Kamis, November 01, 2012

SUAMI-ISTERI: SALING MENGABDI 
Surat Efesus 
Alfons Jehadut 


Karya Misi Paulus di Efesus 
Paulus mewartakan injil di Efesus selama selama dua (Kis. 19:10) atau tiga tahun (Kis. 20:31). Jika dibandingkan dengan lamanya ia berkarya di tempat lain, karya misinya di Efesus yang paling lama. Kisah misinya itu diceritakan secara panjang lebar dalam Kis. 19:1-41. Kisah ini dapat dibagi dalam empat bagian. Pertama, 
 

Paulus dan murid-murid Yohanes Pembaptis (ay. 1-7)
Kedua, Paulus mewartakan injil di rumah ibadat dan di ruang kuliah Tiranus (ay. 8-12). Ketiga, Paulus dan anak-anak Skewa (ay. 13-20). Keempat, kerusuhan tukang perak di Efesus (ay. 23-41). Paulus dan murid-murid Yohanes (ay. 1-7) Ketika berada di Efesus, Paulus bertemu dengan beberapa orang murid (Yunani: mathetai). Namun, Lukas tidak memberitahukan murid siapakah mereka sehingga tidak mudah diidentifikasi. Beberapa penafsir mengidentifikasi mereka sebagai murid Yohanes Pembaptis.[1] Identifikasi ini tampaknya tepat karena di tempat lain Lukas menggunakan kata “murid-murid” (Yunani: mathetai) untuk melukiskan para pengikut Yohanes Pembaptis (Luk. 5:33; 7:18-19). 

Kepada beberapa orang murid Yohanes itu Paulus bertanya, “Sudahkah kamu menerima Roh Kudus, ketika kamu percaya?” (ay. 2). Mereka menjawab bahwa mereka belum menerima Roh Kudus dan bahkan belum pernah mendengar bahwa ada Roh Kudus. “Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu telah dibaptis?” (ay. 3). Melalui pertanyaan ini Paulus agaknya memahami adanya hubungan saling terkait antara baptisan dan penerimaan Roh Kudus. Jika telah dibaptis, mereka seharusnya telah menerima Roh Kudus atau sekurang-kurangnya telah mendengarnya. 

Kita mungkin sulit membayangkan ada murid Yohanes Pembaptis yang tidak pernah mendengar tentang Roh Kudus karena Yohanes telah mewartakan tentang seorang yang akan datang setelah dirinya, yang lebih berkuasa dari dirinya, dan yang akan membaptis dengan Roh Kudus (Luk. 3:16). Namun, beberapa murid Yohanes rupanya belum mengenal atau lupa akan misi dan pesan utama Yohanes Pembaptis. Itulah sebabnya, makna baptisan dan pelayanan Yohanes Pembaptis dijelaskan lagi oleh Paulus (bdk. Kis. 13:24-25). Dijelaskan bahwa baptisan Yohanes adalah baptisan pertobatan untuk pengampunan dosa (ay. 4; Luk. 3:3). Baptisan itu seharusnya membawa mereka kepada Yesus yang datang lebih kemudian dan lebih berkuasa dari Yohanes Pembaptis. Yesus inilah yang akan membaptis mereka dengan Roh Kudus dan api.

[1].Beberapa ahli tafsir lain mengidentifikasi mereka sebagai murid Apolos. Identifikasi ini dihubungkan dengan kisah sebelumnya yang berbicara tentang pewartaan Apolos di Efesus (Kis. 18:24-28). Berkat pewartannya, yang hanya didasarkan pada ajaran-ajaran Yohanes Pem-baptis, mereka percaya kepada Yesus. Stedman, God’s unfinished Book: Journeying through the book of Acts, 248.

Setelah mendengar penjelasan tentang makna baptisan Yohanes dan implikasinya, dua belas murid itu kemudian memberi diri mereka dibaptis lagi dalam nama Yesus Kristus. Ini satu-satunya acuan tentang adanya baptisan ulang dalam Perjanjian Baru. Sama seperti orang-orang yang baru saja percaya di Samaria, demikian pula dua belas murid di Efesus ini menerima karunia Roh Kudus ketika seorang rasul - dalam hal ini Paulus – menumpangkan tangannya ke atas mereka (bdk. 8:17). Karunia Roh Kudus itu terlihat jelas ketika mereka berkata-kata dalam bahasa lidah dan bernubuat. Inilah rujukan terakhir tentang bahasa-bahasa lidah (Yunani: glōssais) dalam Kisah Para Rasul (bdk. 2:4; 10:46; 1Kor. 12:10, 28, 30; 13:1, 8; 14). 


Paulus mewartakan injil (ay. 8-12) 
Di Efesus, Paulus pertama-tama mengajar di sinagoga seperti yang biasa dilakukannya (Kis 9:20; 13:5, 14; 14:1; 17:1, 17; 18:4, 19). Selama tiga bulan, ia mengajar dengan berani di rumah ibadat di situ. Jika dibandingkan dengan pengajaran dan kesaksiannya di tempat-tempat lain, pengajaran dan kesaksiannya di rumah ibadat Efesus ini dianggap paling lama dan intensif. Di rumah ibadat di Antiokhia Pisidia, ia hanya berbicara selama dua hari Sabat (Kis. 13:14-46) dan di Tesalonika selama tiga hari Sabat (Kis. 17:1-9; 18:19-20). Ia mewartakan injil lebih lama di Efesus karena orang Yahudi di sini mungkin lebih toleran daripada di tempat-tempat lain. Sikap toleran ini muncul karena kota Efesus adalah sebuah kota kosmopolitan. 

Apa isi pengajaran dan kesaksian Paulus di rumah ibadat di Efesus? Paulus mengajar dan bersaksi tentang kerajaan Allah kepada orang Yahudi dan simpatisan Yahudi. Tema pengajaran dan kesaksian itu jarang muncul dalam surat-surat Paulus sendiri (1Tes. 2:12; Gal. 5:21; 1Kor. 4:20; 6:9-10; 15:24, 50; Rm. 14:17). Bagi Lukas, kerajaan Allah terkait erat dengan pribadi Yesus Kristus, terutama Yesus yang bangkit (bdk. Kis. 1:3, 6; 8:12; 14:22; 20:25; 28:23, 31). 

Bagaimana reaksi orang Yahudi dan simpatisannya terhadap pengajaran dan kesaksian Paulus? Beberapa orang berkeras hati, tidak mau diyakinkan dan malah mengumpat Jalan Tuhan di depan orang banyak. Kata “beberapa” (ay. 9a) ini menunjukkan bahwa tidak semua orang Yahudi melawan pengajarannya. Beberapa orang berhasil diyakinkan. Keberhasilan itu diisyaratkan lebih lanjut oleh tindakan Paulus memisahkan murid-muridnya (ay. 9b) ketika meninggalkan orang Yahudi dan simpatisannya.[2] Murid-murid itu sangat mungkin berasal dari orang Yahudi yang percaya pada pengajaran dan kesaksian yang dilakukannya selama tiga bulan di rumah ibadat Efesus. 

Namun, sebagian besar orang Yahudi tidak percaya pada pewartaan Paulus. Mereka malah mengumpat Jalan Tuhan dan mendiskreditkan Paulus beserta ajarannya. Itulah sebabnya ia menarik diri dari rumah ibadat dan pergi ke tempat yang lebih umum, yakni ruang kuliah. Tiranus. Disebut ruang kuliah Tiranus karena mungkin pemilik atau orang yang mengoperasikannya bernama Tiranus. Ruang kuliah itu dijadikan sebagai tempat pengajaran dan kesaksiannya di waktu sore hari. 

[2].Parsons, Acts, 269. 

Di ruang kuliah Tiranus, Paulus tidak hanya mengajar sekali seminggu pada hari Sabat, tetapi setiap sore selama dua tahun. Dampaknya adalah semua penduduk Asia mendengar firman Tuhan, baik orang Yahudi maupun Yunani. Pengajarannya tersebar luas dari pusat kota sampai di daerah-daerah sekitarnya, meski Lukas tidak menceritakan adanya pertobatan dan pembaptisan massal. Munculnya banyak gereja di seluruh provinsi Asia seperti Kolose, Laodikia, Hierapolis (Kol. 4:13) diyakini sebagai dampak dari pengajaran dan kesaksiannya. Gereja lain di Asia Kecil seperti Smirna, Pergamus, Sardis, Tiatira, Filadelfia (Why. 2:1-3:22) itu sangat mungkin juga terbentuk karena pengajaran dan kesaksiannya. 

Pengajaran dan kesaksian Paulus tentang kerajaan Allah di ruang kuliah Tiranus diperkuat dan dibenarkan oleh berbagai mukjizat penyembuhan dan pengusiran roh-roh jahat. Mukjizat-mukjizat itu juga memperlihatkan bahwa apa yang telah dilakukan Yesus selama pelayanan publik-Nya (bdk. Mrk 5:27; 6:56) diteruskan oleh para murid-Nya. Lukas mencatat beberapa mukjizat yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Paulus yang sama seperti yang dilakukan oleh Petrus. Baik Paulus maupun Petrus menyembuhkan seorang lumpuh pada awal pelayanan mereka (Kis. 14:8; bdk. 3:2). Mereka juga sama-sama mengusir roh-roh jahat (Kis. 16:18; bdk. 5:16), mengalahkan tukang-tukang sihir (Kis. 13:6; bdk. 8:18), membangkitkan orang mati (Kis. 20:9; bdk. 9:36), dan dibebaskan secara ajaib dari dalam penjara (Kis. 16:25; bdk. 12:7). 

Di sini Lukas mencatat secara khusus mukjizat penyembuhan melalui sapu tangan yang pernah dipakai oleh Paulus. Memakai sapu tangan sebagai sarana penyembuhan itu dipandang tidak biasa, tetapi bukan tanpa contoh. Kita menemukan contoh serupa ketika seorang perempuan yang menderita pendarahan menyentuh jumbai jubah Yesus (Luk. 8:43-44). Namun, patut diperhatikan bahwa Paulus tidak pernah menganjurkan orang untuk menggunakan pakaian dan benda-benda miliknya untuk dijadikan sebagai sarana penyembuhan dan pengusiran roh-roh jahat. 


Paulus dan dukun-dukun Yahudi (ay. 13-20) 
Pengajaran dan kesaksian Paulus terancam oleh kehadiran dukun-dukun Yahudi yang berkeliling di Efesus. Dukun-dukun itu diidentifikasikan sebagai tujuh orang anak dari imam kepala Yahudi yang bernama Skewa. Mereka berkeliling di Efesus dan mengusir roh-roh jahat dengan memakai nama Yesus (ay. 13), meski mereka bukanlah murid-Nya. Apa yang mereka lakukan ini bukanlah sesuatu yang asing. Dalam injil Sinoptik, kita mengetahui adanya orang yang mengusir roh-roh jahat dalam nama Yesus walau mereka bukanlah murid-Nya (Mrk. 9:38-40; Luk. 9:49-50). 

Dalam pengusiran roh-roh jahat, biasanya ada komunikasi antara orang yang mengusir dan orang yang dirasuki oleh roh-roh jahat. Orang yang mengusir menanyakan nama roh jahat yang merasuki seseorang seperti dalam kasus Yesus dan Legion (Luk. 8:30). Namun, di sini roh-roh jahat malah bertanya nama orang yang mengusirnya. Ini berarti bahwa roh-roh jahat yang mengendalikan situasi sehingga anak-anak Skewa tidak bisa mengusirnya. 

Mengapa anak-anak Skewa tidak bisa mengusir roh-roh jahat dalam nama Yesus? Alasannya karena mereka menggunakan nama Yesus sebagai sebuah mantra. Mereka menggunakan nama-Nya hanya sebagai sebuah mantra di antara banyak nama dan rumusan mantra lainnya tanpa memiliki hubungan personal dengan Yesus roh-roh jahat tidak mengenal dan mengakui kuasa mereka.[3] “Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu, siapa kamu?” (ay. 15). Roh-roh jahat itu mengakui kuasa Yesus dan Paulus atas diri mereka, tetapi kuasa anak-anak Skewa tidak dikenal dan diakui. Dengan demikian, Krodel kiranya benar ketika berkata bahwa kuasa nama Yesus hanya berdaya efektif pada mulut orang-orang yang memiliki relasi personal dengan-Nya dan yang memakai nama-Nya untuk menyatakan kehendak Allah.[4]

[3].Rick Strelan, Strange Acts: Studies in the Cultural World of the Acts of the Apostles (Berlin: Walter de Gruyter, 2004), 108-113. 
[4].Krodel, Acts, 366

Apa yang terjadi selanjutnya pada anak-anak Skewa? Sebuah peristiwa yang lucu dan serius. Mereka sebelumnya mengusir roh-roh jahat dalam nama Yesus yang diwartakan oleh Paulus. Namun, roh-roh jahat kini berbalik menyerang mereka ketika mengetahui bahwa mereka tidak memiliki relasi personal dengan Yesus dan tidak menggunakan nama-Nya untuk menyatakan kehendak Allah. Roh-roh jahat itu berhasil menguasai dan mengalahkan mereka sehingga mereka lari telanjang dan luka-luka. Melalui peristiwa ini kita dapat memahami kebenaran dari apa yang telah dikatakan oleh Yesus. “Kalau Iblis mengusir Iblis, ia pun terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri; bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan?” (Mat. 12:26). Di sini kerajaan setan terbagi-bagi sehingga tukang sihir tidak dapat mengusir sesama roh-roh jahat. 

Peristiwa anak-anak Skewa dikuasai oleh roh-roh jahat dan lari telanjang serta luka-luka telah membuat seluruh penduduk Efesus, baik orang Yahudi maupun Yunani, menjadi ketakutan dan nama Tuhan Yesus makin termasyhur. Banyak orang yang telah menjadi percaya datang dan mengakui keterlibatan mereka dengan praktek sihir, meski Lukas tidak menyebutnya secara spesifik. Pengakuan dosa ini terungkap dalam tindakan mereka mengumpulkan dan membakar kitab-kitab sihir yang nilainya ditaksir lima puluh ribu uang perak di hadapan semua orang. Membakar kitab-kitab mantra itu juga dipandang sebagai sebuah ungkapan pertobatan mereka dari gaya hidup lama. Itulah sebabnya firman Tuhan makin tersebar dan makin berkuasa di Efesus (ay. 20). 


Kerusuhan di Efesus (ay. 23-41) 
Kisah kerusuhan di Efesus ditampilkan oleh Lukas untuk melukiskan dampak dari pengajaran dan kesaksian Paulus. Kisah kerusuhan ini dapat dibagi dalam tiga bagian. Pertama, penyebab terjadinya kerusuhan (ay. 23-27). Kedua, peristiwa kerusuhan itu sendiri (ay. 28-34). Ketiga, tanggapan para pejabat kota (ay. 35-41). 


Penyebab munculnya kerusuhan (ay. 23-27) 
Demetrius, seorang tukang perak yang membuat kuil-kuilan dewi Artemis, mengumpulkan semua tukang perak untuk memprotes pengajaran dan kesaksian Paulus. Di hadapan para tukang perak, ia mengungkapkan dua bahaya yang saling ter-kait dari pengajaran dan kesaksian Paulus.[5] Pertama, bahaya dari segi ekonomis. Para tukang perak akan kehilangan pendapatan (bdk. Kis. 16:16-24) karena Daya tarik dewi Artemis dan pasar pembuatan patung dan kuil-kuilannya pasti makin menurun seiring dengan semakin tersebar luasnya injil di seluruh Asia (ay. 26). 

Kedua, bahaya dari segi religius. Ajaran dan kesaksian Paulus bahwa apa yang dibuat oleh tangan manusia itu bukanlah dewa sangat berbahaya bagi penghayatan hidup religius orang Yunani. Bahaya itu pasti juga dirasakan oleh para tukang perak yang mengakui dan menyembah Artemis sebagai dewi yang menyokong hidup mereka. Dewi Artemis diakui dan disembah sebagai penyokong hidup karena mereka membuat kuil-kuilan dan patungnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. 


Gambaran tentang kerusuhan (ay. 28-34) 
Setelah mendengar pembicaraan Demetrius tentang dua bahaya yang saling terkait dari pengajaran dan kesaksian Paulus, kemarahan dan kebencian para tukang perak menjadi meluap-luap. Mereka berteriak-teriak, “Besarlah Artemis dewi orang Efesus!” Dengan teriakan ini mereka mengungkapkan superioritas dewi Artemis dari Allah yang diajarkan dan diwartakan oleh Paulus. 

Para tukang perak kemudian berarak-arakan ke seluruh kota dan menarik banyak orang untuk bersama-sama datang ke gedung kesenian. Mereka menyeret Gayus dan Aristarkhus, keduanya orang Makedonia dan teman seperjalanan Paulus. Jika Gayus ini dianggap sebagai orang yang sama dengan yang disebutkan dalam Kis. 20:4, maka ia aslinya berasal dari Derbe di Likaonia, sebuah kota di Asia Kecil. Namun, Rm. 16:23 menginformasikan bahwa Gayus menjadi tuan rumahnya sela-ma di Korintus dan orang yang dibaptisnya sendiri (1Kor. 14). Dari dua informasi ini kita bisa mengandaikan bahwa Gayus dari Derbe dikenal juga sebagai Gayus dari Makedonia. 

Apa reaksi Paulus melihat dan menyaksikan para demonstran? Ia tidak gentar sedikit pun dan bahkan ingin pergi ke tengah mereka yang berkumpul di gedung kesenian Efesus. Sayangnya, Lukas tidak memberi alasan mengapa ia ingin pergi ke tengah mereka. Ia Sangat mungkin mau mewartakan injil kepada mereka. Namun, keinginannya itu tidak terlaksana karena situasinya sangat berbahaya sehingga tidak diizinkan oleh para murid. Beberapa orang pembesar Asia yang bersahabat dengannya juga mengirim pesan supaya tidak masuk ke gedung kesenian karena mereka cemas akan keselamatannya. 

[5].Talbert, Reading Acts, 178.

Apa yang dilakukan Paulus setelah tidak diizinkan oleh para murid dan dipesan oleh para pembesar kota untuk tidak masuk ke gedung kesenian? Lukas tidak menceritakannya. Kisah bergeser kepada orang Yahudi yang cemas terhadap para demonstran jika berbalik melawan mereka. Kecemasan ini tampaknya beralasan karena orang Yunani membenci dan memusuhi orang Yahudi sebab keyakinan monoteis dan kebencian mereka terhadap penyembahan berhala. Itulah sebabnya Aleksander didorong untuk berbicara atas nama mereka kepada para demonstran. Aleksander itu diidentifikasi oleh beberapa penafsir sebagai seorang Yahudi diaspora sehingga diberi nama Yunani dan berprofesi sebagai tukang tembaga (2Tim. 4:14). Ia dipilih untuk berbicara kepada para demonstran yang sebagian besar berprofesi sebagai tukang perak karena berprofesi sebagai tukang tembaga.[6]

 Apa yang dikatakan Aleksander di hadapan para demonstran? Para penafsir mengungkapkan beberapa asumsi yang berbeda. Ada yang berasumsi bahwa ia menjelaskan kepada para demonstran tentang ketidaksamaan antara orang kristiani dengan orang Yahudi.[7] Namun, ada juga berasumsi bahwa ia menyampaikan pembelaan terhadap sikap orang Yahudi dan kristiani yang menolak praktek penyembahan berhala orang Yunani di Efesus.[8]

Apapun isi penjelasan dan pembelaan Aleksander, para demonstran menolak untuk mendengarkannya ketika mengetahuinya sebagai seorang Yahudi. Mereka mungkin menganggapnya sebagai pembela Paulus yang berlatar belakang sebagai seorang Yahudi seperti dirinya. Penolakan ini menunjukkan adanya permusuhan antara orang Yahudi dan Yunani. Permusuhan itu tampak sudah dikenal dan diakui secara luas (bdk. Kis. 16:20; 18:17). Itulah sebabnya mereka lagi-lagi berteriak selama kira-kira dua jam, “Besarlah Artemis dewi orang Efesus!” (ay. 34; bdk. ay. 28). Dengan teriakan ini mereka menyatakan superioritas dewi mereka atas Allah orang Yahudi yang diwartakan oleh Paulus. 

Tanggapan pejabat kota (ay. 35-41) 
Ada empat hal yang dibicarakan panitera kota (Yunani: ho grammateus) di hadapan para demonstran untuk mengakhiri ke-rusuhan. Pertama, tidak ada bahaya apapun dari apa yang dikatakan oleh Paulus tentang dewi Artemis sebagai buatan tangan manusia sebab setiap orang telah mengetahui dan mengakui bahwa baik dewi Artemis yang mahabesar maupun patungnya turun dari langit. Di sini panitera kota tampaknya mengangkat sebuah legenda yang mengatakan bahwa patung dewi Artemis itu turun dari langit. Dengan mengangkat legenda itu, panitera kota secara tidak langsung menanggapi kritikan Paulus terhadap dewi Artemis sebagai sebuah patung buatan tangan manusia. Panitera kota lalu menasihatkan para demonstran untuk tenang dan tidak bertindak secara terburu-buru. 

[6].Stedman, God’s unfinished Book: Journeying through the book of Acts, 261. 
[7].Fitzmyer, The Acts of the Apostles, 660. 
[8].Parsons, Acts, 276.

Kedua, Gayus dan Aristarkhus yang telah mereka tangkap tidak melakukan tindakan yang pantas untuk dihukum. Mereka tidak merampok kuil dan tidak menghina dewi Artemis. Merampok kuil dan menghujat dewa-dewi adalah tuduhan yang biasa dilontarkan oleh orang Yunani kepada orang Yahudi, termasuk kristiani Yahudi pada waktu itu (bdk. Rm. 2:22). Patut dicatat pula bahwa merampok kuil dianggap sebagai sebuah kejahatan besar dalam dunia kuno di Mesir, Yunani, dan Roma. Undang-undang Roma melarang orang untuk menghujat atau mengejek dewa-dewi yang diakui oleh orang lain.  

Ketiga, jika Demetrius dan para tukang perak mempunyai pengaduan pribadi terhadap orang kristiani, mereka harus menempuh prosedur legal dengan membawanya ke pengadilan dan gubernur. Pengadilan dan gubernur akan mendengarkan dan memutuskannya. Namun, jika ada masalah yang berkaitan dengan situasi kota secara kesuruhan, maka masalah itu harus diselesaikan dalam sidang rakyat yang sah. Biasanya sidang rakyat itu diadakan di gedung kesenian pada jangka waktu tertentu dan semua laki-laki dewasa di Efesus bisa berpartisipasi. 

Keempat, sikap dan tindakan mereka telah membuat reputasi kota Efesus menjadi buruk dan membawa dampak yang tidak menyenangkan. Jika kaisar Roma turun tangan untuk mengatasi kerusuhan, ada banyak hukuman yang akan diberikan. Status Efesus sebagai kota bebas bisa saja dicabut jika kaisar marah atas kekacauan yang terjadi. Dengan menampilkan konsekuensi ini panitera kota membubarkan para demonstran dari gedung kesenian. 

Penulis surat 
Kebanyakan ahli tafsir Perjanjian Baru konservatif percaya bahwa surat ini ditulis oleh Paulus sendiri. Bersama surat Kolose, Filemon, dan Filipi, surat ini ditulis ketika ia sedang berada di penjara Roma (Ef. 3:1; 4:1; 6:20) sekitar tahun 60-62 M. Selama berada dalam tahanan rumah ini, Ia diperbolehkan tinggal di sebuah rumah sewaanya sendiri tetapi tetap dijaga oleh para prajurit Romawi. Penjagaan itu tidak terlalu ketat sehingga ia bisa dikunjungi dan melayani sejauh tidak melanggar batas yang diizinkan (Kis. 28:16, 30-31). 

Namun, diskusi tentang siapa penulis surat Efesus mulai diperdebatkan sejak abad ke-17 sampai sekarang. Para ahli mempertanyakan apakah surat Efesus berasal langsung dari tangan Paulus? Pertanyaan ini muncul karena adanya sejumlah perbedaan dalam kosa kata, gaya, dan teologi antara surat Efesus dengan surat-surat yang lebih awal dan adanya sejumlah keserupaan dengan surat Kolose yang mengisyaratkan bahwa penulisnya seorang lain yang mengikuti dan mengadaptasi surat Paulus. Para ahli modern berpendapat bahwa seorang murid anonim yang menulis surat Efesus sekitar lima belas sampai dua tahun setelah kematian Paulus dengan maksud untuk mengingatkan ajarannya dan menerapkannya pada situasi yang baru. Jika benar demikian, maka seorang murid anonim itu jelas mengenal tulisan-tulisan Paulus dengan sangat baik dan seorang teolog pandai yang tidak ragu-ragu mengembangkan gagasan-gagasan Paulus dengan cara-cara baru yang sangat berani. 

Meski ada perbedaan pandangan di antara para ahli tafsir, namun kita perlu catat bahwa persoalan apakah surat kepada jemaat Efesus ditulis langsung oleh Paulus atau bukan itu tidak sama sekali tidak mengubah statusnya sebagai surat yang diinspirasi oleh Roh Kudus.[9] Karena telah diyakini sebagai salah satu surat yang diinspirasi oleh Roh Kudus, maka surat ini memiliki nilai otoritatif bagi pembentukan iman dan pola laku bagi jemaat Kristiani. 

Alamat Surat 
Secara sekilas pandang pertanyaan tentang siapa yang menulis surat dianggap kurang problematis dibandingkan dengan siapa yang menjadi alamat surat. Alamat surat ini dianggap lebih problematis karena beberapa alasan. Pertama, manuskrip Yunani yang paling tua tidak menyebutkan alamatnya secara spesifik. Alamat spesifik “di Efesus” baru ditambahkan kemudian menjelang akhir abad kedua. Dalam manuskrip Yunani yang tua surat ini hanya dibuka dengan kalimat, “Dari Paulus, rasul Kristus Yesus atas kehendak Allah. Kepada orang-orang percaya dalam Kristus Yesus” (Ef. 1:1). Kalimat pembuka ini hanya menunjukkan bahwa surat ini ditulis untuk orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus dan mereka tidak harus harus tinggal di Efesus. 

Maka, surat Efesus sebenarnya lebih berbentuk surat edaran yang dikirim kepada sejumlah gereja-rumah di Efesus dan di antara gereja-gereja rumah lain di Asia kecil. Sebagai sebuah surat edaran, surat ini dimaksudkan untuk dibaca dan direnungkan oleh jemaat di beberapa kota. Masuknya Efesus sebagai alamat surat yang lebih spesifik mungkin hanya mau menunjukkan pentingnya gereja Efesus di antara gereja-gereja yang menerima surat edaran tersebut. Paulus memang mengenal Efesus dan gereja di kota tersebut. Ia menjalankan misi di Efesus yang pada waktu itu menjadi ibu kota provinsi jajahan Romawi selama tiga tahun (Kis. 20:31) sekitar tahun 53-56. 

Isi surat Efesus menerangkan siapa pendengar pertama surat Efesus. Banyak di antara para pendengar suratnya adalah orang kristiani bukan Yahudi karena mereka dibedakan dari orang kristiani Yahudi seperti Paulus (1:11-13; 2:1-3). Orang kristiani bukan Yahudi disapa secara langsung dalam Ef. 2:11 dan 3:1. Mereka tampaknya menjadi kelompok utama yang disapa oleh penulis. Mereka baru saja beriman sehingga identitas kekristenan mereka perlu diperkuat. Meski mereka telah dibaptis dan diajarkan iman (Ef. 2:5; 4:20-25; 5:8, 26), namun kesadaran dan pemahaman mereka perlu diperkuat melalui relasi mereka dengan Kristus. Karena mereka hidup dalam sebuah masyarakat yang menyembah dewa-dewi dan mengunakan kekuatan magis untuk memanipulasi kekuatan rohani (Kis. 19:19), maka perlu perlu berpegang teguh supremasi Kristus yang absolut. Mereka perlu memahami posisi mereka yang mulia sebagai konsekuensi dari kematian, kebangkitan, kenaikan Kristus (Ef. 1:18-23). Mereka perlu mengetahui bahwa mereka memiliki akses kepada Allah dan memiliki posisi yang sama dengan orang kristiani Yahudi yang telah memulai komunitas Efesus beberapa tahun sebelumnya (2:19; Kis. 18:24-19:10). Mereka perlu memahami bagiamana Kristus membangun Gereja baik melalui karunia-karunia pelayanan yang spesial maupun melalui karunia-karunia yang diberikan kepada setiap anggota komunitas (Ef. 4:7-16) dan memahami dasar kesatuan Gereja meski memiliki keanekaragaman karunia dan asal-usul etnis. Mereka perlu memahami bahwa mereka mengambil bagian dalam kesucian melalui bagptisan dan implikasi-implikasi praktisnya. Jika identitas baru mereka di dalam Kristus tidak menghapus perbedaan-perbedaan dalam kedudukan sosial dalam budaya mereka, maka identitas baru mengubah secara radikal dinamika relasi di antara mereka (Ef. 5:21-6:9). 

[9].Peter S. Williamson, Ephesians (Baker Academic: Grand Rapids, 2009), 14.

Mengapa surat ditulis 
Nada surat Efesus ini lebih impersonal bila dibandingkan dengan surat-surat Paulus yang lain. Dalam beberapa surat, ia biasanya menyebutkan situasi pribadinya dan kegiatannya pada awal suratnya. Ia juga biasanya mengirim salam kepada orang-orang yang dikenalnya pada bagian akhir surat. Namun, kebiasaan ini tidak kita temukan dalam surat ini. Bahkan, kesan ia pernah hidup dan tinggal selama tiga tahun (Kis. 19:1-20:1) bersama jemaat Efesus tidak terlalu nampak karena ia hanya membicarakannya secara tidak langsung. “Aku telah mendengar tentang imanmu dalam Tuhan Yesus” (Ef. 1:15), “memang kamu telah mendengar tentang tugas penyelenggaraan kasih karunia Allah, yang dipercayakan kepadaku karena kamu” (Ef. 3:2). Kesan ini ditambah lagi dengan penjelasan tentang karyanya (Ef. 3:7-13). 

Surat-surat Paulus biasanya ditulis untuk menanggapi persoalan konkrit yang dihadapi oleh jemaatnya. Namun, surat Efesus berbeda dari banyak surat Paulus dengan tidak berfokus pada persoalan. Sebaliknya, surat ini memberi pengajaran bagi orang kristiani Yahudi tentang apa yang Allah telah lakukan bagi mereka melalui Yesus Kristus dan implikasi-implikasi yang dapat diterapkan secara langsung bagi jemaat-jemaat lokal di kekasiran Romawi di luar Palestina selama abad pertama.

Meski tidak menyapa persoalan konkret, namun nasehat untuk membangun dan menjaga kesatuan yang tersebar dalam seluruh isi surat (Ef. 4:1-16) mengindikasikan adanya perpecahan dalam jemaat antara yang berlatar belakang Yahudi dan bukan Yahudi. Maka, Paulus menekan kesatuan di antara dengan menampilkan gagasan tentang gereja sebagai tubuh Kristus dalam surat yang dikirimkannya melalui Tikhikus (Ef. 6:21-22). Ia mendukung juga kesatuan dalam gereja Efesus dan gereja universal. 

Menurut Matera surat yang ditulis oleh seorang yang telah mengenal baik pemikiran Paulus dan dikirim sebagai surat edaran kepada sejumlah jemaat bukan Yahudi di Asia memiliki tujuan ganda.[10] Pertama, mengingatkan jemaat bukan Yahudi akan status mereka sebagai orang yang dipilih oleh Allah sehingga mereka menjadi anggota umat Israel sebagai umat pilihan Allah. Kedua, menasihati mereka supaya kehidupan moral mereka sesuai dengan status mereka sebagai umat pilihan. 

Tema-tema teologis 
Meski menyentuh banyak topik, namun menurut Williamson ada lima tema utama yang menjadi ciri khas surat Efesus.[11] 

• Kristus. Kata Kristus muncul 45 kali dalam surat Efesus, sebuah gelar untuk Yesus yang seringkali muncul bersama dengan nama-Nya. Kata Yunani “christos” yang diterjemahkan dengan Kristus adalah terjemahan Yunani dari kata Ibrani yang berarti “Mesias”, raja yang diurapi yang kepadanya orang Yahudi berharap akan menyelamatkan bangsa mereka dari penjajahan (Ef. 1:12). Surat Efesus menekankan apa yang telah dilakukan melalui kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus di sini kanan Allah. Surat itu juga menekankan rencana puncak Allah untuk membawa segala sesuatu berada di bawah kepemimpinan Kristus dalam kegenapan waktu (Ef. 1:10). Melalui Kristus, Allah telah menyelamatkan kaum beriman dari kematian rohani yang disebabkan oleh dosa, dari kuasa setan dan dari daging (Ef. 2:1-10). Melalui salib Kristus meruntuhkan dinding permusuhan dan kebencian antara Yahudi dan bukan Yahudi dan mendamaikan mereka dengan Allah dan satu sama lain (Ef. 2:13-16). Kristus telah melakukan semuanya itu melalui kematian dan kebangkitan-Nya yang menciptakan dalam dirinya satu pribadi baru yang menyatukan manusia dengan Bapa melalui karunia Roh (2:13-18). Kristus adalah “kepala dari segala yang ada” (Ef. 1:22), “kepala jemaat” (Ef. 5:23; 4:15) dan pengantin gereja (5:25-27, 32). 

• Kesatuan jemaat dengan Kristus. Dengan berbagai cara, surat menunjukkan secara berulang-ulang bahwa suka cita kristiani merupakan akibat dari kesatuan mereka dengan Kristus di masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang (2:5-7). Salah satu ungkapan yang paling sering dan penting dalam surat Efesus adalah “dalam Kristua” dan “dalam Dia” dan “dalam Tuhan.” Orang kristiani telah dibawa kepada kehidupan bersama Kristus, dibangkitkan bersama Dia, dan diberikan tempat bersama-sama dengan Dia di surga (Ef. 2:5-6). Pada saat yang sama, kesatuan dengan Kristus tetap menjadi tujuan hidup kristiani dan jemaat harus memilih untuk di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Pada masa yang akan datang, jemaat dapat berharap untuk mengambil bagian dalam kekayaan anugerah-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus. 

• Identitas kristiani. Kesatuan dengan Kristus memberi kita sebuah identitas yang sungguh-sungguh baru. Kita menanggalkan diri kita yang lama, kemanusian kita yang lama, dan mengenakan identitas baru (4:20-24). Kita telah menjadi anggota tubuh Kristus (Ef. 3:6; 4:25; 5:30). Jemaat kristiani Yahui yang telah mengharapkan Mesias telah mendapatkannya (1:11-14). Orang kristiani bukan Yahudi yang sama sekali kontras dengan status mereka yang lama sebagai orang luar kini telah dibarui bersama orang Yahudi sebagai “satu manusia baru” di dalam Kristus (2:15) dan telah digabungkan secara penuh ke dalam umat Allah sebagai sesama ahli waris dalam janji Allah dengan Abraham dan keturunannya (Ef. 3:6). Semua orang kristiani adalah anak-anak yang dikasihi Allah (Ef. 5:1; 1:5), dipilih sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4), anggota keluarga Allah (2:19) dan dibangun bersama ke dalam bait yang kudus, sebuah komunitas tempat yang menjadi tempat Allah sendiri berdiam (Ef. 2:21-22). Orang-orang kristiani adalah anak-anak terang (Ef. 5:8), bukan anak-anak durhaka (Ef. 2:2; 5:6), orang-orang kudus (Ef. 1:1, 15, 18; 2:19; 3:18; 4:12; 5:3; 6:18). 

• Kelakukan yang suci dan benar. Relasi jemaat dengan Allah memungkin cara hidup baru yang berhubungan dengan identitas mereka yang baru (Ef. 4:1). Mereka diminta untuk menjaga kesatuan gereja (Ef. 4:2-3) dan mengunakan karunia yang mereka terima untuk membangun tubuh Kristus, Gereja (Ef. 4:7, 11-12, 16). Mereka harus menyangkal cara hidup mereka yang lama sebagai orang yang tidak mengenal Allah, berbicara kebenaran, dan hidup dalam kasih (Ef. 4:25-26, 29; 4:32-5:2). Mereka harus memperlakukan satu sama lain sebagai sebuah keluarga dan membangun relasi kekeluargaa (Ef. 5:21-6:9). Mereka harus mengadopsi sikap dan tingkah laku Kristus yang akan membantu merek dalam menghadapi godaan (6:10-17) dan berdoa setiap waktu dalam Roh (6:18). 

• Gereja. Semua tema yang telah diuraikan di atas mengindikasikan kekhasan dari jemaat kristiani. Surat Efesus mengembangkan teologi gereja universal. Hal ini melebihi apa yang menjadi fokus dari sebagian besar surat Paulus, yakni komunitas-komunitas gereja lokal. Gereja adalah tubuh Kristus (Ef. 1:23); Dia adalah kepala-Nya (4:15; 5:23). Komunitas yang membentuk gereja adalah sebuah bait kudus yang dibangun atas dasar para rasul dan para nabi dengan Kristus sendiri sebagai “batu penjuru” (2:20). Tubuh geeja yang dibangun atas dasar cinta oleh para pemimpin yang Kristus telah berikan kepada gereja untuk melengkapi anggota gereja bagi pelayanan samopai gereja mendapatkan kematangan seperti Kristus (Ef. 4:13-16). Akhirnya, kesatuan dengan Kristus dan Gereja dinyatakan dalam gambaran relasi suami-istri (Ef. 5:25-32).  


[10].Frank J. Matera, Strategies for Preaching Paul (Collegeville: The Liturgical Press, 2001), 86. [11].Williamson, Ephesians,19-21.

Tidak ada komentar: