Kamis, Maret 31, 2011










Menjadi Pengurus Lingkungan Enjoy Aja!!! New Book!
L. Prasetya, Pr
Cet.2, 2011, 124 x 190 mm, 64 hlm, KANISIUS
Harga Rp 10.000,-
Harga Member Rp. 27.000,- (disc 10%)
Kategori : Katekese
ISBN : 978-979-21-2894-9


Melalui buku kecil dan sederhana ini, Anda dibimbing untuk menjadi pengurus lingkungan yang baik dan bertanggung jawab demi kepentingan bersama umat beriman di lingkungan. BERSEDIAKAH ANDA???


©


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org
Mazmur 52

POHON ZAITUN DI RUMAH ALLAH
Jarot Hadianto

“Tetapi aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah;
aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya.”
(Mzm. 52:10)

Pagi tadi, ketika hari masih diliputi kegelapan, ketika matahari pagi belum mau menampakkan sinarnya, sebuah tanda dioleskan di keningku. Tanda itu dari abu, berbentuk salib kecil. Aku menerimanya dengan sikap takzim, lagi hormat, diiringi senandung merdu dari kelompok paduan suara yang menyanyikan lagu Hanya Debulah Aku. Tidak salah lagi, ini memang hari Rabu Abu, hari yang istimewa, sebab menjadi tanda dimulainya retret agung Masa Prapaskah.


Sesaat setelah menerima abu, tiba-tiba aku merasa ada perubahan pada diriku. Ketika berjalan kembali ke tempat duduk, aku merasa badanku menjadi sangat ringan. Semilir angin pagi menerpa wajahku, seluruh tubuhku seakan diselimuti oleh kesejukan. Jiwaku melayang tinggi ke atas awan, surga seolah-olah sudah ada di depan mata. Seluruh dosaku seolah terangkat dan dibuang jauh-jauh, aku merasa diri laksana kertas putih yang bersih tanpa noda. Tuhan terasa begitu dekat! Benarkah demikian?


Ah, itu pasti hanya perasaanku saja. Abu di kepala tidak serta merta membuatku jadi orang suci. Pertobatan baru saja akan dimulai.


Engkau memegahkan diri
Memenuhi perintah Bunda Gereja yang suci, hari ini aku membulatkan tekad untuk berpuasa. Inilah tanda pertobatanku. Aku berjanji, setidaknya selama satu bulan ini, diriku tak boleh dirasuki oleh keinginan-keinginan duniawi, antara lain hasrat untuk selalu menyantap makanan enak, hobi yang membuat berat badanku nyaris mencapai seratus kilo. Jadi, wahai nasi padang nan lezat, ayam goreng nan renyah, sate kambing bumbu kecap yang menggoda, bakso daging sapi yang gurih dan nikmat, juga soto babat asli kudus yang mangkal di ujung jalan, mulai sekarang enyah kalian semua dari pikiranku!


Aku mau, mulai detik ini dan seterusnya, pikiranku hanya tertuju pada Yang Ilahi. Hari-hariku takkan lagi diisi oleh acara makan, makan, dan makan, melainkan oleh doa yang tak berkesudahan. Dengan penuh semangat, sambil melangkahkan kaki meninggalkan gereja, aku berketetapan untuk berpuasa demi melatih raga ini agar disiplin, tidak mudah dikuasai oleh hawa nafsu. Semoga dengan puasa ini, aku bisa mendengarkan sapaan Tuhan, bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, dan dengan itu jauh dari segala macam kejahatan dan dosa. Tapi, puasa kan berat. Sanggupkah aku melaksanakannya?


Ah, tidak masalah. Aku teringat peraturan puasa yang dibacakan di bagian akhir misa tadi. Tersenyum-senyum aku dibuatnya. Puasa kita ternyata ringan-ringan saja. Tidak boleh makan dan minum dari pagi sampai petang selama satu bulan penuh? Ternyata tidak demikian. Aku hanya diminta untuk makan kenyang satu kali sehari, itu pun tidak tiap hari, hanya hari Rabu Abu ini dan Jumat Agung nanti. Lalu, pada setiap Jumat selama Masa Prapaskah aku hanya diminta untuk berpantang, menghindari hal-hal yang aku sukai. Wah, boleh juga puasa model begini. Aku yakin bisa melakukannya. Enteng sekali!


Pikir punya pikir, aku kemudian memutuskan untuk mengombinasikan puasaku dengan pantang daging dan pantang garam. Ayam panggang dan steak sapi adalah kegemaranku, mari kita lihat, sejauh mana aku sanggup mengatasi hasrat keinginanku yang senantiasa menggebu-gebu terhadap dua jenis makanan ini. Sementara itu, garam memang pantas aku hindari, mengingat emosiku sering meledak gara-gara darah tinggi.
Demikianlah, pulang dari gereja, aku sarapan ala kadarnya, hanya nasi putih tiga sendok, ditemani sayur bayam dan tempe goreng satu potong. Tak setitik pun ada garam di dalamnya. Semuanya tawar, tak ada rasa.


Lidahmu seperti pisau cukur yang diasah
Hasilnya? Ya Tuhan, badanku lemas, letih lesu sepanjang hari. Semua gejala yang menjadi tanda orang kurang makan ada pada diriku. Kepalaku pusing-pusing, mataku terasa berat, kulitku penuh oleh keringat dingin, dan serentak dengan itu, mendadak saja tubuhku gemetaran. Ini semua bukan karena aku sakit, tapi karena aku lapar! Kulirik dompetku yang tergeletak di sampingku. Ada sekitar lima lembar uang seratus ribu di dalamnya. Hah, aku punya uang banyak, tapi gara-gara puasa, tak bisa kupakai untuk membeli makanan yang kuinginkan! Aku benar-benar merasa tak berdaya.


Tak kusangka puasa yang kelihatan ringan ini ternyata berat untuk dijalani. Hariku jadi berantakan karenanya. Aku tak bisa fokus pada pekerjaan, karena perhatianku pada tugas-tugas yang menumpuk di atas meja lenyap sama sekali. Tulisan-tulisan di kertas tampak kabur, sementara tanganku bahkan tak sanggup lagi menggengam pulpen. Konsentrasiku cuma terarah pada satu hal: aku ingin makan. Waduh, maksud hati memikirkan hal-hal rohani dengan berpuasa, yang terjadi justru kepalaku penuh dengan bayangan nasi goreng, sate, soto ayam, dan sejenisnya.


Siang hari, jam dua belas pas, tepat ketika saat “makan kenyang satu kali” tiba, penderitaanku mencapai puncaknya. Di hadapanku terhidang nasi setinggi Gunung Semeru. Di sebelahnya tersaji sayur kacang panjang yang harum mewangi. Lauknya memang tempe goreng lagi, tapi itu bukan masalah. Yang penting, kalau tadi pagi aku hanya boleh makan satu potong, kali ini aku berencana melahap sepuluh potong sekaligus! Pokoknya, momen “makan kenyang satu kali” ini akan kujadikan kesempatan untuk “makan kenyang sekali”, atau lebih tegas lagi “makan sekenyang-kenyangnya”. Aku tidak peduli lagi. Aku lapar!


Tapi, begitu sendok pertama masuk ke dalam mulutku, semangatku langsung buyar, hancur berantakan. Tawar! Semuanya tawar! Tak ada rasa! Baru aku ingat, aku kan pantang garam. Semua makanan yang kusantap hari ini tak bakalan punya rasa. Lemaslah aku. Makanan melimpah tapi “sunyi senyap” di lidah, siapa yang berminat dengan makanan seperti ini?


Gagal memuaskan hasrat untuk makan enak, mendadak aku jadi sensitif. Semuanya jadi terlihat salah di mataku. Akibatnya, setengah hari di kantor kuisi dengan kegiatan marah-marah tak keruan. Temanku kupelototi karena berisik saat bekerja, cleaning service kugertak karena menumpahkan air di dalam ember, aku bahkan nekat memarahi kepala kantorku gara-gara semangat sekali menyuruhku melakukan ini dan itu. Apa dia tidak tahu kalau aku sedang berpuasa? Dasar!


Begitulah, hari ini benar-benar menjadi hari buruk bagiku, hari yang membingungkan. Sadar bahwa nanti malam aku harus menyantap hidangan tanpa rasa lagi, aku pun makin tenggelam dalam duka yang berkepanjangan.


Mencintai yang jahat daripada yang baik, mencintai segala perkataan yang mengacaukan
Pulang dari kantor, badanku benar-benar tak lagi punya tenaga. Biar begitu, ketika jam makan malam tiba, aku sama sekali tidak merasa gembira. Padahal, semestinya inilah saat yang tepat untuk memberi raga ini asupan gizi agar kembali segar, bugar, dan energik seperti sediakala. Yang terjadi, aku hanya duduk di tepi meja makan tanpa gairah sedikit pun. Sejumput nasi dan sepotong tempe – kali ini aku mengeluh: tempe lagi, tempe lagi – dari tadi kupandang dan kulihat-lihat saja. Perut sudah bernyanyi-nyanyi minta diisi, tapi tanganku belum tergerak untuk memegang sendok. Benda itu hanya kuputar-putar di atas meja. Benar-benar tak ada selera.


Setengah jam kemudian, nasi yang ada di hadapanku bukannya kumakan, tapi malah kusingkirkan ke tepi meja. Kuraih kaleng biskuit yang ada di sebelahnya, kubuka, dan cepat-cepat kulahap isinya. Ah, senang sekali bisa mengecap rasa manis setelah sengsara seharian. Lima potong biskuit dengan cepat masuk ke dalam perutku, membuat tenagaku perlahan-lahan pulih kembali. Jangan khawatir puasa gagal, kue kering sebanyak itu sama sekali tidak membuatku kenyang! Hanya, karena rasanya agak gurih, sebenarnya aku sedikit curiga jangan-jangan biskuit ini mengandung garam. Ah sudahlah, aku pura-pura tidak tahu saja.


Kutelan potongan biskuit yang keenam sambil berpikir-pikir, kalau begini terus setiap hari, bisa-bisa badanku jadi kurus kering dalam seminggu. Untung puasanya hari ini saja. Pola puasa saat Jumat Agung nanti rasanya harus disesuaikan – atau tepatnya diubah – agar penderitaan hari ini tidak lagi terulang. Sementara itu, pantang garam tidak lagi menjadi pilihan untuk dilakukan setiap Jumat. Hidup tanpa garam itu terlalu berat! Aku sekarang mengerti dengan baik makna pepatah “bagaikan sayur tanpa garam”. Garam rupanya benar-benar bumbu dapur yang paling sakti. Oleh karena itu, sebaiknya aku pantang yang lain saja. Pantang merokok, misalnya. Pasti aku tak akan dibuat menderita, sebab aku memang tidak pernah merokok.


“Ah, beban ini baru terlepas besok pagi,” demikian aku menggerutu dalam hati. Ya, baru besok aku boleh lagi makan apa saja dan kapan saja. Tapi, besok terasa begitu lama. Mana tahan? Sambil menggigit keping biskuit yang ketujuh dan seterusnya, aku merancang proyek “balas dendam”. Boleh hari ini sengsara, tapi lihat, besok penderitaan ini akan dibayar lunas!


Begini rencana yang dengan bulat hati akan aku terapkan esok hari: fajar yang baru akan kubuka dengan menyantap nasi uduk nan hangat, ditemani kerupuk udang dan ayam goreng nan lezat. Wah … sarapan yang sungguh menggugah selera. Rasanya pasti sangat gurih dan menggoda. Untuk menu siang hari, sengatan mentari yang panas perlu diimbangi dengan kesegaran soto bertabur daging ayam yang so pasti nikmat di lidah. Pendampingnya harus minuman istimewa, yakni es jeruk. Biarpun rasanya asam-manis, es jeruk adalah jaminan kesegaran badan. Porsi makan siang kalau perlu akan dibuat double, dengan tujuan utama agar aku makin semangat dalam bekerja. Untuk hidangan makan malam, nasi goreng spesial adalah pilihan jitu yang tak mungkin mengecewakan.


Hmmm, benar-benar mak nyusss… Kubayangkan itu semua dengan mata terpejam. Kutarik nafas dalam-dalam dan kulepaskan dengan penuh kelegaan. Diam-diam air liur menetes dari bibirku.


Allah, tempat pengungsianku
Prang … prang .. prang!!! Suara itu membuat aku terkejut. Lamunanku buyar seketika, dan yang tersisa hanyalah rasa malu. Ya Tuhan, makanan saja yang ada dalam pikiranku, padahal aku sedang berpuasa! “Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus,” aku teringat khotbah pastor tadi pagi. “Puasa adalah sarana pengendalian diri, latihan rohani untuk mengendalikan hawa nafsu. Saat kita berpuasa, ingatlah akan kesalahan, kejahatan, dan ketidakadilan yang kita lakukan. Ingatlah akan itu semua dan bertobatlah. Kembalilah kepada Tuhan.” Boro-boro ingat kesalahan, yang kuingat sepanjang hari ini hanyalah perutku yang lapar. Boro-boro ingat Tuhan, yang kuingat sepanjang hari ini hanyalah makanan!


Ah Tuhan, aku benar-benar orang lemah yang penuh dosa. Aku ini tak lebih dari seonggok debu yang sama sekali tidak berharga, hidup tanpa arah, dipermainkan oleh keinginan-keinginan yang tak beraturan. Padahal, aku ingin selalu dekat dengan-Mu, ya Tuhan. Aku ingin hidup sesuai dengan kehendak-Mu, agar teguhlah aku seperti pohon zaitun yang tumbuh menghijau di pelataran rumah-Mu.


Prang … prang .. prang!!! Suara itu kembali mengagetkanku. Suara berisik apa pula itu? Mengganggu saja! Prang … prang .. prang!!! Nasi goreng, nasi goreng!!! Ah, itu rupanya pedagang nasi goreng yang memukul-mukul wajannya, berpromosi dalam rangka menarik pembeli. Hah, nasi goreng? Aku langsung gelisah. Perutku kembali bernyanyi, sementara bau nasi goreng yang harum semerbak mulai masuk ke dalam hidungku. Wah, ini sungguh godaan yang sulit untuk ditaklukkan! Perasaanku bergejolak dengan hebatnya, “Ya Tuhan, aku harus banyak belajar menahan diri!” Beli … tidak … beli … tidak … beli …***


Bacaan pendukung
Barth, Marie Claire, dan B.A. Pareira. Tafsir Alkitab: Kitab Mazmur 1-72. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Mays, James L. Psalms. Louisville: John Knox Press, 1994.
Stuhlmueller, Carroll. Psalms 1. Delaware: Michael Glazier, Inc, 1983.

Kamis, Maret 24, 2011










Pelayan yang Rendah Hati New Book!
Mgr. Ignatius Suharyo
Cet.3, 2011, 230 x 230 mm, 100 hlm, KANISIUS
Harga Rp 30.000,-
Harga Member Rp. 27.000,- (disc 10%)
Kategori : Rohani
ISBN : 978-979-21-2483-5

Biar banyak rintangan yang datang menghadang aku tetap melayani Tuhan agar dunia bertobat kepada Allah dan percaya kepada Yesus Kristus Tuhan. Aku melayani Tuhan dengan segala rendah hati. Layani Tuhan…… Layani Tuhan…….. (Mgr. Ignatius Suharyo)

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org









Yang Terpilih Untuk Dipecah & Dibagi New Book!
UNIO KAS
Cet.3, 2011, 189 x 147 mm, 272 hlm, KANISIUS
Harga Rp 30.000,-
Harga Member Rp. 27.000,- (disc 10%)
Kategori : Rohani
ISBN : 978-979-21-2471-2

Jika kita googling dengan kata kunci “Ignatius Suharyo”, dalam kurun 0.23 detik terkumpul 5.820 artikel. Jika dicari “Mgr. Ignatius Suharyo”, terkumpul hasil 9.440 artikel berbahasa Indonesia dan 949 artikel berbahasa Inggris dalam waktu 0.06 detik. Saya ketik kata kunci “I. Suharyo Pr”, maka tertayang 24.500 hasil dalam waktu 0.27 detik. Apa artinya itu, jika bukan kenyataan bahwa Monsinyur Suharyo “kondhang”? (J.Dwi Harsanto, Pr)


©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org

Rabu, Maret 16, 2011

KELUARGA DALAM PERJANJIAN BARU
Alfons Jehadut



Di dalam tulisan ini akan diselidiki pertama-tama pemakaian istilah keluarga. Lalu dilanjutkan dengan relasi antara Gereja dan keluarga dan tiga ciri yang khas dari pola gereja-keluarga. Akhirnya, tulisan ditutup dengan sebuah aplikasi praktis bagi kehidupan keluarga kita saat ini.



Istilah keluarga

Ada dua kata yang digunakan dalam perjanjian Baru untuk keluarga dan untuk konsep-konsepnya yang terkait. Kata yang pertama adalah patria, yang berarti keluarga dari sudut pandang relasi historis, seperti garis keturunan. Kata ini dapat kita temukan dalam Luk 2:4. Dikatakan bahwa Yusuf berasal dari keluarga dan keturunan Daud - garis keturunan biologisnya. Kisah Para Rasul (Kis. 3:25) juga menggunakan istilah ini untuk menerjemahkan janji Allah kepada Abraham. Dijanjikan bahwa semua “keluarga”1 di muka bumi akan diberkati.

Kata yang kedua adalah oikos (plural: oikia). Kata ini jauh lebih umum daripada kata yang pertama. Kata ini dimengerti sebagai keluarga dalam arti rumah tangga. Dalam arti ini, kata oikos searti dengan kata bayit dalam Perjanjian Lama. Dalam dunia Yunani-Romawi, oikos (Latin:familia) dipahami sebagai sebuah unit sosial yang lebih luas. Unit sosial itu tidak hanya mencakup sanak keluarga sedarah, tetapi juga orang lain yang tidak sedarah seperti para budak, pekerja, dan orang-orang yang bersandar pada seorang kepala rumah tangga.



Keluarga dan Gereja

Keluarga adalah bagian yang penting dalam dunia Yahudi dan juga dalam dunia Yunani - Romawi. Maka, tidak terlalu mengherankan bahwa keluarga memainkan suatu peran yang penting dalam pertumbuhan dan pembentukan karakter gerakan kristiani perdana. Gereja Yerusalam memecahkan roti, melanjutkan pengajaran di rumah-rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah (bdk. Kis. 2:46; 5:42; 12:12).

Gereja bertumbuh dan berkembang melalui pewartaan di dalam keluarga. Seluruh anggota keluarga Kornelius bertobat karena pewartaan yang dilakukan oleh Petrus di dalam keluarga (Kis. 10). Kehadiran Roh di dalam keluarga itu tidak hanya mentobatkan seluruh anggota keluarga Kornelius, tetapi juga mentobatkan Petrus dan Gereja Yerusalem.2 Dengan demikian, babak baru di dalam pewartaan Injil kepada orang-orang bukan Yahudi mulai dibuka. Allah mempersiapkan Petrus untuk membuka misi penginjilan kepada orang-orang bukan Yahudi.

Strategi misi Paulus melanjutkan babak baru yang dilakukan oleh Roh melalui Petrus, yakni membuka misi kepada orang-orang bukan Yahudi. Orang-orang bukan Yahudi yang terdiri dari satu atau beberapa keluarga itu dianggap sebagai sel yang penting bagi terbentuknya Gereja. Maka, pantaslah kalau kita mencatat beberapa keluarga berikut: keluarga usahawati Lidia, seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, dengan seisi rumahnya dibaptis (Kis. 16:15); keluarga penjaga penjara di Filipi (Kis 16:15, 31-34); Stefanus, Krispus, Gayus di Korintus (1Kor 1:14-16; 16:15; Rom 16:23); keluarga Priskila dan Aquila, keluarga Onesimus di Efesus (1Kor 16:19; 2Tim 1:16; 4:19); Filemon di Kolose (Flm 1 dstnya); keluarga Nimfa di Laodikia (Kol 4:15 dstnya); dan Aristobolus, Narsisus, dan orang-orang lain di Rom (Rom. 16:10 dstnya).

Dari teks-teks itu kita melihat bahwa Gereja (ekklesia) bertumbuh dan berkembang dari perjumpaan di rumah (oikos) umat itu sendiri. Itu berarti keluarga itu sendiri merupakan sebuah Gereja. Keluarga merupakan sel yang dianggap sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan sebuah kelompok umat beriman yang lebih luas.



Pola Gereja-Keluarga

Dilihat dari fungsi sosial dan religius, keluarga bagi bangsa Israel adalah sebuah tempat seseorang masuk dalam persekutuan, tempat seseorang masuk dalam otoritas sosial, dan tempat memelihara iman. Tiga ciri yang khas keluarga dari sudut pandang fungsi sosial dan religius itu dapat dilihat dalam pola gereja-keluarga di dalam Perjanjian Baru.



Masuk dalam persekutuan

Paulus memakai bahasa Perjanjian Lama untuk melukiskan relasi kekeluargaan. Di dalam kata bet-ab itu dilukiskan relasi keluarga yang lebih luas, yang mencakup ayah dan ibu, anak-anak dan isteri-isteri mereka, cucu laki-laki dan isteri-isteri mereka, pembantu dan keluarganya, karyawan dan keluarganya. Selama zaman Perjanjian Lama “keluarga” umat Allah selalu berpolakan keluargta Abraham yang mencakup Abraham serta isteri-isterinya (Kej. 16:1-2; 25:1), saudara sepupu (Kej. 13:1), sanak saudara lain yang bergantung padanya dan budak sahayanya (Kej. 14:14; 17:13) serta hamba-hambanya (Kej. 15:2-3). Relasi kekeluargaan yang lebih luas itu juga ditampilkan di dalam Perjanjian Baru. Dikatakan bahwa dalam Kristus semua orang dianggap sebagai kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru (bdk. Ef 2:19 dstnya; 3:6). Orang-orang bukan Yahudi tidak lagi dianggap sebagai orang asing dan pendatang. Mereka menjadi “anggota keluarga Allah sendiri” (sebuah istilah yang digunakan untuk melukiskan orang Israel).

Masuk di dalam persekutuan keluarga Allah mempunyai sebuah konsekuensi. Kita mempunyai suatu kewajiban bagi saudara-saudara seiman. Tuntutuan sosial dan etis bagi koinonia sangat menonjol dalam Perjanjian Baru (Kis 2:42, 44, 4:34; Rom 12:13; 15:26 dstnya; Gal 6:6; 2Kor 8:4; 9:13; Flp 1:7; 4:15 dstnya; 1Tim 6:18; Ibr 13:16).

Sebagai contoh, kita melihat ciri kehidupan komunitas kristiani Yerusalem perdana (Kis 2:42-47). Di dalam komunitas itu ada empat ciri yang menonjol. Pertama, koinonia (persekutuan). Istilah ini menunjukkan bahwa orang-orang beriman merasakan suatu persekutuan yang kuat di antara sesama anggota umat. Ikatan persekutuan itu membuat mereka saling berbagi. Segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama karena mereka diikat oleh Roh Kristus yang sama.

Kerelaan orang-orang bukan Yahudi dari Gereja yang jauh dari Yerusalem untuk membagikan kekayaan mereka dengan orang kristiani Yahudi di Yerusalem merupakan suatu bukti nyata dari persekutuan. Kerelaan itu merupakan manifestasi eksternal dari iman yang sama dengan komunitas pusat (Rom 15:26; Gal 2:10; 1 Kor 16:1-3). Persekutuan itu melibatkan partisipasi nyata. Karena itu, perhatian terhadap saudara-saudara yang berkekurangan harus menjadi tanggung jawab semua orang beriman.

Kedua, berdoa. Saling mendoakan merupakan aspek lain dari persekutuan. Bentuk doa macam apakah yang dipakai oleh jemaat perdana yang percaya kepada Yesus? Mereka menggunakan doa-doa yang telah mereka kenal sebelumnya, yakni doa-doa yang dipakai oleh orang-orang Yahudi. Mereka merumuskan doa-doa baru menurut model doa-doa orang Yahudi. Kisah menggambarkan orang-orang kristiani perdana, seperti Petrus dan Yohanes, seringkali pergi dan bahkan setiap hari ke Bait Allah untuk berdoa pada jam-jam tertentu (2:46; 3:1; 5:12, 21, 42). Ini mengimplikasikan bahwa orang Yahudi perdana yang percaya pada Yesus meneruskan pola kebiasaan kebaktian mereka. Tetapi, secara perlahan-lahan doa orang kristiani berpusat pada ingatan dan pujian terhadap apa yang telah dilakukan oleh Yesus.

Ketiga, memecahkan roti. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dengan gembira dan dengan tulus hati (2:46). Bagaimana orang kristiani perdana menafsirkan Ekaristi? Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus (1 Kor 11:23-26), yang ditulis pada pertengahan tahun 50-an menyebutkan model perayaan ekaristi yang diwariskan padanya (kira-kira dari tahun 30 M). Dikatakan bahwa, “setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang”. Ingatan akan kematian Tuhan barangkali menggemakan model paskah Yahudi yang menghadirkan kembali (Ibrani: zikkaron; Yunani: anamnesis) peristiwa keluaran. Ingatan itu kemudian bergeser dari peristiwa keluaran ke peristiwa salib dan kebangkitan Yesus.

Keempat, ajaran para rasul. Kitab Suci itu bersifat otoritatif bagi semua orang Yahudi, khususnya hukum taurat dan kitab nabi-nabi. Hal itu juga berlaku bagi umat kristiani perdana. Akan tetapi, modifikasi yang dilakukan oleh Yesus atas hukum Taurat menjadi pangkal dari ajaran yang bersifat khas kristiani. Sebagaimana Yesus memodifikasi dan menafsirkan secara lain dengan orang Yahudi demikianlah juga para pengajar kristiani membuat aplikasinya sendiri terhadap situasi-situasi yang tidak dialami Yesus. Aplikasi ini dapat ditemukan dalam ajaran para rasul.



Otoritas dalam keluarga

Dalam pandangan orang Israel kuno, anak dianggap sebagai karunia yang istimewa dari Allah (bdk. Mzm 127; 128). Di samping umur yang panjang, keluarga yang besar dianggap sebagai berkat Allah yang kelihatan. Bukan hanya keturunan sebagai inti dari janji Abraham (Kej. 15:5), tetapi juga jumlahnya yang banyak dianggap sebagai unsur yang penting dari berkat yang dijanjikan karena ketaatan pada perjanjian Sinai (bdk. Im 26:9; Ul 28:4). Karena keluarga yang besar dianggap sebagai berkat, maka kehilangan anak dianggap sebagai tragedi yang besar.

Otoritas orang tua (baik ayah maupun ibu) sangat ditekankan di dalam Perjanjian Lama. Maka, ada suatu kewajiban menghormati dan mentaati mereka (bdk. Kel. 20:12; 21:15, 17; Ul 21:18-21; 27:16). Kewajiban ini terkait dengan tugas mereka untuk menyalurkan sabda Tuhan.

Meski orang tua mempunyai otoritas, namun otoritas dan kepemimpinan untuk semua tujuan praktis di tingkat lokal berada di tangan para tua-tua yang hampir pasti adalah laki-laki dari masing-masing keluarga. Apakah pola ini diikuti secara sadar atau tidak, kekristenan perdana mempercayakan kepeimpinannya (di bawah para rasul) keada para tua-tua dari masing-masing Gereja dan tampaknya mereka mengambil fungsi normal dari kepala-kepala keluarga yang bisa menjadi teladan bagi orang lain (bdk 1Tim. 3:2-7, 12; Tit. 1:6).

Menarik bahwa perempuan disebutkan juga sebagai kepala keluarga. Lydia, Nimfa, dan Priskila selalu disebutkan sebelum nama-nama suami mereka. Memang mereka tidak disebut secara eksplisit presbyteroi3 dari umat yang berkumpul di rumah-rumah mereka, tetapi tampaknya bukan tidak mungkin bahwa mereka menjadi pemimpinnya. Dengan menyebutkan sejumlah nama perempuan itu menjadi jelas bagi kita bahwa kaum perempuan mempunyai tempat di dalam misi perwartaan kristiani abad pertama setelah kematian dan kebangkitan Yesus. Karena itu kaum perempuan kristiani sekarang ini juga seharusnya menyadari arti pentingnya keterlibatan mereka di dalam memajukan pewartaan Injil dan kaum laki-laki juga harus menyadari arti pentingnya jalinan kerjasama dengan kaum perempuan di dalam memajukan pewartaan Injil.



Ibadat dan Ajaran

Salah satu peran penting keluarga di Israel kuno adalah sarana kontinuitas iman, sejarah, hukum, dan tradisi-tradisi bangsa. Pemeliharaan akan “aset-aset bangsa” ini secara khusus berada di tangan seorang ayah. Dia bertanggung jawab untuk mengajarkan hukum Tuhan kepada anak-anaknya. Tanggung jawab ini bukan hanya sebagai suatu kewajiban sebagai orang tua, tetapi sungguh-sungguh sebagai syarat untuk memperoleh berkat di negeri yang dijanjikan (Ul. 6:7; 11:19; 32:46).

Seorang ayah mempunyai kewajiban untuk menjelaskan kepada anak-anaknya mengenai peristiwa-peristiwa, kebiasaan-kebiasaan, dan peringatan-peringatan tertentu. Ada lima teks yang berisikan pertanyaan dan jawaban yang harus diberikan oleh orang tua ketika ditanyai oleh anak-anaknya: Kel. 12:26 dstnya; 13:14 dstnya; Yos 4:6 dstnya; 21-14; dan Ul. 6:20-24. Teks-teks ini dapat dilihat sebagai teks “katakese” yang dapat dipakai oleh orang tua untuk anak-anak. Di dalam teks-teks ini digunakan secara berulang-ulang rumusan berikut: “Ketika anak-anakmu bertanya kepada kepadamu … maka kamu harus katakan …”

Contoh-contoh katakese di atas tidak mengabaikan ajaran-ajaran yang harus diberikan oleh keluarga. Peran keluarga di dalam memelihara pengetahuan dan pemahaman tentang peristiwa-peristiwa sejarah seperti keluaran, penaklukan, pemberian tanah, hukum Taurat, merupakan pusat iman dan relasi orang Israel dengan Yahwe yang bersifat historis. Peristiwa-peristiwa penting di dalam perjalanan sejarah bangsa mereka, seperti paskah, sunat, dan ajaran tentang hukum Taurat dihidupkan di dalam keluarga. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa keluarga bagi orang Israel adalah kunci di dalam menjaga dan memelihara iman.

Perjanjian Baru juga mengakui peran penting keluarga di dalam memelihara iman. Diakui bahwa Gereja yang hidup itu terjadi di dalam keluarga. Gereja yang hidup itu terjadi dalam pengajaran Injil di rumah keluarga-keluarga (Kis 5:42; 20:20); dalam baptisan (Kis 16:15; 1Kor 1:16); dalam pemecahan roti (Kis 2:46) dan dalam pengajaran-pengajaran (Kis 2:20). Dalam teks yang terakhir ini, Paulus mengingat bahwa pengajarannya di Efesus dilangsungkan baik di tempat-tempat publik maupun di rumah-rumah.

Pewartaan Paulus di rumah-rumah keluarga memperlihatkan bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama. Keluarga dilihat sebagai tempat pendidikan bagi anak-anak (Ef. 6:4). Orang tua bertugas sebagai pem-bimbing utama di dalam mengarahkan, menuntun dan memberikan pengertian dan pemahaman yang benar tentang sesuatu hal sesuai kaidah-kaidah iman kristiani. Orang tua sebagai agen utama di dalam menumbuhkan mengembangkan kehidupan anak-anaknya baik secara fisik, psikis, intelektual, dan spiritual.



Penutup

Dari uraian di atas kita melihat bahwa kekristenan awal mengambil metafor keluarga sebagai gambaran bagi Gereja secara keseluruhan. Gambaran itu berlatar belakang Perjanjian Lama. Sebagaimana orang Israel menyebut diriya bet-Yahwe” atau keluarga Allah (Bil. 12:7; Yer 12:7; Hos 8:1; dan Mikha 4:2), demikianlah juga Gereja dapat disebut anggota keluarga Allah (Ef. 2:19; Gal. 6:10; Ibr. 3:2-6; 1Tim 3:15; 1Ptr 4:17).

Sebagai anggota keluarga Allah, keluarga kristiani seharusnya menjadikan dirinya pantas untuk menyandang predikat tersebut. Untuk itu, kita perlu mengikuti nasihat umum Paulus untuk hidup berkeluarga (bdk Kol 3:18-4:1; Ef. 5:22-6:9; 1Ptr 2:13-3:7). Di dalam nasihat umum ini ditegaskan bahwa perkawinan mengungkapkan hubungan Kristus dengan Gereja. Para suami dinasihati untuk mengasihi isterinya seperti Kristus mengasihi umat-Nya. Dan, para isteri dinasihati untuk tunduk kepada suami sebagaimana umat tunduk kepada Kristus.

Sikap yang pantas dari orang tua terhadap anak dan sikap yang pantas dari anak terhadap orang tua juga diperhatikan oleh Paulus (Kol 3:21). Dikatakan bahwa orang tua tidak boleh menyakiti hati anak-anaknya, supaya anak-anak tidak tawar hatinya. Orang tua perlu membesarkan anak-anaknya dalam didikan dan ajaran kristiani. Anak-anak juga diminta untuk mentaati orang tuanya (bdk Kel 20:12).

Fungsi pendidikan di dalam keluarga dipercayakan kepada orang tua. Konsili Vatikan II mengingatkan: “Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka mereka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu, orangtualah yang harus tampil sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangatlah, sangat sukar juga untuk dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orang tua: menciptakan lingkup keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka, keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat”4

Kewajiban orang tua untuk mendidik anak itu bersifat hakiki. Kewajiban ini tidak tergantikan dan tidak dapat diambil alih oleh orang lain. Dalam pendidikan pertama ini orang tua menjadi model. Anak-anak meniru perbuatan orang tuanya. Jika orang tua senang membaca Alkitab secara teratur, anak tahu bahwa Alkitab harus dibaca secara teratur. Anak juga tertarik untuk mengetahui isi Alkitab apabila orang tua menceritakan isi Alkitab kepadanya dalam bahasa yang dapat dimengerti. Cerita Alkitab bisa menarik minat anak untuk mengetahui isi Alkitab lebih banyak.



1.LAI menerjemahkan kata “patria” dengan bangsa bukan keluarga.
2.Bdk. Richard Pablo, “The pluralistic Experiences of the First Christian Communities According to the Acts of the Apostles” dalam Dei Verbum, no 62/63, 2002, 24-31.
3.Sebutan presbyteroi tidak boleh diterjemahkan dengan imam, tetapi dengan kata-kata yang lebih umum “kaum tua-tua” sebab selama abad pertama, Gereja belum memiliki struktur seperti yang kita kenal sekarang, yakni umat paroki dipimpin oleh pastor, para pastor dipimpin oleh uskup, dan para uskup dikepalai oleh Paus.
4.Pernyataan “Gravissimum Educationis”, tentang pendidikan Kristen, art 3.

Senin, Maret 14, 2011











Penyembuhan Melalui Perayaan Ekaristi New Book!
Robert DeGrandis SSJ
Cet.7, 2011, 174 x 111 mm, 171 hlm, OBOR
Harga Rp 25.000,-
Harga Member Rp. 22.500,- (disc 10%)
Kategori : Rohani
ISBN : 978-979-565-569-5


Buku ini menuntun Anda agar bisa mengalami penyembuhan melalui Perayaan Ekaristi, dengan menggunakan kekuatan imajinasi dan visualisasi akan kehadiran Yesus, teristimewa saat Konsekrasi, sebagai cahaya menyembuhkan yang menyusup ke dalam hati Anda.


©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org









Pembaptisan Bayi & Kanak-Kanak New Book!
F.X. Didik Bagiyowinadi Pr
Cet.1, 2011, 140 x 139 mm, 184 hlm, OBOR
Harga Rp 22.000,-
Harga Member Rp. 19.800,- (disc 10%)
Kategori : Katakese
ISBN : 978-979-565-566-4


Buku ini dimaksudkan untuk membantu para orang tua mempersiapkan Pembaptisan bagi putra-putrinya. Dalam buku ini akan dibahas pentingnya Pembaptisan untuk keselamatan, kontroversi seputar praktik Pembaptisan bayi dan kanak-kanak, bagaimana memilih nama baptis dan menentukan wali-baptis dan hal-hal praktis untuk mempersiapkan Pembaptisan putra-putri Anda.


©


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org









Mutiara yang Sangat Berharga New Book!
Laurence Freeman OSB
Cet.2, 2011 (edisi revisi), 175 x 111 mm, 74 hlm, OBOR
Harga Rp 15.000,-
Harga Member Rp. 13.500,- (disc 10%)
Kategori : Liturgi Doa
ISBN : 978-979-565-570-1


Buku yang berisi gagasan sederhana tentang meditasi, bagaimana membentuk kelompok meditasi baru, dan bagaimana memimpin sebuah kelompok meditasi ini dapat mendorong siapa pun untuk mulai bermeditasi dan mebentuk kelompok meditasi.

©


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org












Memandang dalam Kuasa Cinta New Book!
Siriakus Maria Ndolu O. Carm
Cet.1, 2011, 174 x 112 mm, 94 hlm, OBOR
Harga Rp 16.000,-
Harga Member Rp. 14.400,- (disc 10%)
Kategori : Liturgi Doa
ISBN : 978-979-565-568-8


Buku kecil ini merupakan kumpulan bahan pendalaman Meditasi Kristiani. Walaupun terkumpul dari berbagai tema, tetapi semuanya dapat dirangkum dalam judul yang sama: MEMANDANG DALAM KUASA CINTA.

©


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org










Doa Harian Keluarga New Book!
Patrisius Pa SVD
Cet.1, 2011, 174 x 111 mm, 104 hlm, OBOR
Harga Rp 20.000,-
Harga Member Rp. 18.000,- (disc 10%)
Kategori : Liturgi Doa
ISBN : 978-979-565-565-7

Keluarga sebagai Komunitas Pewarta Injil merupakan suatu Komunitas Misioner. Orangtua dan anak-anak, suami dan istri, saling mendoakan satu sama lain, saling mewartakan Injil, dan mereka bersama-sama menjadi Saksi Injil bagi keluarga-keluarga yang lain. Buku “Doa Harian Keluarga” ini menyediakan himpunan ujud-ujud doa harian khusus untuk kebahagian anggota keluarga dan untuk kepentingan Misi.


©



Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org













Buku Pintar MISDINAR
New Book!
Gabriel, F.X
Cet.5, 2010, 184 x 124 mm, 108 hlm, YAYASAN PUSTAKA NUSATAMA
Harga Rp 15.000,-
Harga Member Rp. 13.500,- (disc 10%)
Kategori : Katekese
ISBN : 979-719-000-5

Sejak tahun 2005 Gereja Katolik Indonesia merayakan Ekaristi dengan TPE Baru. Maka pelbagai materi dalam Buku Pintar Misdinar yang berkaitan dengan Tata Perayaan Ekaristi dan sikap liturgisnya, kami revisi dan kami sesuaikan dengan TPE 2005. Kami berharap edisi revisi ini menjawab kebutuhan lapangan akan tersedianya buku misdinar yang sesuai dengan TPE 2005.


©


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org

Senin, Maret 07, 2011










Pengantar Kitab-Kitab Kenabian SUARA ILAHI New Book!
YM. Seto Marsunu
Cet.1, 2011, 210 x 140 mm, 164 hlm, Lembaga Biblika Indonesia (LBI)
Harga Rp 40.000,-
Harga Member Rp. 36.000,- (disc 10%)
Kategori : Kitab Suci


Kami berharap bahwa buku ini dapat membantu para pembaca untuk menggali kekayaan firman Allah yang disampaikan oleh dalam kitab-kitab para nabi. Firman itulah yang seharusnya menjadi makanan rohani dan menjadi pemimpin kita dalam menjalani kehidupan. Kita percaya bahwa kitab-kitab yang sudah lanjut usia itutetapa mengungkapkan kesegaran firman Allah yang abadi.


©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org




Jumat, Maret 04, 2011

JANGAN BERBUAT DOSA
Jarot Hadianto

“Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa!” (Mzm. 4:5)


Sambil meringis menahan nyeri, aku memegangi kepalaku yang berdenyut-denyut. Aduh, pusing sekali. Seluruh tubuhku juga terasa sakit, rasanya sungguh tak karuan. Sejenak aku bangkit dari tempat tidurku, menghilangkan rasa pegal setelah berbaring di situ satu jam lamanya. Percuma saja aku berusaha tidur. Perasaan yang bergejolak membuat batinku tak tenang, hingga dari tadi mataku tak juga mau dipejamkan.

Maka, aku lalu duduk-duduk saja di sisi pembaringan. Kutatap lama-lama cermin kusam yang menempel di dinding. Gambar diriku terpampang di situ, sesosok anak muda dengan baju kumuh dan rambut acak-acakan. Wajahku tampak kuyu nan kusut, tampak pula lebam dan warna membiru di beberapa bagian. Ah, aku ini benar-benar manusia yang menyedihkan. Kuraba pipi kiriku perlahan-lahan. Aduh, aduh, rasanya ngilu sekali. Apa gigiku ada yang patah atau rontok? Kurang ajar! Mendadak, perasaan geram kembali meluap-luap dalam diriku. Sosok dalam cermin dengan jelas menunjukkan hal itu. Dadanya naik turun menahan emosi, bibirnya terkatup rapat, sementara matanya berwarna merah laksana darah. Itulah aku yang sedang marah, benar-benar marah!

Apabila aku berseru, jawablah aku ya Allah

Aku teringat peristiwa tragis di tempat kerja siang tadi. Sungguh di luar dugaan, sebab tadinya aku mengira bahwa hari ini akan sama saja seperti hari lainnya, di mana aku dapat melakukan rutinitas pekerjaanku dengan tenang. Hari ini pun aku awali persis sama seperti hari-hari sebelumnya. Pagi-pagi buta aku sudah bangun. Lalu, setelah mandi dan mempersiapkan ini-itu, aku pun berangkat ke kantor saat matahari masih terlelap di peraduannya. Dengan ritme teratur seperti itu, siapa sangka hari ini akan menjadi hari yang sangat berbeda, siapa sangka hari ini adalah hari sial bagiku.

Baru saja melangkah memasuki ruangan, aku bertemu dengan orang itu, rekan kerja yang sebenarnya tak bisa disebut rekan kerja. Mukanya masam, bibirnya cemberut melengkung ke bawah, membuat siapapun yang memandangnya bakalan kehilangan selera makan. Apakah ia tak pernah membaca artikel kesehatan bahwa wajah dengan pola otot seperti itu akan membuat seseorang kelihatan cepat tua? Begitu pikirku sambil berlalu di hadapannya. Sekilas aku melihat dia, dan dia pun melihat aku. Dalam waktu sepersekian detik kami berhadapan muka, tanpa ada kata dan sapa terucap di antara kami. Meski aneh, bagiku itu sudah biasa. Hari-hari kemarin juga begitu, sebab aku dan dia memang tidak akrab. Jadi, aku pun tenang-tenang saja, lalu mulai mengangkati kardus dan mengepak sejumlah barang, itulah tugasku sehari-hari.

Keadaan jadi agak berbeda ketika tak lama sesudah itu pimpinan tertinggi tiba-tiba memanggil seluruh karyawan, lalu mengumumkan dua instruksi penting. Yang pertama, bahwa perusahaan ini mendapat proyek besar namun mendadak, yakni pengiriman paket buku ke seluruh Indonesia. Kedua, karena barangnya banyak dan waktunya sempit, beliau memerintahkan agar semua karyawan dari semua divisi ambil bagian dalam proyek ini. Pekerjaan harian masing-masing harap ditinggalkan dulu. Pengumuman pertama langsung disambut semua orang dengan penuh sukacita. Itu berarti perusahaan ini masa depannya cerah, banyak order, dan dengan itu (semoga) gaji meningkat. Pengumuman kedua? Yang ini ditanggapi dengan keluh kesah dan kasak-kusuk di mana-mana. Tentunya orang-orang itu baru berani menggerutu setelah sang pimpinan meninggalkan ruangan. Saat bos ada, mereka mengangguk-angguk tanda taat dan hormat.

Tuhan mendengarkan apabila aku berseru kepada-Nya

Maka demikianlah, siang tadi ada kesibukan yang tidak biasa di kantor kami. Tiga puluh orang sekaligus berada dalam satu ruangan yang sebenarnya tidak terlalu luas. Kami hilir mudik, berbagi tugas membongkar kardus-kardus besar, memilih-milah isinya, membaginya menjadi paket-paket kecil, kemudian mengemasnya baik-baik dan menempelinya alamat. Karena ada begitu banyak orang, ruangan terasa sangat panas, meski pendingin udara sudah disetel di angka dua belas. Dan, jangan tanya keadaan di sekitar kami. Buku, lem, kertas berceceran di mana-mana, semuanya awut-awutan dan berantakan. Melihat jumlah buku yang harus kami tangani, situasi ini agaknya akan berlangsung selama seminggu atau dua minggu ke depan.

Bagiku itu tentu bukan masalah, sebab memang inilah pekerjaanku. Tidak demikian halnya dengan rekan-rekanku. Melihat wajah mereka, rasanya aku ingin tertawa. Ini dia yang kusebut “wajah-wajah yang tidak ikhlas”. Senyum benar-benar menjadi barang langka hari ini. Pasti mereka bertanya-tanya mimpi apa semalam, sehingga mendadak harus menjalani kerja rodi. Ada juga yang bekerja dengan kening berkerut. Aku yakin, orang itu pasti sedang merekayasa alasan agar terhindar dari kerja yang melelahkan ini mulai besok pagi. Ha, ha, ha … dalam hati aku tergelak. Mereka memang tidak cocok menangani kerja kasar seperti ini. Apalagi, berhubung tanpa persiapan, orang-orang itu banting tulang bersimbah keringat mengenakan baju batik!

Sambil tersenyum-senyum kecil, aku melirik-lirik, mencuri lihat cara kerja mereka. Hmmm … tampaknya kurang profesional dan cenderung sembarangan. Tapi aku harus maklum. Apa boleh buat, ini kan memang bukan bidang mereka. Si bos juga yang salah. Ia mengira, banyak orang berarti cepat selesai. Itu belum tentu. Orang-orang ini tidak biasa membungkus barang. Jadi, selain malah lama, hasil akhirnya pasti tidak rapi dan tidak maksimal.

Satu hal lagi yang bisa jadi masalah: mereka bekerja tanpa kerelaan hati. Nona manis dari bagian HRD itu, misalnya, dari tadi lebih sibuk dengan lem dan isolasi yang menempel di tangannya. Ia khawatir benda-benda terkutuk itu mencederai kulitnya yang halus nan lembut. Ibu tua dari bagian keuangan sikapnya sama saja. Tak habis-habisnya ia mengeluh, mengapa dari memegang uang, sekarang ia harus menyeret-nyeret trolley. “Ini tak ada dalam kontrak kinerja!” begitu katanya. Sementara itu, temanku yang sehari-harinya menjadi juru ketik sengaja memilih duduk di bagian ujung, agar bisa bekerja sambil mencaci-maki si bos yang tak tahu diri. Aku tertawa geli melihat wajahnya yang suntuk. Karena ia tergolong “orang sendiri”, aku berani bercanda mengoloknya dengan berkata, “Hari gini kerjaan tidak beres? Apa kata dunia?”

Dari situlah bencana berawal. Si muka masam ternyata ada di dekat situ. Ia mengira aku sedang menyindir dirinya. Tadi itu, sepanjang kami bekerja, ia memang lebih banyak bengong-bengong saja, tidak kunjung mengerti ketika diajari cara membungkus setumpuk buku dengan rapi. Alhasil, ia lebih banyak jadi penonton, dengan prestasi kerja nol besar. Pantas saja ia jadi panas mendengar aku berkata demikian. Matanya melotot ke arahku seakan mau keluar. Temperatur ruangan yang mendidih rupanya makin membuat emosinya tersulut. Segera saja ia bangun dari tempat duduknya, lalu mendatangi aku sambil memasang tampang yang bukan main seramnya.

Dia bertanya, “Apa maksud perkataanmu tadi?”; aku menjawab, “Aku tak punya maksud apa-apa.” Dia menuduh, “Kamu mengejek aku ya?”; aku menangkis, “Perkataanku tidak tertuju padamu.” Kemudian dia membentak, “Sejak tadi aku melihatmu tertawa-tawa sendiri. Kenapa?”; dengan lincah aku mengelak, “Mengapa manusia merdeka seperti aku tidak boleh tertawa?” Dia terus mencecar, “Selama ini kamu tidak suka padaku dan selalu berusaha menjatuhkan aku kan?”; aku membantah keras, “Aku tak peduli padamu dan tak punya soal apa-apa denganmu.” Lalu dia mengancam, “Kalau kamu macam-macam, aku hajar kau!”; aku nekat melawan, “Aku sama sekali tidak takut padamu!”
Lalu tiba-tiba tangannya melayang meninju lenganku.

Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa

Sampai sekarang, aku ingat rasanya. Sakit sekali! Sangat-sangat sakit! Aku tak sempat menangkis, apalagi menghindar, karena pukulan itu menghunjam begitu cepat dan telak. Badanku sampai terhuyung-huyung ke samping dibuatnya. Dan, pada saat itulah, ketika rasa terkejutku belum hilang, pukulan-pukulan berikutnya berdatangan laksana buah durian berguguran dari pohonnya. Habis perut dan dadaku dihajar olehnya. Melihat wajahku yang membiru, aku berkesimpulan, tinjunya rupanya mampir juga ke situ. Si muka masam tampaknya benar-benar sedang kalap. Seluruh amarahnya dilampiaskan terhadapku siang tadi.

Aku sama sekali tak bisa melawan. Badan lawanku dua kali lebih besar dari badanku. Memang sekali dua kali aku berusaha balas meninju dia. Tapi itu sia-sia belaka. Tanganku seperti memukul tembok, dan dia jelas tak merasakan apa-apa. Maka, yang bisa kulakukan tadi hanyalah menunduk, menangkis, dan mengaduh-aduh. Kedua tanganku lebih banyak melindungi wajahku, jangan sampai bogem mentah temanku itu membuat gigiku tanggal dan mataku copot. Tentu saja tadi itu seketika ruangan jadi geger. Teman-teman turun tangan memisahkan kami. Satu orang menyeretku agar menjauh, lima orang menahan si muka masam agar berhenti mengamuk. Aku berterima kasih atas kemurahan hati mereka. Sayang, bantuan itu datang terlambat. Badanku sudah telanjur babak belur, juga harga diriku. Semuanya hancur lebur tak bersisa.

Maka dari itu, sejak siang tadi sampai malam ini, diriku benar-benar berselimutkan kemarahan. Peristiwa itu terus-menerus terkenang dalam ingatanku dan membuat kegeramanku meluap-luap. Aku merasa mendapat hinaan dan pelecehan yang luar biasa. Terus terang, seumur hidup aku belum pernah berkelahi. Aku pikir, untuk apa beradu fisik? Bukankah segala persoalan bisa dicari solusinya dengan dibicarakan baik-baik? Sekarang, tampaknya aku mesti meralat pendapat itu. Ternyata ada orang yang tak bisa diajak bicara karena akal sehatnya tidak jalan. Untuk menyelesaikan masalah, orang ini hanya mengenal bahasa kekerasan dengan main pukul dan main gebuk di sana-sini. Jangan buang-buang waktu mengajak orang macam ini berbicara. Percuma!

Dalam kemarahanku, aku lalu merancang balas dendam. “Hah, tunggu pembalasanku, Teman! Pasti akan terasa sangat menyakitkan!” kataku dengan sengit sambil menatap bayanganku sendiri di dalam cermin. Aku berpikir-pikir, tindakan apa yang akan kulakukan terhadap dirinya, agar ia tobat, kapok, jera, tentu setelah badannya bonyok dan lebam-lebam seperti diriku? Bagaimana kalau aku mengerahkan teman-temanku sekampung untuk menghajar dirinya? Wah, itu ide yang bagus! Keroyok saja dia, lalu pukuli sepuasnya, pasti sakit hatiku akan terobati karenanya. Tapi, pikir punya pikir, rencana itu segera kubatalkan. Selain terlalu kejam, kuhitung-hitung temanku paling-paling ada lima. Mereka itu kurus-kurus kurang tenaga. Kami takkan mampu mengalahkan dia, meskipun kami maju bersama!

Bagaimana kalau aku memilih jalan yang lebih halus? Jangan salah, meski halus, aku yakin hasil akhirnya akan menyakitkan baginya dan memuaskan bagiku. Caranya, perkara ini harus diadukan kepada pimpinan tertinggi. Ya, aku harus mendekati bos besar, menceritakan kelakuan anak buahnya yang berandalan itu, dengan memberi bumbu di sana-sini agar lebih dramatis. Tujuan akhirnya, demikian aku berharap, orang itu dijauhi sanksi yang berat, yakni pemecatan. “Pecat dia! Singkirkan dia! Perusahaan ini adalah perusahaan yang beradab. Di sini tak ada tempat bagi orang yang kelakuannya liar dan barbar!” Aku murka sambil menuding-nuding diriku sendiri di dalam cermin.


Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur

Sesudah itu, aku tersenyum puas, lalu kembali membaringkan badan. Sekilas aku teringat nasihat teman-temanku tadi siang, agar aku bersikap sabar, sabar, dan sabar. “Maafkan dia, mungkin dia lagi emosi,” kata seorang temanku. Enak saja! Kan bukan kamu yang sakit dan malu, digebuki di depan mata orang banyak! Aku tidak peduli lagi. Pokoknya, rencanaku akan kujalankan besok pagi dan harus berhasil.

Tiba-tiba mataku terbuka lagi. Ah, apakah aku sejahat itu? Tidak, tidak, tidak, aku tidak pernah mau menyengsarakan orang lain. Bagaimana kalau si muka masam nanti sungguh dipecat dan tidak punya pekerjaan lagi? Makan apa dia? Bagaimana dengan anak-istrinya? Siapa tahu tindakannya tadi bukan karena dendam kepadaku, tapi karena dia sedang punya banyak masalah? Mengapa aku tidak mendekati dia besok, mengajaknya bicara, siapa tahu kami lalu bisa saling memaafkan? Bukankah dialog adalah prinsip yang selama ini kuyakini kebenarannya?

Gagasan itu sungguh membuatku jengkel. Rencana balas dendam yang sebelumnya kususun matang jadi buyar seketika. Sisi hatiku yang satu berkata, “Dia tadi tidak menyesal, dia tadi tidak minta maaf. Mana mungkin memaafkan orang yang tidak minta maaf!” Tapi sisi hatiku yang lain membantah, “Mungkin saja. Justru maaf yang kita berikan bisa jadi menimbulkan kesadaran dan rasa sesal di hatinya. Maafkanlah tanpa menunggu dia meminta maaf!”

Ah! Di batinku malah kemudian berkecamuk perang seru: balas … jangan … balas … jangan … balas … jangan … Kepalaku tambah pusing dibuatnya. Dengan gusar, aku bangkit lagi dari tempat tidurku. Sosok di dalam cermin kembali kutuding dan kupelototi. “Tuhan! Mengapa aku harus berbuat baik terhadap orang yang berbuat jahat terhadapku!”

Bacaan Pendukung
Barth, Marie Claire, dan B.A. Pareira. Tafsir Alkitab: Kitab Mazmur 1-72. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Bergant, Dianne, dan Robert J. Karris (ed.). Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Mays, James L. Psalms. Louisville: John Knox Press, 1994.
Stuhlmueller, Carroll. Psalms 1. Delaware: Michael Glazier, Inc, 1983.

Rabu, Maret 02, 2011










“KEKAYAAN DAN KEADILAN SOSIAL”

RINGKASAN WB VOL.II

NO. 2, APRIL-JUNI 2011New
Harga Rp. 9.000,-



Artikel Utama

CARILAH KEKAYAAN, PINJAMKAN PADA TUHAN!
(Y.M. Seto Marsunu)

Dalam masyarakat Israel kuno, kekayaan mendapat penghargaan, bahkan menjadi ukuran keberhasilan hidup seseorang. Mari kita simak pandangan Amsal mengenai kekayaan, bagaimana memperolehnya, dan bagaimana harus mempergunakannya.



UNTA PADA LUBANG JARUM: KEKAYAAN DALAM PERSPEKTIF AJARAN YESUS (Yosef Masan Toron, SVD)

Bujuk rayu si ular membuat manusia pertama terlena dan melupakan perintah Allah. Akibatnya, mereka harus pergi meninggalkan taman Eden, hidup dalam derita, dan mengenal yang disebut kematian.



DILARANG MISKIN!
(Peter C. Aman, OFM)

Bahwa kemiskinan merupakan suatu ketidakadilan merupakan sebuah kebenaran etis-moral yang tak terbantahkan. Kemiskinan selalu merupakan fakta tercipta, entah oleh kejahatan-kejahatan individu, juga sering kali terstruktur secara sistemik dalam kebijakan dan politik ekonomi.



Kerasulan Kitab Suci

BUKAN APA YANG AKU KEHENDAKI, MELAINKAN APA YANG ENGKAU KEHENDAKI
(Andreas B. Atawolo, OFM)

Bencana yang mematikan dapat menimbulkan protes keras kepada Tuhan karena Ia seolah-olah diam saja; tetapi solidaritas membuka kesadaran manusia untuk melihat kodratnya di hadapan Allah. Cara Allah bertindak memang tidak dapat diukur dengan pikiran manusia..



Perikop-perikop Sulit

MENCARI ARA SEBELUM MUSIMNYA
(Jarot Hadianto)

Yesus yang lapar menjadi marah begitu mendapati pohon ara itu ternyata tidak ada buahnya. Padahal saat itu memang bukan musim buah ara…





Apa Kata Kitab Suci tentang…

AIR SUCI
(Alfons Jehadut)

Pada waktu masuk ke dalam gereja, dekat pintu masuk, kita biasanya menemukan air suci. Umat biasanya mencelupkan jari tangan ke dalamnya dan membuat tanda salib. Apa makna tindakan tersebut? Dan, apa itu air suci?



Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247

Fax : 021 – 83795929

SMS Center : 021 – 93692428

Email : pks@biblikaindonesia.org

Selasa, Maret 01, 2011










ADAM HARUS BICARA (Sebuah Buku Lelaki)New Book!
Deshi Ramadhani, SJ
Cet.2, 2011, 210 x 135 mm, 298 hlm, KANISIUS
Harga Rp 45.000,-
Harga Member Rp. 40.500,- (disc 10%)
Kategori : Teologi
ISBN : 978-979-21-2897-0


Setiap lelaki dipanggil untuk menjadi baik (good), bukan menjadi manis (nice). Lelaki baik masih memiliki api dan auman keras yang menggelegar, sedangkan lelaki manis adalah lelaki yang sudah pasif, patuh, berhasil dijinakkan (baik oleh lelaki lain maupun oleh perempuan).


©


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org