Senin, Mei 24, 2010

Mazmur 90

SEORANG PEMABUK DI AMBANG MAUT

Jarot Hadianto

“Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun…” (Mzm. 90:10)

Patut disayangkan bahwa dulu-dulu tidak ada yang memberi tahu aku kalau tuak bisa saja mengirimku ke liang kubur. Sekarang, setelah berbotol-botol tuak yang kutenggak membuatku tak berdaya terkapar di ranjang, barulah orang-orang menjengukku dan mengatakan hal itu dengan wajah prihatin. Mereka bilang, jauhi minuman setan itu! Jangan minum minuman yang memabukkan, mabuk adalah sumber segala dosa! Yang lain bilang, bolehlah cicip sedikit-sedikit, asal jangan sampai mabuk! Sia-sia semua nasihat itu. Badanku lemah dan menguning, sementara tanganku berlubang-lubang ditembus jarum suntik dan selang infus. Sudah terlambat!

Dari pembaringan, dengan tatapan nanar kulihat para pendoa berdatangan. Mereka mengelilingi aku dan serentak mengangkat tangannya ke atas tubuhku. Mulut mereka komat-kamit memanjatkan doa agar roh jahat, yakni roh jahat dari dalam tuak yang kuminum, enyah meninggalkan diriku untuk selama-lamanya. Tentunya mereka itu berdoa dengan sepenuh hati, tapi sayang doanya tidak manjur. Aku tidak merasakan perubahan apa-apa pada diriku.

Setelah itu, ketika melihat dokter berbisik-bisik dengan keluargaku, tahulah aku bahwa diriku dalam bahaya. Benar saja, tak lama kemudian seorang imam dengan wajah mengerikan tiba-tiba datang ke kamarku dan memberiku sakramen terakhir. Aku mengeluh dan meneteskan air mata. Ya Tuhan, umurku rupanya tak lagi panjang. Aku sungguh merasa hancur, hina, dan papa.

Kembalilah, hai anak manusia!

Imam itu tidak memberi tahu kapan aku akan mati. Dengan agak kurang berperasaan, ia hanya mendoakan aku agar sabar menghadapi segala sesuatu dan berpasrah diri menerima segala rencana Tuhan atas diriku. Mendengar bahwa sakitku ini karena kegemaran minum tuak, ia menambahkan harapan semoga aku kelak diterima di surga.

Maka, yang aku buat setelah itu hanyalah menanti-nanti. Kapan ya nafasku akan mulai tersengal-sengal? Kapan ya pandanganku akan tiba-tiba menjadi gelap? Kata orang, itulah tanda-tanda kedatangan malaikat maut yang hendak mencabut nyawa manusia. Aku pikir, malaikat itu akan langsung menunaikan tugasnya segera setelah sang imam melangkah meninggalkan kamarku. Tapi ternyata tidak. Yang ada hanyalah kesunyian yang membuatku semakin gelisah.

Mengisi waktu sebelum berpindah ke alam lain, aku mencoba mengetuk hati Tuhan. Seperti orang gila, aku berbicara dengan kayu salib yang ditaruh di samping ranjangku. “Tuhan,” sapaku dengan memelas, “aku terlalu muda untuk mati!” Dengan egois kusebut nama tetangga-tetanggaku yang lebih tua yang tidak mati-mati. Kenapa mereka tidak diambil lebih dulu? Lagi pula kelakuan mereka toh lebih parah dari aku. Pak Edi itu jelas-jelas suka korupsi; Pak Budi suka marah dan menyiksa anak-istri; dan Tuhan pasti tahu kalau Pak Roni yang gendut itu punya simpanan sampai dua. “Tuhan, aku cuma mabuk-mabukkan. Aku tidak mencuri, tidak merugikan orang lain, paling-paling mengganggu tetangga saat menyanyi keras-keras akibat pengaruh alkohol. Aku mohon Tuhan, aku mohon, berilah aku kesempatan kedua…”

Sepi. Tidak ada jawaban. Doaku membentur tembok. Manusia berasal dari debu, akan kembali menjadi debu, dan saat bagiku untuk kembali menjadi debu agaknya telah tiba. Tuhan telah berseru kepadaku, "Kembalilah, hai anak manusia!" Dan rupanya Dia tak bermaksud membatalkan panggilan-Nya itu.

Hidup berjalan begitu cepat

Pandanganku beralih dari kayu salib, lalu terarah kepada jam dinding yang menempel di tembok. Tik… tak… tik… tak… suasana yang sepi membuat detak jarumnya terdengar jelas. Pukul 10.35 malam. Satu setengah jam lagi hari baru akan tiba. Akankah aku menikmati hari baru itu? Ataukah umurku akan disudahi malam ini? Ah, aku bisa apa. Mungkin sudah nasibku harus berakhir malam ini. Lagi pula mati hari ini atau esok hari apa bedanya. Dia yang tinggal dalam keabadian tak mengenal waktu. Kan ada yang bilang, “Di mata-Nya seribu tahun sama seperti hari kemarin, sama seperti suatu giliran ronda malam…”

Tiba-tiba aku teringat pada hari-hariku yang telah lalu. Baru kusadari bahwa hidup berjalan begitu cepat. Apa saja yang sudah kulakukan? Prestasi apa yang telah kuraih? Malu rasanya, aku ini ternyata hanyalah manusia yang biasa-biasa saja, tidak punya suatu pencapaian yang patut dibanggakan. Kalaupun ada, akhir hidup dengan cara seperti ini dengan segera akan menghapus segala pencapaian itu. Jadi sudahlah, kulupakan saja semua piala, piagam, pengakuan, dan pujian orang-orang kepadaku. Semuanya sia-sia belaka, sebab hari ini aku ada dan besok aku sudah tidak ada. Merenungkan hal itu, tiba-tiba air mataku bercucuran lagi.

Tanpa catatan prestasi yang gemilang, akankah kelak orang mengingat aku? Jika ya, apa yang mereka ingat tentang diriku? Aku jadi merasa cemas. Keluargaku yang suka iseng bisa-bisa menulis “Wafat karena Tuak” di atas nisanku, sehingga seluruh pengunjung kuburan tahu bahwa aku tukang mabuk. Gawat, aku tidak mau dikenang sebagai orang yang mati karena keranjingan alkohol! Kuharap aku masih sempat berbicara kepada keluargaku. Akan kuperingatkan mereka agar berhati-hati menulis sesuatu di atas nisanku. Kalimat-kalimat indah dari Kitab Suci bolehlah. “Rest in Peace” rasanya juga sudah cukup.

Harus diisi sebaik mungkin, tapi…

Hik! Mendadak aku tersedak. Aku pun langsung terperanjat. Jantung ini rasanya berdegup kencang dug… dag… dug… dag… Apakah malaikat maut sudah datang? Apakah nyawaku akan segera dicabut? Aku melihat ke kanan dan ke kiri, mencari-cari penampakan makhluk surgawi, tapi ternyata tidak ada siapa-siapa. Oh, ternyata saatku belum tiba. Aku tersedak karena kurang minum, bukan karena mau mati. Maka buru-buru kubasahi tenggorokanku dengan air. Aku sangat gugup. Meskipun sudah siap sedemikian rupa, kematian tetap saja mencemaskan!

Kalau saja aku boleh berharap, sebenarnya aku ingin hidup sampai usia lanjut. Sebab aku pernah mendengar orang berkata, “Batas umur manusia itu 70 tahun, atau 80 jika kuat…” Lha aku, setengahnya saja belum! Jadi aku merasa masih berhak menikmati segarnya udara pagi lebih lama lagi. Aku juga masih ingin mendengarkan kicauan burung di udara dan merasakan hangatnya sinar mentari.

Namun harus kuakui, kalimat tadi sebenarnya tidak hendak menyatakan bahwa umur seseorang harus mencapai 70 atau 80 tahun. Kalimat itu belum selesai. Selengkapnya kurang lebih dikatakan, “Batas umur manusia itu 70 tahun, atau 80 jika kuat, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan.” Jadi yang aku dengar itu rupanya suatu keluhan betapa hidup manusia begitu panjang, tapi isinya semata-mata hanya duka, derita, dan masalah.

Agaknya banyak orang merasa kalau hidupnya tidak bahagia. Penyebabnya, mereka tidak tahu bagaimana mengisi hari-hari hidupnya dengan baik. Ada yang tadinya merasa bahwa makan enak akan mendatangkan kebahagiaan. Ternyata yang datang bukan kebahagiaan, melainkan kegendutan. Setelah perut jadi buncit, derita demi derita jadi rajin menghampiri orang itu, seiring dengan munculnya macam-macam penyakit dan habisnya harta benda untuk biaya pengobatan.

Hmmm… mirip-mirip dengan aku. Aku juga tidak tahu bagaimana mengisi hidupku dengan baik. Dan apa akibatnya? Lihatlah, sekarang ini aku sedang tertimpa hukuman. Tapi bukan sombong, aku tidak sampai menyalahkan Tuhan atas keadaanku saat ini. Kan bukan Tuhan yang menyuruhku minum tuak sampai teler? Ya, ini semua karena kebodohanku. Aku telah mendatangkan hukuman bagi diriku sendiri.

Akhirnya

Kesadaran itu sungguh membuatku terhibur. Ah, si bodoh ini sedikit banyak telah belajar bijak di akhir hidupnya. Kesalahanku kuakui, dan Tuhan tidak kutuding sebagai penyebab malapetaka yang menimpaku ini. Kini pada kemurahan-Nya aku berpasrah. Jika Ia mau mengambilku sekarang, silakan. Umur tak lagi jadi soal. Hidupku berasal dari-Nya, Ia berhak mengambilnya kapan saja.

Di sisi lain, aku tetap memohon agar Ia sudi menyelamatkan nyawaku. Aku tetap mengharapkan adanya kesempatan kedua. Maka aku kembali memanjatkan doa: “Tuhan,” demikian bisikku perlahan, “seandainya aku Kauanugerahi kehidupan, aku janji akan hidup lebih baik lagi. Aku janji tak akan minum tuak lagi. Lain kali aku akan minum teh botol saja!”***

Kepustakaan

Barth, Marie Claire, dan B.A. Pareira. Tafsir Alkitab: Kitab Mazmur 73-150. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.

Mays, James L. Psalms. Louisville: John Knox Press, 1994.

Stuhlmueller, Carroll. Psalms 2. Delaware: Michael Glazier, Inc, 1983.









9 HARI DOA NOVENA: Hidup dalam Roh
A. Mintara Sufiyanta, SJ
Cet.1, 2010, 105 x 155 mm, 82 hlm, OBOR
Harga Rp 13.000,-
Harga Member Rp. 11.700,- (disc 10%)
Kategori : Liturgi
ISBN-13: 978-979-565-541-1
ISBN-10: 979-565-541-8


Buku yang berisi Doa Novena 9 hari ini mengajak Anda untuk memohon diberikan Roh Kudus seperti yang dijanjikan oleh Yesus Kristus dan seperti yang dialami para rasul pada hari Pentakosta. Selama 9 hari sejak KENAIKAN TUHAN, para rasul selalu menanti penuh harapan akan janji Kristus, hingga tiba pada hari PENTAKOSTA, Roh Kudus turun atas mereka.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org










SANTA BERNADETTE SOUBIROUS : Cahaya dari Grotto
Anne Eileen Hefferman, FSP & Mary Elisabeth Tebo, FSP
Cet.2, 2010, 110 x 175 mm, 94 hlm, OBOR
Harga Rp 15.000,-
Harga Member Rp. 13.500,- (disc 10%)
Kategori : Rohani
ISBN-13: 978-979-565-292-2
ISBN-10: 979-565-292-3


Dalam buku ini disajikan kisah/informasi yang lebih lengkap tentang masa kecil Bernadette, kehidupan pascapenampakan, masuk biara, akhir hayat, beatifikasi, kanonisasi, tentang Lourdes, dan sebagainya; juga disajikan foto-foto dan ilustrasi yang berbeda dari edisi sebelumnya, yang tentu lebih up to date. Di dalam buku edisi revisi ini juga ditambahkan dua pilihan doa Novena: Novena kepada Bunda Maria dari Lourdes (1) dan Novena kepada Maria dari Lourdes (2). Di dalam keuda Novena tersebut, kita berdoa kepada Tuhan dengan perantaraan/bantuan Bunda Maria dan Santa Bernadette.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org









SESEJUK AIR BAPTIS: Kenangan Pembaptisan Dewasa
F.X. Didik Bagiyowinadi, Pr
Cet.1, 2010, 140 x 140 mm, 131 hlm, OBOR
Harga Rp 19.000,-
Harga Member Rp. 17.100,- (disc 10%)
Kategori : Sakramen
ISBN-13: 978-979-565-535-0
ISBN-10: 979-565-535-3


Melalui buku ini, para baptisan remaja-dewasa diajak untuk mengenang momen pembaptisannya, mensyukuri aneka anugrah pembaptisan, dan terlebih semoga juga didorong makin bertumbuh dalam iman Katolik dan menghasilkan banyak buah. Dilengkapi juga aneka ilustrasi menarik.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org










CARILAH WAJAH-KU
Patrisius Pa, SVD
Cet.1, 2010, 110 x 175 mm, 72hlm, OBOR
Harga Rp 15.000,-
Harga Member Rp. 13.500,- (disc 10%)
Kategori : Spiritual
ISBN-13: 978-979-565-538-1
ISBN-10: 979-565-538-8


Pokok-pokok renungan dalam buku kecil ini mengundang kita untuk menciptakan rasa haus akan Allah, menemukan Wajah Allah dalam Wjah Yesus yang berbelas kasih, dan memulihkan Wajah Kristus dalam wajah-wajah sesama di sekitar kita.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org










SPIRITUALITAS PERTOBATAN: Pintu Masuk Kerajaan Allah
Mgr. Hubertus Leteng
Cet.1, 2010, 140 x 210 mm, 211 hlm, OBOR
Harga Rp 38.000,-
Harga Member Rp. 34.200,- (disc 10%)
Kategori : Spiritual
ISBN-13: 978-979-565-539-8
ISBN-10: 979-565-539-6


Aneka refleksi dan renungan yang dapat dipakai secara pribadi maupun komunitas, dalam berbagai kesempatan rekoleksi atau retret sepanjang tahun, untuk meneguhkan langkah-langkah idealisme dan cita-cita, usaha dan perjuangan kita dalam perjalanan menuju masa depan hidup di dunia ini.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org










PAUS DAN KEKUASAAN
Robert McClory
Cet.1, 2010, 150 x 230 mm, 299 hlm, OBOR
Harga Rp 55.000,-
Harga Member Rp. 49.500,- (disc 10%)
Kategori : Rohani
ISBN-13: 978-979-565-537-4
ISBN-10: 979-565-537-X


Berbeda dari karya-karya lain yang membicarakan tema yang sama, Paus dan Kekuasaan adalah suatu uraian yang segar, yang mudah diterima dan tidak berat sebelah, yang memberikan pengertian baru dan demikian mengagumkan tentang isu yang menarik sepanjang zaman. Bagi mereka yang ingin mengetahui bagaimana kisah yang sebenarnya tentang sebuah doktrin Katolik yang sarat kontroversi itu, atau tentang orang-orang yang terlibat langsung di dalamnya, harus membaca buku ini.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org










READ & KNOW BIBLE
by Lion Hudson plc, Oxford, England.Copyright © 2008 Sophie Piper
Cet.1, 2010, 180 x 220 mm, 384 hlm, KANISIUS
Harga Rp 180.000,- (Full Colour)
Harga Member Rp. 162.000,- (disc 10%)
Kategori : Kitab Suci
ISBN : 978-979-21-2541-2


Di dalam buku ini, Anda akan menemukan kisah-kisah bijaksana dan hebat dari zaman dahulu – kisah di hati iman kristiani. Semua kisah besar, dari awal sampai akhir, di tambah dengan fakta yang menarik.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org










DOA-DOA KEPADA SANTO-SANTA KESAYANGANKU 2
Rev. Lawrence G. Lovasik, SVD
Cet.1, 2010, 135 x 190 mm, 32 hlm, YPN
Harga Rp 18.000,-
Harga Member Rp. 16.200,- (disc 10%)
Kategori : Rohani
ISBN : 979-719-521-X


Buku seri Doa-doa kepada Santo-Santa Kesayanganku agar Anda dan keluarga Anda lebih mengenal Santo-Santa pelindung Anda dan dapat meneladani hidup mereka.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org










DOA-DOA KEPADA SANTO-SANTA KESAYANGANKU 1
Rev. Lawrence G. Lovasik, SVD
Cet.1, 2010, 135 x 190 mm, 32 hlm, YPN
Harga Rp 18.000,-
Harga Member Rp. 16.200,- (disc 10%)
Kategori : Rohani
ISBN : 979-719-520-1


Buku seri Doa-doa kepada Santo-Santa Kesayanganku agar Anda dan keluarga Anda lebih mengenal Santo-Santa pelindung Anda dan dapat meneladani hidup mereka.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org










PENJELASAN PRAKTIS TATA PERAYAAN SABDA
Aloysius Lerebulan, MSC
Cet.1, 2010, 125 x 190 mm, 52 hlm, KANISIUS
Harga Rp 10.000,-
Harga Member Rp. 9.000,- (disc 10%)
Kategori : Liturgi
ISBN : 978-979-21-2613-6


Buku sederhana ini memberi informasi yang sangat praktis tentang urutan liturgi, maksud dari setiap urutan itu, dan cara menyusun doa [ada contoh doa yang rumusannya keliru]. Tidak hanya itu. Di bagian akhir, penulis bahkan memberikan bonus satu paket Ibadat Sabda yang komplet dengan mengangkat tema Perutusan. Dengan buku ini, Anda pasti siap diutus untuk menjadi pewarta sabda di lingkungan.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org









DUTA BAGI KRISTUS : Latar Belakang Peta Perjalanan Paulus
William Barclay
Cet.6, 2009, 130 x 180 mm, viii + 233 hlm, BPK
Harga Rp 30.000,-
Harga Member Rp. 27.000,- (disc 10%)
Kategori : Kitab Suci
ISBN : 978-979-415-386-4


Dengan sangat menarik buku ini mengisahkan seorang Yahudi asli, Farisi, warga negara Roma, penganiayaan orang-orang Kristen, yang secara dramatis berpaling dan berbalik menjadi utusan Injil terbesar. Melalui buku ini juga, pembaca bisa merasakan tekanan dan ketegangan kehidupan di Asia Kecil dan Laut Tengah pada abad pertama, terutama yang dialami oleh kelompok-kelompok kecil orang-orang Kristen. Kita bisa melihat Paulus yang bertubuh kecil sebagai rasul pembawa berita Injil Yesus ke pusat dunia di jamannya, tanpa terhalang oleh kelemahan fisiknya.

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428

Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org

Senin, Mei 10, 2010

Mazmur 22

IN MEMORIAM: YESUS
Jarot Hadianto

Di ketinggian Ia tergantung. Tangan dan kaki-Nya dipaku, kepala-Nya berhiaskan mahkota duri, dan darah tercurah keluar dari segala penjuru tubuh-Nya. Dialah Yesus, orang benar yang oleh pengadilan sesat dihakimi sebagai pemberontak, bahkan penghujat Allah. Hukuman mati dijatuhkan pada-Nya, dan betapa puasnya mereka ketika melihat Dia akhirnya menyambut maut dengan cara yang sangat-sangat hina.

Di sisi lain, Yesus yang tergantung di kayu salib tengah bergulat antara hidup dan mati. Luka di sekujur tubuh-Nya menimbulkan sakit yang tak terkatakan lagi. Sayang, bagi-Nya tak ada pertolongan, tak ada bantuan. Ia harus berjuang sendiri melawan maut. Di puncak penderitaan-Nya, tiba-tiba saja Ia berseru dengan suara nyaring, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46; Mrk. 15:34).

Setiap Jumat Agung, seruan itu senantiasa bergema, dan kita pun terharu mendengarnya. Tanpa sadar, kita menjadi saksi kematian orang yang tak bersalah, dan Dia adalah Putra Allah sendiri! Berjuta pertanyaan tiba-tiba muncul dan berkecamuk dalam benak kita: Mengapa orang benar harus mati sedemikian hina? Mengapa Allah diam saja? Mengapa Ia tega membiarkan Yesus menderita? Mengenai seruan Yesus, benarkah Ia sampai merasa ditinggalkan Allah? Apakah Dia tidak percaya lagi pada kebaikan Allah, Bapa-Nya?


Aku berseru, Engkau tetap jauh

Mzm. 22 dapat menuntun kita menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Perhatian, mazmur ini sangat hebat! Banyak orang memuji untaian syairnya yang indah luar biasa. Mazmur ini juga dinilai efektif dalam mengungkapkan isi hati orang yang sengsara, sampai-sampai Yesus yang tengah menderita di kayu salib pun terinspirasi olehnya. Coba kita simak bagian awal mazmur ini:

“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang” (Mzm. 22:2-3).

Pemazmur agaknya seorang beriman yang sedang dirundung malang. Mungkin ia sedang menderita sakit yang berat, sedang meringkuk dalam gelapnya penjara, atau mungkin juga ia sedang menghadapi dakwaan meski sebenarnya tak ada sedikit pun kesalahan padanya. Yang jelas, ia berada dalam situasi terjepit, dan kepada siapa lagi ia dapat minta tolong, selain kepada Allah yang ia percaya. Sayang, harapan itu bertepuk sebelah tangan, pertolongan yang dinanti tak kunjung datang.

Penderitaan Pemazmur menghebat. Ia menjerit semakin keras, “Allahku, Allahku!” Sampai dua kali ia menyebut Allah, itu artinya keadaannya semakin kritis. Dan apa jawaban Allah? Ia tetap saja tidak bereaksi apa-apa. Hal itu membuat Pemazmur merasa kecewa. Mengapa, mengapa Allah berpaling darinya? Bukankah selama ini ia selalu melakukan kebenaran? Ia sungguh tidak mengerti. Kepada Allah, sebenarnya tak banyak yang ia minta, sekadar kesediaan untuk mendengar keluh kesahnya, juga pertolongan pada saat-saat yang genting itu. Tapi anehnya, terhadap permohonan yang sedikit itu pun Allah tidak peduli!

Yang paling membuat Pemazmur gelisah dan tersiksa ternyata bukan penderitaan hebat yang tengah ditanggungnya, melainkan sikap Allah yang diam. Mengapa tak ada jawaban dari-Nya, padahal ia sudah berseru-seru sepanjang hari? Apakah Allah telah menolaknya, membuangnya, dan meninggalkannya secara total? Batin Pemazmur menjadi bimbang. Ia terombang-ambing antara percaya pada kebaikan Allah dengan kenyataan bahwa ia dibiarkan sendiri.


Kepada-Mu aku diserahkan sejak lahir

Dari lubuk hatinya yang paling dalam, Pemazmur didera rasa kecewa yang teramat sangat. Allah yang kudus tidak tergerak melihat penderitaannya. Lukanya makin dalam kalau ingat bahwa selama ini ia selalu menaati kehendak Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Jadi, kurang apa lagi? Dalam kondisi saat itu, ia merasa martabatnya sebagai manusia hilang musnah: “Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak” (Mzm. 22:7). Ia memang mesti menanggung penghinaan besar. Orang yang melihat dia beramai-ramai melontarkan ejekan. Mereka mengatakan, imannya kepada Tuhan itu tidak berguna!

“Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?” (Mzm. 22:9).

Namun, penderitaan yang hebat, Allah yang membisu, dan juga ejekan banyak orang tidak membuat Pemazmur lalu memutuskan hubungannya dengan Allah. Dengarlah, ia mengawali ratapannya ini dengan tetap menyebut Allah sebagai “Allah-ku” (22:2). Artinya, ia tidak berpaling dari-Nya. Sekalipun Allah saat itu tidak turun tangan untuk menolong dia, dia tetap beriman kepada-Nya.

“Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku. Kepada-Mu aku diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku Engkaulah Allahku” (Mzm. 22:10-11).

Iman macam apa yang dimiliki seseorang yang hidupnya baik-baik saja? Bukankah iman sejati lahir di tengah-tengah penderitaan? Bukankah emas dan perak harus dibakar terlebih dahulu di tungku api agar menjadi murni? Dengan kesadaran itu, Pemazmur mendapat semangat, kekuatan, dan pengharapan yang baru. Ia ingat bahwa Allahlah yang memberinya kehidupan. Allah juga yang membuat dia dapat tumbuh dan berkembang. Sejak dia masih belia, Allah selalu melindunginya. Jadi, kenapa ia sekarang meragukan pertolongan-Nya? Tangan Tuhan kiranya tetap bekerja, mungkin dengan cara yang tidak ia ketahui. Pemazmur lalu berubah sikap, batinnya menjadi tenang. Kini ia melihat penderitaan sebagai ujian bagi keteguhan imannya. Dan, ia yakin bahwa imannya itu tak akan sia-sia.


Dia setia dalam iman … sampai mati

Di kemudian hari, ratapan sang Pemazmur menjadi doa, juga inspirasi bagi orang-orang yang dilanda derita, termasuk Yesus yang tengah bergulat dengan maut di keheningan kayu salib. Yesus tengah berada di puncak kehidupan-Nya, puncak karya-Nya, dan puncak ketaatan-Nya kepada Bapa. Lihatlah, ketaatan itu tidak mengantar Yesus pada kemuliaan duniawi, tapi malah menggiring-Nya pada salib di Bukit Golgota. Pahit! Tidak ada yang tahu perasaan apa yang berkecamuk dalam batin Yesus, namun sungguh wajarlah jika saat itu Ia pun mengalami pergulatan yang hebat. Dan, ketika ketakutan, kesendirian, dan rasa sakit sudah bercampur aduk menjadi satu, sampailah Yesus pada titik kritis: Ia merasa ditinggalkan Bapa.

Mungkin kita jadi terheran-heran: Mengapa Yesus sampai mengeluh? Mengapa Ia sampai merasa ditinggalkan Bapa? Saudara-saudari sekalian, izinkanlah Yesus mengeluh. Dia juga manusia yang bisa merasa marah (Mrk. 8:33), gentar (Mat. 26:38), sedih (Yoh. 11:33), bahkan menangis (Yoh. 11:35); apalagi mengeluh! Sikap tersebut sebenarnya di sini juga tidak terlalu aneh, mengingat dalam kisah sengsara, sisi kemanusiaan Yesus memang sangat ditekankan (bdk. Flp. 2:8). Namun mesti diingat, keluhan Yesus terinspirasi oleh Mzm. 22. Meski Ia hanya mengutip bagian awal, gagasan yang ingin disampaikan adalah keseluruhan mazmur tersebut. Itu berarti, meskipun Yesus merasa ditinggalkan Bapa, Ia tetap percaya teguh kepada-Nya, persis seperti yang dilakukan oleh sang Pemazmur.


Penutup

Penderitaan orang benar selalu menimbulkan keraguan akan kuasa dan kebaikan hati Allah. Mengapa Ia diam saja? Mengapa ia membiarkan orang baik binasa di tangan orang jahat? Peristiwa Yesus menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, bahwa meskipun ada ketegangan antara iman dan kenyataan, Allah tidak pernah mengabaikan orang yang percaya kepada-Nya. Yesus memang akhirnya meninggal, tapi lihatlah, Allah “menindaklanjutinya” dengan kebangkitan. Karena itu, bagi orang beriman, kebangkitan Yesus menjadi bukti banyak hal: bukti perhatian Allah terhadap keluh kesah manusia, bukti kebenaran iman mereka, juga bukti bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya.

Dengan terang Mzm. 22, penderitaan Yesus dan kebangkitan-Nya menjadi titik pijak bagi siapa saja yang memegang teguh komitmen iman mereka. Situasi boleh memburuk, silakan saja malapetaka datang bertubi-tubi, tapi iman kita akan kebaikan hati Allah tak boleh goyah sedikit pun. Sebab, dengan cara yang misterius, yang kadang tidak kita mengerti, perlindungan-Nya akan senantiasa menjadi perisai kita. Akhir kata, in memoriam: Yesus, Putra Allah yang mati akibat kejahatan manusia; Ia telah mati, namun pada hari ketiga bangkit kembali.***


Kepustakaan

Barth, Marie Claire, dan B.A. Pareira. Tafsir Alkitab: Kitab Mazmur 1-72. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Harun, Martin. Berdoa Bersama Umat Tuhan: Berguru pada Kitab Mazmur. Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Knight, G.A.F. Psalms Volume I: The Daily Study Bible. Edinburgh: The Saint Andrew Press, 1982.
Mays, James L. Psalms. Louisville: John Knox Press, 1994.
Stuhlmueller, Carroll. Psalms 1. Delaware: Michael Glazier, Inc, 1983.