainkan juga melalui bangsa-bangsa lain. Paulus tidak hanya mendapatkan keramahan dari komunitas kristiani yang diwakili oleh Lukas, Aristarkhus, dan orang kristiani di Sidon, tetapi juga dari bangsa lain melalui Yulius.

Dari Sidon, mereka berlayar menyusuri pantai utara pulau Sip-rus karena angin sakal. Setelah mengarungi laut di depan Kilikia dan Pamfilia, sampailah mereka di Mira (Kis. 21:1). Di Mira, perwira menemukan sebuah kapal dari Aleksandria, ibu kota Mesir, yang mengangkut gandum dari Mesir ke Italia untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk Roma. Kapal itu sedang berhenti di pelabuhan Mira sehingga Paulus dan rom-bongannya dipindahkan ke kapal pengangkut gandum. Patut disadari bahwa pada waktu itu tidak ada kapal yang dikhusus-kan untuk mengangkut penumpang. Kapal itu kemudian ber-layar lagi tetapi hampir tidak bisa bergerak maju. Dengan su-sah payah kapal berlayar mendekati Knidus karena angin ba-rat. Namun, kapal akhirnya sampai di Pelabuhan Indah, dekat kota Lasea.

Peringatan Paulus tentang bahaya besar (27:9-20)
Sewaktu berlabuh di pelabuhan Indah, Paulus mengingatkan bahaya yang sangat besar jika mereka terus berlayar. Melalui peringatan ini Paulus menampilkan diri sebagai seorang nabi kristiani. Diingatkan bahwa pelayaran sangat berbahaya sebab waktu puasa sudah berlalu. Di sini waktu puasa menunjuk pa-da hari pendamaian (Im. 16:29-31) yang dirayakan sekitar bu-lan September dan Oktober. Berlalunya masa puasa berarti berakhir pula musim pelayaran yang aman. Jika memaksakan diri untuk terus berlayar, pelayaran akan mengalami banyak kesulitan dan kerugian besar, bukan saja bagi muatan dan ka-pal, melainkan juga bagi keselamatan jiwa.

Namun, peringatan itu diabaikan oleh para pendengarnya. Perwira, nahkoda, pemilik kapal, dan awal kapal berbeda pen-dapat dengan Paulus. Mereka mengabaikannya karena pelabuhan Indah tidak cocok untuk berlabuh selama musim dingin. Mereka kemudian terus berlayar untuk mencapai pelabuhan kota Feniks di pulau Kreta dan tinggal di situ selama musim dingin. Pelayaran awalnya tidak menemukan kesulitan sebab angin hanya bertiup sepoi-sepoi. Akan tetapi, angin tofan tiba-tiba bertiup kencang sehingga kapal tidak bisa dikendalikan. Kapal terombang-ambing dan terseret ke pulau kecil bernama Kauda sehingga sebagian muatan kapal dan alat-alatnya harus dibuang ke laut untuk mengurangi berat kapal.

Apa upaya para penumpang kapal membuang sebagian muat-an dan alat-alat kapal berhasil mempercepat laju kapal? Upaya itu tidak banyak berpengaruh karena angin badai terus-menerus mengancam. Mereka tetap saja terombang-ombang selama beberapa hari. Bahaya semakin besar ketika matahari dan bin-tang-bintang tidak kelihatan sehingga harapan mereka untuk bisa menyelamatkan diri akhirnya pupus. Pupusnya harapan ketika matahari dan binatang tidak kelihatan itu dapat dipahami karena kompas dan alat navigasi lainnya belum ada pada waktu itu. Para pelayar hanya mengandalkan matahari dan bin-tang sebagai penentu arah. Situasi sulit dan bahaya ini menya-darkan kita bahwa peringatan Paulus secara perlahan-lahan terbukti kebenarannya.

Janji dan nasihat penghiburan (27: 22-26)
Pada saat para penumpang kapal mengalami keputusasaan dan tidak makan selama beberapa hari, Paulus kembali mengingat-kan nasihatnya. “Saudara-saudara, sekiranya nasihatku dituruti supaya kita jangan berlayar dari Kreta, kita pasti terhindar dari kesukaran dan kerugian ini” (ay. 21; bdk. ay. 10). Apa yang te-lah dinasihatkannya di pelabuhan Indah itu terbukti benar.
Di sini nasihat itu diingatkan kembali dengan maksud supaya mereka percaya kepada apa yang akan dikatakannya. Apa yang akan dikatakannya? Ia memberi mereka sebuah nasihat untuk tetap bersemangat. Nasihat itu diikuti dengan sebuah janji kepada mereka bahwa tidak seorang pun di antara mereka yang akan binasa kecuali kapal yang mereka tumpangi. Janji itu didasarkan pada penglihatannya. Ia melihat seorang malaikat berdiri di sisinya dan menyampaikan sebuah pesan supaya ti-dak takut.

Para penumpang kapal dan rekan-rekan seperjalanannya tidak perlu takut karena perjalanannya menghadap kaisar di Roma itu sesuai dengan kehendak Allah. Yesus yang bangkit telah berkata kepadanya bahwa ia harus bersaksi di Roma dengan berani seperti yang telah dilakukannya di Yerusalem (Kis. 23:11). Semua orang yang ada dalam kapal akan selamat. Janji ini pasti terjadi meski tidak segera terealisasi. Mereka tetap saja terombang-ambing di Laut Adria, laut antara Yunani dan Italia setelah 14 hari berlalu sejak mereka berangkat dari pelabuhan Indah. Namun, kira-kira tengah malam para awak kapal me-rasa bahwa mereka telah mendekati daratan. Mereka mungkin mendengar deburan ombak yang menghempas pantai. Na-mun, mereka belum bisa melihat apa-apa sehingga harus dipastikan dengan mengukur kedalaman laut dengan batu duga. Setelah memastikan kebenaran dugaan, mereka kemudian membuang empat sauh di buritan untuk menjaga agar ka-pal itu jangan kandas.

Nasihat terakhir dan kapal Karam (27:27-44)
Ketika mendekati daratan, para awak kapal berusaha untuk melarikan diri. Mereka menurunkan sekoci untuk menyelamatkan diri mereka sendiri. Namun, gelagat mereka diketahui oleh Paulus sehingga ia memberitahukan nasib hidup mereka kepada perwira dan para prajuritnya. Diberitahukan bahwa mereka tidak akan selamat dari angin badai jika tidak tinggal dalam kapal (ay. 31). Dengan pemberitahuan ini kita disadarkan bahwa janji Allah membutuhkan kerja sama dari pihak manusia.

Tanpa membuang-buang waktu, perwira kini memperhatikan kata-kata Paulus. Ia meminta para prajurit untuk segera memotong tali sekoci serta membiarkan kapal hanyut. Setelah 14 hari terombang-ambing, mereka kehilangan nafsu makan. Da-lam situasi ini Paulus lagi-lagi tampil di hadapan rekan-rekan-nya bagaikan seorang pemimpin pelayaran untuk mengingat-kan mereka tentang janji seorang malaikat yang telah menampakkan diri kepadanya. Dijanjikan bahwa “tidak seorang pun di antara kamu akan kehilangan sehelai pun dari rambut kepalanya” (ay. 34). Namun, mereka harus makan supaya mereka memiliki tenaga untuk bisa terus bertahan hidup.

Nasihat untuk makan itu diikuti dengan sebuah contoh konkret. Ia mengambil roti, mengucap syukur kepada Allah, memecah-mecahkannya, dan makan. Nasihat itu diikuti oleh seluruh penumpang dan awal kapal. Mereka makan kenyang se-hingga mereka kembali bersemangat. Setelah kenyang, me-reka meringankan kapal dengan membuang sisa muatan gandum ke laut supaya kapal dengan mudah sampai ke tepi pantai sebelum menyentuh dasar laut.

Ketika hari mulai siang, mereka melihat sebuah teluk dengan pantai yang rata. Mereka merencanakan untuk melabuhkan kapal ke situ walaupun mereka tidak mengenal tempat itu. Mereka juga terpaksa menempuh jarak yang cukup jauh supaya dapat sampai ke pantai karena kapal tidak bisa berlabuh dengan mulus. Dalam situasi itu para prajurit yang mengawal Paulus dan para tahanan lainnya memutuskan untuk membunuh semua tahanan agar mereka tidak melarikan diri. Hukum Roma memang menetapkan bahwa prajurit yang membiarkan tahanan meloloskan diri akan menerima hukuman yang sama dengan yang diterima oleh seorang tahanan (bdk. Kis. 12:19; 16:27).

Namun, perwira mencegah para prajurit untuk melaksanakan keputusan mereka. Perwira memerintahkan supaya orang yang pandai berenang lebih dahulu terjun ke laut dan naik ke darat. Sementara yang tidak pandai berenang menyusul dengan memakai papan atau pecahan-pecahan kapal. Mereka akhirnya semua selamat naik ke darat di pulau Malta. Dengan demikian, janji malaikat utusan Allah melalui Paulus itu terpenuhi atau terbukti benar (ay. 25). Para awak kapal dan penumpang sela-mat dari ancaman alam dan para tahanan juga selamat dari ancaman pembunuhan para prajurit.

Paulus di pulau Malta (28:1-10)
Kisah tentang Paulus dan rekan-rekannya berada di pulau Malta ini dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama, pandangan penduduk asli tentang Paulus (ay. 1-6). Kedua, pandangan pen-duduk asli tentang Paulus dikoreksi melalui mukjizat penyembuhannya (ay. 7-10).
Pandangan penduduk asli tentang Paulus (ay. 1-6)

Penduduk asli (Yunani: barbaroi) pulau Malta itu tidak berbicara bahasa Yunani (bdk. Rm. 1:14). Mereka keturunan Fenisia dan berbicara dialek Fenisia. Mereka sangat ramah terhadap Paulus dan rekan-rekannya. Keramahan itu diungkapkan melalui tindakan sederhana menyalakan api karena sudah mulai hujan dan hawanya dingin dan mengajak Paulus dan rekan-rekannya ke situ.
Dari kisah keramahan penduduk asli, kisah selanjutnya memfokuskan diri pada figur Paulus. Diceritakan bahwa tangan Paulus digigit ular berbisa ketika memungut seberkas ranting dan meletakkannya di atas api (Luk. 10:19; Mrk. 16:18). Gigitan ular berbisa itu dijelaskan oleh penduduk asli Malta dari sudut pandang keyakinan teologis mereka. Mereka percaya bahwa hal buruk hanya terjadi pada orang jahat. Badai, kapal ka-ram, dan gigitan ular mereka pandang sebagai bentuk hukum-an dari dewi keadilan Yunani. Itulah sebabnya mereka meyakini Paulus sebagai “seorang pembunuh, sebab, meskipun ia telah luput dari laut, ia tidak dibiarkan hidup oleh Dewi Keadilan” (ay. 4).

Namun, gigitan ular berbisa itu tidak berdampak apapun bagi Paulus. Kenyataan itu mengubah pandangan penduduk asli Malta. Mereka tidak lagi memandangnya sebagai pembunuh, tetapi dewa. Di sini kita melihat adanya kemiripan pandangan antara penduduk asli pulau Malta dengan penduduk kota Listra. Penduduk asli Listra memandangnya sebagai dewa Hermes ketika menyembuhkan seorang lumpuh. Pandangan yang salah ini dikoreksinya dalam sebuah kotbah (Kis. 14:11-19).

Pandangan penduduk asli dikoreksi (ay. 7-10)
Pandangan penduduk asli Malta yang salah tentang Paulus tidak dikoreksinya secara eksplisit. Koreksi dilakukannya secara implisit ketika menyembuhkan ayah Publius, pejabat pulau Malta, yang sakit demam dan disentri. Paulus berdoa dan me-numpangkan tangan ke atas ayah Publius sehingga sembuh se-ketika itu juga. Dengan berdoa dan menumpangkan tangan, Paulus secara tidak langsung menunjukkan bahwa dirinya bu-kanlah dewa sebab dewa menganggap penyembuhan itu lahir dari kekuatan dan kekuasaannya sendiri sehingga tidak perlu berdoa. Paulus tidak menganggap bahwa penyembuhan yang dilakukan terhadap ayah Publius berasal dari kekuatan dan kekuasaannya sendiri. Berdoa dan menumpangkan tangan memperlihatkan ketergantungan totalnya pada kepada Allah sewaktu melakukan mukjizat penyembuhan.

Mukjizat penyembuhan Paulus menunjukkan bahwa dirinya bukan seorang pendosa yang telah melakukan kejahatan pembunuhan seperti yang disangkakan oleh penduduk asli Malta, tetapi seorang yang benar dan adil karena doanya dijawab oleh Allah. Doanya untuk memohon penyembuhan bagi ayah Publius dijawab oleh Allah. Jawaban Allah itu menjadi indikasi bahwa ia bukan pendosa melainkan seorang yang benar dan saleh. Ia dinyatakan tidak bersalah oleh Allah sekalipun digigit ular dan diambang-ombingkan oleh badai di laut. Indikasi ini diperkuat oleh dua perikop yang berbicara tentang kuasa doa. Pertama, Yak. 5:16-18 memakai figur Elia sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa doa orang benar sangat besar kuasanya dan ada hasilnya. Kedua, Yoh. 9:31 menampilkan keyakinan se-orang yang sebelumnya buta. Orang buta itu meyakini bahwa Allah tidak mendengarkan orang berdosa melainkan orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya.

Apa dampak mukjizat penyembuhan bagi penduduk asli pulau Malta dan bagi Paulus sendiri? Meski berstatus sebagai tahanan, namun mukjizat penyembuhan Allah melalui dirinya te-lah membawa berkat bagi banyak orang (bdk. Mat. 6:33; Flp. 4:19). Banyak orang sakit yang datang dan semua berhasil disembuhkannya. Pelayanan ini berdampak pula bagi Paulus sendiri dan rekan-rekannya. Mereka dihormati dan segala sesuatu yang diperlukan ketika melanjutkan pelayaran menuju Roma disediakan oleh penduduk asli pulau Malta.

Kisah penyembuhan Paulus di pulau Malta itu mirip dengan kisah penyembuhan Yesus di Kapernaum pada awal karya pe-layanan-Nya (Luk. 4:38-40). Dari kedua kisah itu kita menemukan sebuah pola yang sama. Penyembuhan seorang indivi-du diikuti dengan penyembuhan semua atau beberapa orang lain di suatu wilayah. Kedua kisah penyembuhan itu juga melibatkan penumpangan tangan. Dari beberapa keserupaan itu terungkap sebuah fakta bahwa pelayanan penyembuhan Yesus masih berlanjut terus melalui para saksi-Nya.

Dari Malta ke Roma (28:11-16)
Paulus dan rekan-rekannya menghabiskan musim dingin selama tiga bulan di pulau Malta. Setelah itu mereka berangkat lagi dengan naik kapal lain dari Aleksandria yang sedang berlabuh selama musim dingin di pulau Malta. Kapal yang mengangkut gandum ke Roma itu memakai lambang Dioskuri yang terbuat dari kayu dan diletakkan di depan kapal. Lambang Dioskuri, anak kembar dewa Zeus dan Leda, ratu Sparta yang ditransformasi sebagai dewi oleh Zeus. Anak kembar itu bernama Kastor dan Pollux dan dikaitkan dengan pelindung para pelayar dalam mitologi Yunani. Di sini Lukas mungkin menyebut lambang Dioskuri dengan maksud untuk mempertentangkannya dengan perlindungan Allah yang nyata sebagaimana di-perlihatkan oleh kisah sebelumnya.

Dari Malta, mereka singgah di Sirakusa dan tinggal di situ sela-ma tiga hari. Mereka kemudian menyusur pantai sampai ke Regium. Sehari kemudian bertiuplah angin selatan dan pada hari kedua mereka tiba di pelabuhan Putioli yang sekarang disebut Pozzuoli. Di kota pelabuhan itu Paulus dan rekan-rekannya bertemu dengan saudara-saudara seiman. Mereka ting-gal selama sepekan karena diminta oleh jemaat di kota pelabuhan itu. Permintaan dan keramahan mereka menunjukkan semangat kesatuan dan keramahan gereja dalam bentuk yang kelihatan.

Kabar tentang kehadiran Paulus dan rekan-rekannya sampai ke telinga orang kristiani di Roma. Mereka lalu mengutus dua orang untuk datang menjumpai mereka sampai ke Forum Apius dan Tres Taberne. Ditemani oleh para utusan itu, Paulus dan rekan-rekan kemudian pergi ke Roma. Janji Tuhan kepada Paulus untuk bersaksi di Roma sekarang terpenuhi (Kis. 23:11; 27:24). Di Roma Paulus diperbolehkan tinggal di rumah sewaannya sendiri bersama seorang prajurit kaisar yang mengawalnya. Ia juga diperbolehkan untuk menerima para pengunjungnya.

Selasa, Maret 06, 2012










EKARISTI Makna dan Kedalamannya Bagi Perutusan Di Tengah Dunia---New Book!
Emanuel Martasudjita, PR

Nihil Obstat: V. Indra Sanjaya, Pr
(Yogyakarta, 20 Februari 2012)
Imprimatur: Pius Riana Prapdi, Pr., Vikjen KAS
(Semarang, 24 Februari 2012)
Cet. I. 2012, 125 x 190 mm - 160 hlm, KANISIUS
Harga Rp 28.000,-
Harga Member Rp. 25.200,- (disc 10%)
Kategori : Sakramen

ISBN: 978-979-21-3281-6

Buku EKARISTI Makna dan Kedalamannya Bagi Perutusan Di Tengah Dunia merupakan sebuah renungan teologis dan sekaligus spiritual mengenai kekayaan mahaberharga dari Ekaristi dan devosinya, khususnya Adorasi Ekaristi. Buku ini mengajak kita untuk memasuki tema-tema teologis tentang Ekaristi yang tidak biasa kita renungankan. Akan tetapi bila kita memulai membaca tulisan ini, dengan segera kita dibawa masuk ke dalam kekayaan misteri iman yang begitu mengagumkan. Tanpa terasa, berbagai dimensi kekayaan iman akan misteri Ekaristi begitu mudah kita salami dan selanjutnya (semoga) kita didorong untuk tinggal dalam Kristus dan berubah!

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org


Senin, Maret 05, 2012







KURSUS KITAB SUCI Mar-Apr 12___New!

Yayasan Lembaga Biblika Indonesia membuka Kursus Kitab Suci (Tematik) periode Januari - Februari 2012. Kursus diadakan setiap Senin & Kamis pkl. 09.00-11.00 WIB. Tema Kursus Kitab Suci periode ini; Pengantar Perjanjian Lama & Pengantar Perjanjian Baru



Taurat >>>>> Setiap Senin pkl 09.00 - 11.00
Injil Sinoptik >>> Setiap Kamis pkl 09.00 - 11.00

Informasi : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 – 93692428
Email : kks@biblikaindonesia.org

Jumat, Maret 02, 2012










“ MENGENAL SASTRA APOKALIPTIK”



RINGKASAN WB VOL.12
NO. 2, APRIL-JUNI 2012
New
Harga Rp. 9.000,-

Artikel Utama
ADA APA DENGAN SASTRA APOKALIPTIK? (Indra Sanjaya, Pr)
Dalam kehidupan umat beriman Kristiani, Kitab Suci hampir selalu mendapatkan nama yang harum. Meski demikian, disadari bahwa beberapa bagian dari Kitab Suci ternyata tidak selalu dapat menawarkan kelegaan, malah sebaliknya, terkesan membawa aroma menyeramkan.

SIMBOLISME KITAB WAHYU (Hortensius Mandaru)
Kitab Wahyu amat populer justru karena umumnya salah dipahami! Banyak orang membaca kitab ini sebagai ramalan atau petunjuk tentang akhir zaman. Mereka yakin bahwa Yohanes mendapat pengetahuan detail dari Yesus tentang akhir zaman itu, lalu menyampaikannya dengan pelbagai kode dan simbol yang penuh misteri. Benarkah demikian?

APOKALIPTISISME DALAM KITAB PARA PENJAGA (Albertus Purnomo, OFM)
Mari mengenal salah satu kisah penting dalam kitab 1 Henokh, yakni legenda para malaikat penjaga, yang pada intinya bicara tentang pemberontakan sejumlah malaikat terhadap Allah. Kita mengenalnya dengan sebutan kisah “jatuhnya para malaikat” atau asal-usul Iblis (Lucifer).

Kerasulan Kitab Suci
MEMBACA PERUMPAMAAN (Y.M. Seto Marsunu)
Ketika membaca perumpamaan, penting bahwa kita jangan sampai terjebak untuk mencari penjelasan rinci mengenai ceritanya. Lalu apa yang harus kita lakukan, agar dapat memahami makna suatu perumpamaan secara tepat?

Perikop-perikop Sulit
JANGAN MENCURI(Jarot Hadianto)
Di antara sepuluh firman yang dinyatakan Allah kepada orang Israel setelah mereka lepas dari perbudakan Mesir, ‘jangan mencuri’ terhitung sebagai firman yang ketujuh. Perintah ini sering dikritik sebagai pembelaan terhadap orang-orang kaya. Mengapa bisa begitu?

Apa Kata Kitab Suci tentang…
ABU & MAKNA SIMBOLISNYA (Alfons Jehadut)
Apa kata Kitab Suci tentang abu? Apa makna simbolis dari tindak menaruh abu di atas kepala atau di bagian tubuh lainnya? Apa makna simbolis abu dalam perayaan liturgi hari Rabu Abu?


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 – 93692428
Email : pks@biblikaindonesia.org