Kamis, Maret 29, 2012

TAK RELA ALLAH BERMURAH HATI
Jarot Hadianto

Seperti apakah Anda membayangkan dua belas murid Yesus? Dua belas orang yang imannya luar biasa; seia sekata dalam pikiran dan perbuatan; kelompok yang saling mengasihi satu sama lain; dan senantiasa kompak berjalan mengiringi perjalanan Yesus, sang guru? Gambaran seperti itu tampaknya terlalu ideal. Akan lebih baik kiranya jika kelompok itu dipandang sebagai kumpulan orang yang di satu sisi istimewa, tapi di sisi lain juga – sebagaimana manusia pada umumnya – memiliki kelemahan. Dalam serial dokumenter berjudul Bible Mysteries: Solving The Bible’s Greatest Mysteries episode The Disciples (BBC/Discovery Channel, 2005), sejumlah pakar Kitab Suci menilai kelompok dua belas itu sebagai “bencana”. Dengan beragam latar belakang (nelayan, pemungut cukai, pemberontak), mereka memperkirakan kebersamaan para murid mestinya cukup sering diwarnai dengan konflik dan ketidakcocokan. Tindakan Yudas yang memisahkan diri dari kelompok itu dan mengkhianati Yesus dengan cukup sangat jelas menunjukkan gejala tersebut.

Mungkinkah Yesus sebagai pemimpin kelompok pernah juga mengalami kesulitan dalam mengatur para murid yang sifatnya sangat beragam itu? Bisa jadi. Kali ini misalnya, Ia mengisahkan perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur (Mat. 20:1-16) untuk menggambarkan kepada para murid bahwa kedudukan manusia di hadapan Allah itu sama. Eh, tidak lama sesudahnya (lih. Mat. 20:20-28) dua belas murid itu tetap saja bertengkar berebut menjadi orang yang paling berkuasa!

MATIUS 20:1-16
1 “Adapun hal Kerajaan Surga sama seperti seorang pemilik kebun anggur yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. 2 Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. 3 Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. 4 Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi. 5 Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar dan melakukan hal yang sama. 6 Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? 7 Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. 8 Ketika hari malam pemilik kebun itu berkata kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk pertama. 9 Lalu datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. 10 Kemudian datanglah mereka yang masuk pertama, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. 11 Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, 12 katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. 13 Tetapi pemilik kebun itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? 14 Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. 15 Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?16 Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir.”

Struktur Teks
Agar tidak terjadi salah paham, perumpamaan di atas perlu ditafsirkan dengan memperhatikan konteksnya. Petrus sebelumnya mempertanyakan apa yang akan mereka peroleh karena mereka telah meninggalkan semuanya demi mengikuti Yesus (Mat. 19:27). Menjawab pertanyaan itu, Yesus pun menjanjikan kepada mereka kemuliaan dan hidup kekal (Mat. 19:28-29). Tapi, agar karunia yang luar biasa itu tidak membuat mereka besar kepala, Yesus lalu mengisahkan perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur. Tema perumpamaan ini adalah “yang pertama akan menjadi yang terakhir, yang terakhir akan menjadi yang pertama”.

Mat. 20:1-16 dapat kita bagi demikian:
Ay. 1-7 = Seorang pemilik kebun anggur lima kali keluar rumah dalam rangka mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya.
Ay. 8-10 = Para pekerja, tidak peduli mulai bekerja jam berapa, mendapat upah yang sama.
Ay. 11-15 = Hal itu membuat kecewa mereka yang bekerja mulai pagi hari. Si pemilik kebun anggur menanggapi kekecewaan itu.
Ay. 16 = Tema perumpamaan ini ditegaskan.

Ulasan Teks
Seorang tuan mencari pekerja
Kepada murid-murid-Nya Yesus berkisah tentang seorang pemilik kebun anggur yang sampai lima kali keluar dari tempat tinggalnya dalam rangka mencari pekerja-pekerja bagi kebunnya. Layaknya suatu perumpamaan, kita akan menemui sejumlah detail yang tidak jelas (dan memang tidak perlu dijelaskan), seperti untuk apa si pemilik kebun anggur membutuhkan pekerja yang cukup banyak; apa persisnya pekerjaan mereka; mengapa pekerja-pekerja itu tidak direkrut pada waktu yang sama; dan mengapa beberapa saat sebelum jam kerja habis si tuan masih juga merekrut pekerja baru.

Yang jelas si tuan mencari pekerja saat pagi-pagi benar (jam 06.00), jam 09.00, 12.00, 15.00, dan jam 17.00. Dengan para pekerja yang ditemui jam 06.00 pagi terjalin kesepakatan bahwa mereka akan mendapat upah sebesar sedinar sehari. Kesepakatan mengenai besarnya upah pekerja-pekerja yang ditemui jam 09.00, 12.00, dan 15.00 kurang jelas, hanya dikatakan bahwa mereka akan mendapatkan “apa yang pantas”. Dialog dengan para pekerja yang direkrut terakhir malah tidak menyinggung soal upah sama sekali.

Kita boleh mengabaikan mereka yang bekerja mulai jam 09.00, 12.00, dan 15.00. Sebab, fokus perumpamaan ini adalah si pemilik kebun anggur, pekerja-pekerja pertama, dan pekerja-pekerja terakhir. Dari awal kita sudah tahu bahwa pekerja-pekerja pertama akan mendapat upah sedinar sehari. Ketegangan pun mulai muncul: dibayar berapa kira-kira para pekerja yang datang terakhir, yang tak sempat berkeringat karena hanya bekerja satu jam itu?

Semua dapat satu dinar
Tak menunggu lama, pertanyaan itu segera dijawab. Ketika malam tiba (dibayangkan jam 18.00), seluruh pekerja dikumpulkan untuk mendapatkan bayarannya. Saat itu si tuan punya kehendak yang aneh, ia ingin urutan pembayaran upah dibalik: pekerja yang datang terakhir mesti dibayar lebih dulu, dan sebaliknya pekerja yang datang pertama dibayar paling belakang. Dari sudut pandang Yesus sebagai pencerita, pembalikan ini dimaksudkan untuk menyatakan pesan yang ingin disampaikan-Nya bahwa “yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir” (19:30; 20:16). Sedangkan jika kita mempertimbangkan alur kisahnya, pembalikan ini perlu agar para pekerja yang datang pertama melihat berapa besar upah yang diterima pekerja-pekerja yang datang paling akhir.

Maka mereka pun tahu bahwa rekan-rekan mereka yang bekerja satu jam saja itu mendapat upah satu dinar. Boleh dibayangkan, melihat itu hati mereka pun berbunga-bunga penuh harap. Menurut logika, pantaslah jika mereka mendapat upah yang lebih banyak, sebab mereka sudah bekerja mandi keringat sejak matahari terbit. Makin mantap kalau hitungan matematis dipakai: kerja 1 jam dapat 1 dinar; mereka kerja 12 jam, jadi tepat sekali andai mereka dibayar 12 dinar. Biarlah mendapat giliran paling belakang, yang penting mereka mendapat upah paling besar!

Sayang begitu gilirannya tiba, asa yang membubung tinggi itu musnah dalam sekejap. Si tuan membayar upah tidak berdasar logika, tidak pula berdasar rumus matematika, tapi ia berpegang pada perjanjian yang sebelumnya telah mereka sepakati bersama. Alhasil pekerja-pekerja yang bekerja mulai pagi ini pun gigit jari: mereka juga mendapat upah satu dinar.

Para pekerja pertama kecewa
Merasa kecewa, para pekerja itu bersungut-sungut kepada pemilik kebun anggur dengan nada yang tidak ramah (mereka menyapanya “engkau” bukan “tuan”, lih. ay. 12). Mengingat jam kerja mereka yang jauh lebih banyak daripada pekerja-pekerja yang datang belakangan, sungguh tidak adil kalau mereka sama-sama dibayar satu dinar. Begitulah pendapat mereka.

Dituduh melakukan ketidakadilan, tuan yang empunya kebun anggur langsung membantah. Tadi pagi jam 06.00 kedua belah pihak telah sepakat dengan upah satu dinar sehari. Sekarang ia membayar mereka sejumlah itu. Jadi bagaimana bisa ia dikatakan tidak adil? Sumber ketidakpuasan para pekerja itu, menurut si tuan, adalah karena mereka iri hati melihat ia bermurah hati kepada orang lain. Ya, tentu saja ia tahu bahwa pekerja yang datang terakhir mestinya mendapat upah yang jauh lebih kecil. Tapi karena ia baik hati (dan memiliki uang berlebih), jadi diberinya mereka satu dinar juga. Uang itu kan uangnya sendiri. Jadi what’s wrong?

Amanat
Yang terhormat para majikan dan pengusaha, harap jangan menyalahgunakan perumpamaan di atas untuk main pukul rata dalam menggaji pegawai-pegawai Anda! Sama sekali tidak tepat jika karena “terinspirasi” oleh perumpamaan Yesus ini, Anda lalu menyamakan gaji pegawai yang sudah bekerja 12 tahun dengan mereka yang baru bekerja 1 tahun. Perlu ditegaskan bahwa Yesus dengan perumpamaan ini tidak sedang berbicara tentang dunia kerja atau sistem kepegawaian. Dari awal sudah dikatakan bahwa yang Ia bicarakan adalah tentang Kerajaan Surga.

Dengan perumpamaan ini Yesus ingin menggambarkan bahwa sebagaimana si pemilik kebun anggur memperlakukan pekerja-pekerjanya, demikianlah kira-kira Allah memperlakukan orang-orang yang dipanggil-Nya masuk dalam Kerajaan-Nya. Kerajaan Surga terbuka bagi semua orang dari berbagai bangsa, dari berbagai masa. Mungkin itulah sebabnya dalam perumpamaan ini si tuan digambarkan masih juga mencari pekerja meski jam kerja hampir habis. Dengannya Yesus mau mengatakan bahwa Allah senantiasa terbuka menyambut kedatangan orang-orang yang ingin masuk dalam Kerajaan-Nya, bahkan seandainya mereka datang pada saat-saat terakhir. Datang duluan atau belakangan bagi Allah tidak masalah, sebab kasih-Nya terhadap mereka semua tetap melimpah ruah.

Jika kita jeli, dalam perumpamaan ini sebetulnya terjadi sedikit “pembelokan”. Para pekerja yang bekerja sejak pagi tidak keberatan dibayar paling akhir (padahal tema perumpamaan ini adalah soal awal dan akhir); yang membuat mereka protes adalah besarnya upah yang mereka terima. Meskipun demikian benang merahnya masih tetap terjaga, sebab entah karena waktu pembayaran atau karena besarnya upah, yang jelas ada pihak-pihak tertentu yang merasa lebih dari yang lain dan minta diistimewakan. Dalam konteks kehidupan nyata, yang disindir di sini adalah orang-orang yang merasa diri paling saleh, menganggap diri mereka umat Allah, sehingga mereka pikir yang boleh menikmati berkat Allah ya hanya mereka saja. “Bermurahhatilah kepada kami, ya Tuhan, jangan kepada mereka,” demikianlah kurang lebih bunyi doa-doa mereka.

Memangnya Allah bisa diatur-atur begitu? Yesus menyatakan bahwa Allah memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang; Ia juga melimpahkan berkat yang melimpah tanpa pandang bulu. Berikutnya tergantung pada manusia, apakah mau membuka diri untuk menerima berkat itu atau tidak. Maka bagi murid-murid Yesus, perumpamaan ini menjadi peringatan khusus: di hadapan Allah, kedudukan mereka sama saja. Berlomba-lomba berebut kekuasaan sungguh tidak berguna!***

Pertanyaan Pendalaman
1. Jelaskan terlebih dahulu konteks perumpamaan ini agar Anda tidak salah memahaminya!
2. Mengapa para pekerja yang datang pertama merasa diperlakukan tidak adil?
3. Jelaskan bantahan si pemilik kebun anggur atas tuduhan itu!
4. Bagaimana perumpamaan ini menyapa kita, para pekerja di kebun anggur Tuhan?

SATU DINAR
Satu dinar adalah keping mata uang Romawi yang terbuat dari perak. Uang sebesar ini pada waktu itu merupakan upah harian minimum yang lazim bagi para pekerja.
Maka, hendak dikatakan di sini bahwa si pemilik kebun anggur telah membuat kesepakatan yang adil dengan para pekerja yang ditemuinya pagi-pagi benar. Mereka mendapatkan upah yang sepantasnya untuk kerja mulai dari pagi sampai sore hari. Kalau sampai para pekerja itu menggerutu, hal tersebut bukan karena si pemilik kebun anggur lalai untuk memberikan upah yang layak.

Martin Harun. Memberitakan Injil Kerajaan Allah: Ulasan Injil Hari Minggu Tahun A Masa Biasa. Yogyakarta: Kanisius, 2002, hlm. 167.


Tidak ada komentar: