Kamis, Juni 30, 2011

SERIAL DAUD 01

KASIH SETIA TUHAN TIDAK AKAN HILANG DARINYA
Kisah Hidup Daud, Raja Israel yang Kedua
Jarot Hadianto

“Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud.”
(2Sam. 16:13)

Di antara tokoh-tokoh yang muncul dalam Alkitab, terutama Perjanjian Lama, sosok Daud terasa sangat menonjol. Sejak kecil, melalui guru-guru di Sekolah Minggu, kita sudah berkenalan dengan dia dan dibuat terpesona oleh aksi-aksi kepahlawanan yang dilakukannya. Kisah pertarungan Daud melawan Goliat tentunya takkan pernah kita lupakan (1Sam. 17:40-58). Hanya berbekal batu dan alat pelontar, Daud sanggup menumbangkan Goliat, raksasa Filistin yang gagah perkasa. Sesudah peristiwa itu, kesuksesan Daud terus berlanjut dari hari ke hari. Sebagai puncak, ia dipercaya menjadi raja atas dua kerajaan, yakni Yehuda (2Sam. 2:1-4) dan Israel (2Sam. 5:1-3).

Di samping Musa dan figur yang disebut Mesias, Daud adalah seorang tokoh yang pengaruhnya sangat terasa dalam seluruh sejarah dan kehidupan umat Israel. Dengan segala pencapaian yang diraihnya, putra bungsu Isai ini membuat bangsa itu terkesan, kagum, sekaligus bangga. Memang harus diakui bahwa tidak semua perbuatan Daud merupakan hal yang positif. Ia pernah jatuh dan mempermalukan bangsanya gara-gara menjalin hubungan gelap dengan Batsyeba, istri Uria, prajuritnya sendiri (2Sam. 11:1-27). Namun, meskipun mengecewakan, skandal kelam ini tidak begitu saja meruntuhkan reputasi sang raja. Kebanyakan orang tampaknya berpendapat, toh Daud akhirnya menyesali kesalahannya dengan sungguh, menanggung hukuman yang pantas, dan segera bangkit dari ketepurukannya itu. Alhasil, meski memalukan, kisah Daud dan Batsyeba dengan percaya diri ditampilkan dalam kitab Samuel.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tak diragukan lagi, Daud adalah tokoh besar dalam sejarah Israel. Inilah kiranya yang membuat banyak orang terus mengingat dan menceritakan kembali kisah-kisah tentangnya, tanpa terganggu oleh pembedaan apakah kisah itu punya nilai historis yang kuat ataukah lebih merupakan mitos yang biasa mengelilingi kehidupan seorang tokoh terkenal. Kisah-kisah tentang Daud agaknya disusun jauh setelah masa pemerintahan sang raja. Banyak tangan terlibat dalam proses ini, banyak pula motivasi yang melatarbelakangi keterlibatan itu, termasuk menjadikan kisah tentang Daud sebagai propaganda kepentingan politik. Apapun motivasinya, sudah pasti bahwa semua itu lahir terdorong oleh kekaguman akan kebesaran dan keagungan sosok yang diceritakan, yakni Daud, raja Israel yang kedua.

Merekonstruksi sosok Daud

Groenen, dalam bukunya yang berjudul Pengantar Perjanjian Lama, berusaha merekonstruksi perjalanan hidup Daud, mulai dari awal kariernya di istana Raja Saul, sampai dengan akhir pemerintahannya sebagai raja Israel-Yehuda. Oleh Groenen, hal-hal mistis, spektakuler, dan ajaib ditanggalkan dari kisah-kisah tentang Daud, sebab umumnya itu merupakan ciri-ciri suatu mitos ataupun cerita rakyat. Dengan itu, tergambarlah sosok Daud yang tampak lebih manusiawi dan – semoga – lebih mendekati kenyataan.

Daud agaknya mula-mula mengabdi sebagai prajurit di istana Saul, raja Israel yang pertama. Kecakapan dan kemampuannya membuat karier Daud terus menanjak. Lama-kelamaan keberadaan Daud membuat Saul merasa tersaingi, terlebih karena nama Daud semakin populer di kalangan masyarakat. Bentrokan antara kedua orang itu pun tak terhindarkan lagi. Merasa terancam, Daud melarikan diri dari istana, mengembara di padang gurun, dan mengepalai sekelompok prajurit yang berpihak padanya. Karena kecerdikannya, ia bahkan diterima oleh orang Filistin yang merupakan musuh besar orang Israel, dan diizinkan membangun semacam markas di daerah mereka. Karena kecerdikannya pula, Daud selalu bisa menghindari tugas dari orang Filistin untuk memerangi orang Israel, sehingga di mata rakyat, Daud tetaplah pahlawan mereka.

Dalam suatu pertempuran melawan orang Filistin, Raja Saul yang terdesak akhirnya memilih bunuh diri. Suku Yehuda yang tinggal di bagian selatan negeri itu lalu menunjuk Daud, yang memang termasuk suku tersebut, untuk menjadi raja menggantikan Saul, yang dianggap sebagai raja yang gagal. Di bagian utara, Saul digantikan oleh anaknya sendiri, yakni Ishboset, yang tampaknya kurang cakap mengemban jabatan raja. Ishboset terlibat peperangan dengan Daud karena ia berusaha merebut bagian yang dikuasai Daud. Namun, ia lalu dibunuh oleh orang-orangnya sendiri yang berkhianat padanya. Suku-suku Israel yang tinggal di utara akhirnya mengangkat Daud menjadi raja mereka. Demikianlah Daud akhirnya menjadi raja atas dua kerajaan, yakni Kerajaan Yehuda dan Kerajaan Israel. Ia lalu merebut Yerusalem dari tangan orang Yebus dan menjadikannya ibu kota “negara persatuan” itu.

Sang raja rupanya punya perhatian khusus pada bidang keagamaan. Hal itu ia tunjukkan dengan memindahkan Tabut Perjanjian ke Yerusalem, sehingga menjadikan kota itu pusat hidup beragama di Israel. Di bidang politik, Daud tampil sebagai raja yang bijak dan berwibawa. Dua kerajaan menjadi satu di bawah pemerintahannya, meski harus diakui bahwa mereka tetaplah dua negara yang terpisah. Di bidang militer, keunggulan Daud tak perlu diragukan lagi. Di bawah pimpinan Daud, Israel memenangkan peperangan demi peperangan melawan bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Orang Filistin yang sekian lama menjadi ancaman dan mengganggu ketenteraman hidup mereka takluk kepadanya. Pada masa pemerintahan Daud, meski Israel hanyalah suatu negara kecil, rakyat menikmati kemakmuran dan kesejahteraan.

Namun, di hari tuanya, Daud rupanya direpotkan oleh pertikaian dan perselisihan di kalangan keluarganya sendiri. Anak-anaknya berebut kekuasaan dan tak segan saling membunuh demi mencapai tujuan yang mereka inginkan itu. Absalom malah berani melancarkan pemberontakan melawan ayahnya. Ia didukung oleh suku-suku di utara yang rupanya mulai tidak puas dengan kepemimpinan Daud. Pemberontakan ini sangat berbahaya dan berhasil memaksa Daud sejenak melarikan diri dari Yerusalem. Hanya karena pengalamannya yang sangat luas, Daud berhasil mematahkan pemberontakan itu. Menjelang akhir hayatnya, Daud lalu mengangkat Salomo menjadi raja menggantikannya. Pengangkatan ini bukan tanpa konflik. Adonia, putra Daud yang lain, tidak terima dengan pengangkatan itu. Ia berusaha menjadi raja tandingan, meski akhirnya bisa digagalkan.***


Daftar Pustaka
1. Groenen, Pengantar Perjanjian Lama, 84-85.
Auld, Graeme A. Kings Without Privilege: David and Moses in The Story of The Bible’s Kings. Edinburgh: T & T Clark, 1994.
Bruggemann, Walter. David’s Truth in Israel’s Imagination & Memory. Minneapolis: Fortress Press, 1985.
Fourman, Larry. The Life of David. Illinois: Brethren Press, 1990.
Groenen C. Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Manney, Jim. Raja Daud. Malang: Pertapaan Karmel.


Jumat, Juni 17, 2011











Liturgi (Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi)New Book!
Emanuel Martasudjita, Pr

Nihil Obstat: FA. Purwanto, SCJ
Yogyakarta, 27 April 2011
Imprimatur: Pius Riana Prapdi, Pr., Vikaris Jendral KAS
Semarang, 1 Mei 2011

Cet.1, 2011, 154 x 227 mm, 303 hlm, PENERBIT KANISIUS
Harga Rp 48.000,-
Harga Member Rp. 43.200,- (disc 10%)
Kategori : Teologi
ISBN 978-979-21-3040-9

Buku Liturgi. Pengantar untuk Studi dan Praktis Liturgi ini merupakan edisi revisi dari buku lama Pengantar Liturgi. Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi. Buku Liturgi sebagai edisi revisi ini merupakan usaha peninjauan ulang secara keseluruhan melalui struktur dan sistematisasi baru, serta melalui beberapa bahan baru yang belum terdapat pada buku Pengantar Liturgi.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org














Surat Cinta Buat Gembala New Book!
Polar
Cet.1, 2010, 104 x 147 mm, 80 hlm, PENERBIT DIOMA
Harga Rp 35.000,-
Harga Member Rp. 31.8500,- (disc 10%)
Kategori : Rohani
ISBN 13: 978-979-26-0044-5

Surat Cinta ini dapat menjadi bahan permenungan kita mengenai Kristus yang kita imani, mengenai iman yang kita hayati, dan mengenai Gereja yang kita cintai. Surat cinta juga mengantar kita untuk mencintai para imam, gembala-gembala yang diberikan oleh Allah kepada umatnya. Surat Cinta ini juga membuka hati kita untuk berdoa bagi para imam.
Mgr. Johanes Pujasumarta (Uskup Keuskupan Bandung)

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org




Kamis, Juni 09, 2011

PESAN PENGHAKIMAN: AMBILAH DAN MAKANLAH (Why. 10:1-11:14)
Alfons Jehadut

Seperti setelah enam meterai pertama dibuka, kisah tidak langsung disusul dengan pembukaan meterai ketujuh tetapi diselingi kisah selingan yang panjang (7:1-17), demikianlah juga kisah tentang tiupan tujuh sangkakala. Setelah tiupan enam sangkakala pertama, kisah tidak langsung disusul dengan kisah tiupan sangkalala ketujuh, tetapi diselingi kisah panjang yang dapat disebut sebagai pengangkatan dan pengutusan Yohanes yang kedua (10:1-11:14). Tekanan bergeser dari tumpahan kemurkaan Allah pada orang yang tidak percaya ke penghiburan dan dorongan bagi orang yang percaya. Pengangkatan dan pengutusan baru ini mengarahkan fokus kita dari surga ke bumi. Yohanes sendiri ditampilkan sedang berada di dunia, bukan di surga dalam keadaan dikuasai oleh Roh (bdk. 4:1-2). Dalam penglihatan ini Yohanes menampilkan nasib gereja di bumi sebelum akhir zaman. Karena itu, ia diangkat dan ditugaskan untuk bernubuat lagi.

Penglihatan malaikat yang kuat (10:1-4)

Penglihatan dimulai dengan Yohanes “melihat seorang malaikat lain yang kuat” (10:1). Ungkapan, “malaikat lain” ini mengingatkan kita pada malaikat yang gagah pertama ketika Yohanes melihat gulungan kitab yang dimeterai pada tangan Allah. Malaikat yang gagah itu berseru dengan suara nyaring, “Siapa yang layak membuka gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya?” (5:2). Seorang malaikat yang kuat akan disebutkan lagi dalam 18:21. Di sini seorang malaikat lain yang kuat ini dikatakan “turun dari surga” (10:1). Ungkapan, “malaikat lain” mengindikasikan bahwa malaikat ini bukanlah salah satu dari tujuh malaikat yang ada di hadapan Allah yang memegang tujuh sangkakala (8:6). Sebagian kecil penafsir mengidentifikasikan malaikat lain yang kuat ini sebagai Yesus Kristus. Namun, identifikasi tentang keberadaannya hanya sebagai malaikat lain menunjukkan bahwa malaikat ini bukanlah Yesus Kristus karena memiliki karakteristik yang serupa dengan Kristus dalam penglihatan di pulau Patmos (1:12-20). Beberapa penafsir lain mengidentifikasikannya sebagai Gabriel atau Mikael (bdk. Dan. 8:16; 12:7). Namun, identifikasi ini hanyalah sebuah dugaan.

Yohanes melihat malaikat lain yang kuat turun dari surga sebagai seorang utusan Allah (bdk. 20:1). Malaikat lain itu berselubungan awan yang menyingkapkan asal-usul surgawinya dan hubungan dengan penghakiman (bdk. 1:7; 14:14, 15, 16; Mat. 24:30; 26:24; Mrk 13:26; 14:62; Luk 21:27). Mahkotanya adalah pelangi, sebuah simbol kesetiaan dan belaskasihan Allah (bdk. 4:3). Wajahnya itu bercahaya yang merefleksikan kemuliaan dan keagungan Allah dan Tuhan yang bangkit (1:15). Kakinya bagaikan tiang api mengingatkan kita pada tiang api di padang gurun (Kel. 13:21) yang mengungkapkan kesuciaan, belas kasihan, dan penghakiman Allah. Gambaran malaikat ini cocok untuk tugas yang diembankannya sebagai wakil Allah dan Anak Domba.

Dalam tangan malaikat yang kuat itu ada sebuah gulungan kitab kecil yang terbuka. Gulungan kitab itu mungkin berbeda dengan gulungan kitab yang dibuka oleh Yesus Kristus (5:1; 6:1). Yohanes menggunakan kata Yunani yang berbeda dan jarang untuk melukiskannya (biblaridion, bukan biblion). Kata kerja “terbuka” mengindikasikan bahwa seseorang telah membukanya sehingga gulungan itu sudah dalam keadaan terbuka di tangan malaikat. Hal ini mungkin menggambarkan sebuah pewahyuan baru dari Allah (bdk. Yeh. 2::9—3:3; Yer. 15:15-17). Kita mungkin ingin mengetahui isi gulungan kitab kecil yang terbuka ini, tetapi di sini tidak diberikan informasi. Kita mungkin hanya bisa mengatakan bahwa ada sebuah kontras antara gulungan kitab yang dimeterai dan gulungan kitab kecil yang terbuka. Isi dari gulungan kitab kecil ini dapat diakses oleh semua karena sudah terbuka walaupun masih diperlukan penafsiran profetis.

Malakai itu berdiri mengangkang, kaki kanannya di atas laut dan kaki kirinya di atas bumi. Gambaran ini mengungkapkan otoritasnya atas dunia secara keseluruhan (ay. 5, 8; 7:2; bdk. Kel. 20:4, 11; Ul. 11:24; Mzm. 68:22; 69:34). Sebagai wakil Allah dan Mesias, malaikat itu memiliki otoritas atas daratan dan lautan. Pesan yang akan disampaikannya ditujukan untuk dunia secara keseluruhan. Yang lain berpandangan bahwa cara berdiri malaikat ini melambangkan universalitas pesannya.

Malaikat itu berseru dengan suara nyaring sama seperti singa yang mengaum. Sesudah ia berseru, ketujuh guruh itu memperdengarkan suaranya. Dalam Perjanjian Lama, guruh itu sering diasosiasikan dengan surar Allah (Kel. 19:19; 1 Sam. 7:10; Ayb. 37:2-5; Mzm. 29:3; bdk. Sir 43:17). Dalam beberapa hal, guruh diasosiasikan juga dengan penghukuman dalam kitab Wahyu (8:5; 11:19; 16:18; bdk. 4:5). Tanggapan Yohanes terhadap suara ketujuh guruh adalah mulai menulis apa yang mereka katakan. Namun, ia mendengar suara dari surga yang memberi perintah, “meteraikanlah apa yang dikatakan oleh ketujuh guruh itu dan janganlah engkau menuliskannya!” (10:4).

Suara otoritatif yang mungkin berasal dari Allah atau Kristus tidak mengizinkan Yohanes untuk mencatat penghakiman-penghakiman yang dinyatakan oleh ketujuh guruh (bdk. 2 Cor. 12:1-4). Larangan ini cukup mengherankan ditinjau dari sudut perintah untuk menulis dalam penglihatan di Patmos (1:11; 19; bdk. 22:10). Itu berarti apa yang tujuh guruh telah katakan tidak termuat dalam kitab Wahyu sehingga tidak ada jalan untuk mengetahui apa yang sesungguhnya dikatakan. Larangan ini mirip dengan apa yang diperintahkan kepada Daniel untuk menyembunyikan atau memeteraikan penglihatan karena hal itu berkaitan dengan masa yang akan datang (Dan. 8:26; 12:4, 9). Namun, malakait tidak memberikan alasannya kepada Yohanes. Apapun yang dikatakan oleh ketujuh guntur itu tidak perlu dicatat tetapi dimeteraikan. Perintah untuk memeteraikan ini mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang penting yang akan terjadi.

Apa alasan larangan ini? Menurut Krodel ada dua alasan yang mungkin. Pertama, melalui larangan ini Yohanes mengatakan kepada kita bahwa kitabnya tidak memuat semua peristiwa yang harus diketahui tentang akhir zaman. Kedua, melalui larangan ini Yohanes membedakan antara dirinya dengan para nabi apokaliptik lainnya yang meramalkan waktu dan tanggal persisnya hari Tuhan atau akhir zaman. Melalui larangan ini Yohanes memberikan sebuah kesaksian bahwa kita “tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya” (Kis. 1:7). Allah sendiri yang mengetahui masa dan waktu persisnya Hari Tuhan. Semua nabi yang benar dan gereja perlu mengetahui bahwa Hari Tuhan itu segera datang (Mrk. 13:30; Why. 1:1; 22:6, 12, 20). Memberi spekulasi tentang masa dan waktu persisnya hari Tuhan itu biasanya dilakukan oleh nabi-nabi palsu.


Pemberitahuan dari malaikat yang kuat (10:5-7)

Malaikat yang kuat itu mengangkat tangan kanannya ke langit dan gulungan kitab kecil pasti berada di tangan kirinya. Mengangkat tangan kanan ke surga adalah sebuah gerakan liturgis yang biasa dilakukan ketika bersumpah (bdk. Kej. 14:22; Ul. 32:40; Dan. 12:7). Ia bersumpah demi Dia yang hidup selama-lamanya, yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya (bdk. 4:11; Kej. 14:19; Kel. 20:11; Neh. 9:6; Mzm. 146:6; Yeh. 12:28; Dan. 12:7). Bersumpah adalah sebuah praktek yang biasa dalam Perjanjian Lama untuk menyatakan komitmen seseorang pada kebenaran mutlak dari apa yang sedang dikatakannya (Ul. 6:13; Hak. 8:19; Rut 3:13; 1Sam. 14:39; 2Sam. 4:9; 1Raj. 1:29).

Isi sumpah malakait itu adalah “Tidak akan ada penundaan lagi! Tetapi pada waktu bunyi sangkakala dari malaikat yang ketujuh, yaitu apabila ia meniup sangkakalanya, maka akan genaplah keputusan rahasia Allah, seperti yang telah Ia beritakan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu para nabi” (ay. 6-7). Keputusan rahasia Allah itu tidak identik dengan spekulasi-spekulasi misterius tentang akhir zaman. Ungkapan “rahasia Allah" mungkin mengacu kepada rencana-rencana Allah yang belum disingkapkan bagi manusia sebelumnya. Penyingkapan rahasia itu disampaikan dengan suara keras di surga setelah tiupan sangkakala yang ketujuh: “Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya” (11:15). Rahasia maksud Allah bagi ciptaan-Nya mencapai pemenuhannya hanya pada waktu akhir zaman.

Rahasia keputusan Allah itu menggenapi apa yang telah disampaikannya kepada hamba-hamba-Nya, yaitu para nabi. Hal ini mengingatkan kita pada Am. 3:7, “Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi” (bdk. Yer. 7:25; 25:4; Dan. 9:5, 10; Zak. 1:6). Rahasia keputusan Allah itu digenapi dalam pengertian bahwa Allah tidak lagi menyingkapkan tentang rencana-rencana kerajaan-Nya setelah apa yang dinyatakan-Nya kepada Yohanes. Allah telah menyatakan rencana-rencana-Nya untuk kerajaan pada masa yang akan datang kepada hamba-hamba-Nya, yaitu para nabi Perjanjian Lama, tetapi hanya sebagian (bdk. Ibr. 1:1-2).

Perintah malaikat yang kuat (10:8-11)

Yohanes mendengar suara surgawi yang sebelum melarangnya untuk menulis apa yang dikatakan oleh ketujuh guruh berbicara lagi kepadanya untuk mengambil gulungan kitab yang terbuka di tangan malaikat yang berdiri di atas laut dan di atas bumi itu. Gulungan kitab yang terbuka itu berisikan “rahasia Allah”, yakni rencana keselamatan Allah untuk akhir zaman. Sekarang malaikat itu memberi perintah kepadanya untuk mengambil dan memakan gulungan kitab itu.

Perintah malaikat di atas didasarkan pada Yeh. 2:8-3:3. Tuhan memberi perintah kepada Yehezkiel untuk membuka mulutnya dan memakan apa yang diberikan kepadanya. Yehezkiel melihat di tangan yang terulur kepadanya ada sebuah gulungan kitab digengam-Nya. Gulungan kitab itu ditulisi timbal balik dan di sana tertulis nyanyian-nyanyian ratapan, keluh kesah dan rintihan. Yehezkiel diperintahkan untuk memakannya dan berbicara kepada kaum Israel. Ia lalu memakannya dan perutnya terisi dengan gulungan kitab tersebut. Di dalam mulutnya kitab itu terasa manis seperti madu (Yeh. 3:1-3).

Di sini Yohanes diperintahkan untuk mengambil dan memakan gulungan yang terbuka dari tangan malaikat itu. Perintah untuk memakan gulungan ini perlu dipahami secara simbolis karena berkaitan erat dengan tugas seorang nabi. Seorang nabi pertama-tama harus menginternalisasikan pesan-pesan Allah yang dipercayakan kepadanya. Pesan-pesan itu harus dicerna dengan baik dan dijadikan sebagai milik sendiri. Pada saat dimakan gulungan itu terasa manis seperti madu di mulut (bdk. Mzm. 119:103). Namun, terasa pahit diperut karena berisikan nubuat penghakiman yang menyebabkan ia dilawan dan dimusuhi oleh banyak orang. Nubuat penghukuman itu mungkin memuat apa yang dikatakan dalam 11:1-13 , atau memuat apa yang dikatakan dalam bab 11-19 atau semua yang dikatakan dalam sisa kitabnya.

Selanjutnya malaikat itu meminta Yohanes untuk bernubuat lagi kepada banyak bangsa dan umat dan bahasa dan raja seperti yang telah dilakukannya (bdk. Yer. 1:10; Yeh. 4:7). Setelah ia menginternalisasikan Sabda Allah, maka tugasnya adalah mewartakannya. Ia harus mengkomunikasikan pewahyuan yang termuat dalam gulungan kitab kecil. Nubuat itu berhubungan dengan banyak bangsa, umat, bahasa, dan raja (bdk. 5:9). Raja-raja disebutkan secara khusus untuk merefleksikan kekuasan dan kedaulatan Allah dan mengantisipasi penghukuman yang ditampilkan dalam 16: 14; 17:10; and 17:12. Dengan demikian, Yohanes menggunakan Yes. 2:8-3:3 untuk menjelaskan perlunya berbicara tentang gulungan kitab yang kedua. Ia menggunakan ungkapan “gulungan kitab yang kecil” (biblaridion) dalam 10:1-11 untuk membedakannya dengan gulungan kitab yang dimeterai dalam 5:1.


MENGUKUR BAIT SUCI DAN DUA SAKSI (11:1-13)
Mengukur Bait Suci di Yerusalem (11:1-2)

Yohanes mencatat pewahyuan tentang dua saksi untuk menginformasikan para pembacanya selama kesengsaraan yang besar. Catatan ini mengikuti pola penglihatan sebelumnya. Tindakan simbolis memakan gulungan kitab yang kecil (10:8-10) diikuti oleh tugas perutusan untuk bernubuat (10:11). Tindakan profetis mengukur bait suci (11:1-2) diikuti dengan sebuah tugas perutusan dan gambaran tentang nasib dua saksi (11:3-13).

Seperti nabi Yehezkiel (Yeh. 40:3-42:20; 47:1-12) dan Zakharia (Zak. 2:5-6), demikian juga Yohanes diberikan sebatang buluh dan diperintahkan untuk mengukur Bait Suci Allah, mezbah, dan mereka yang beribadah di dalamnya. Apa yang mau dirujuk oleh Bait Suci Allah, mezbah? Istilah yang digunakan untuk “Bait Suci Allah” adalah naos, bukan hieron. Septuaginta (LXX) menggunakan istilah hieron untuk Bait Suci Yerusalem pada umumnya dan naos untuk tempat maha kudus dari bait Allah (1Raj. 6:16; 2Taw. 4:22; Mzm. 28:2). Paulus juga menggunakan istilah naos untuk bagian yang kudus dari Bait Allah (1Kor. 3:16; 2 Kor. 6:16). Dalam kitab Wahyu, istilah naos juga dipakai untuk bagian yang paling kudus dari Bait Allah, tempat kehadiran Allah dalam suatu cara yang istimewa. Namun, Bait Allah di sini digunakan secara simbolis untuk umat Allah yang benar (bdk. 1Kor. 3:16; 2Kor. 6:16; Ef. 2:19-22; 1Ptr. 2:5), orang-orang yang tidak mencemarkan pakaiannya (3:4). Tindakan simbolis mengukur Bait Suci Allah, komunitas kristiani, dimaksudkan untuk melindungi mereka pada hari kemurkaan atau penghakiman. Pada bagian sebelumnya orang kristiani dilindungi dengan cara dimeterai (7:1-4) pada waktu hari penghakiman atas seluruh dunia (3:10), hari kemurkaan (6:17).

Apa yang ingin diacu oleh halaman Bait Suci yang di sebelah luar tidak perlu diukur karena telah diberikan kepada bangsa-bangsa lain yang akan menginjak-injak Kota Suci? Halaman bait suci di sebelah luar itu tidak mengacu kepada bangsa-bangsa lain karena mereka akan diberikan oleh Allah kepada bangsa-bangsa lain, penguasa Roma. Halaman sebelas luar itu mengacu kepada orang-orang kristiani yang tidak setia (bdk. 2:5; 2:14-16; 2:20-23; 3:2-3) yang akan diinjak-injak oleh penguasa Roma selama empat puluh dua bulan atau tiga setengah tahun. Orang-orang kristiani yang tidak setia ini dibiarkan oleh Allah untuk diinjak-injak oleh penguasa Roma dengan maksud untuk membuat mereka bertobat karena mereka telah melangkah ke arah yang salah. Keterangan waktu “empat puluh dua bulan” ini mengacu pada suatu periode waktu pencobaan yang terbatas (bdk. 13:5-7). Orang-orang kristiani yang setia akan dilindungi selama waktu pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia. Melindungi orang kristiani dari hari kemurkaan atau penghakiman tidak berarti orang kristiani akan bebas dari penganiayaan dan penindasan. Orang-orang kristiani yang setia akan mengalami penderitaan, tetapi mereka dilindungi oleh Allah dari kemurtadan.

Pelayanan dua orang saksi (11:3-6)

Selama penindasan dan penganiayaan terhadap gereja dalam waktu yang terbatas itu - seribu dua ratus enam puluh hari atau empat puluh dua bulan atau tiga setengah tahun (Dan. 12:7) – Yohanes mendengar suara yang berbicara tentang dua saksi dari Allah. Dua saksi memiliki makna istimewa pada waktu itu. Kesaksian yang sah menuntut dua orang saksi (Ul. 19:15). Baik Yesus maupun gereja perdana mengirim utusan berdua-dua (Mrk 6:7; Luk. 10:2; Kis. 13:2; 15:39-40).

Dua saksi yang berbicara atas nama Allah itu akan bernubuat sambil berkabung. Bernubuat dalam kitab Wahyu berarti memberikan kesaksian tentang sabda Allah dan Kristus Yesus (1:2, 9). Mereka akan bernubuat selama gereja berada di bawah penindasan dan penganiayaan oleh penguasa Roma. Mereka bernubuat sambil berkabung. Pakaian kabung biasanya digunakan sebagai simbol perkabungan pada waktu berduka cita (Kej. 37:34; 2Sam. 3:31; Yes. 15:3; Rat. 2:10; Am. 8:10; bdk. Ydt 8:5) dan pada waktu bencana (1Raj. 21:27-28; Est. 4:1; Jl. 1:13; Yun. 3:5-9; bdk. 2Mak. 3:19; Ydt. 4:10-14). Bernubuat sambil mengenakan pakaian kabung, pakaian yang pada zaman biblis menunjukkan waktu penghakiman yang semakin mendekat dan perlunya pertobatan (bdk. Yes. 22:12; Yer. 4:8; 6:26; Yun. 3:5, 6, 8; Mat. 11:21).

Siapakah dua orang saksi itu? Allah tidak menyingkapkan identitas mereka dengan nama. Namun, mereka digambarkan sebagai “kedua pohon zaitun” dan “kedua kaki pelita yang berdiri di hadapan Tuhan semesta alam” (ay. 4). Gambaran ini mungkin ditarik dari Zak. 4:1-4 yang mengatakan bahwa kedua pohon zaitun yang berada di sebelah kanan dan kiri kaki lampu adalah dua orang yang dipilih Allah untuk melayani-Nya. Maka, gambaran itu dimaksudkan untuk menunjukkan kepada dua orang yang dipilih dan diurapi oleh Allah untuk melayani Allah, Tuhan semesta alam. Posisi berdiri di hadapan Tuhan menunjukkan bahwa mereka adalah hamba-hamba Allah yang siap melakukan apa yang diperintahkan-Nya.

Apakah dua saksi ini mengacu kepada figur historis? Beberapa penafsir melihat bahwa upaya untuk mengidentifikasikan dua saksi ini dengan figur historis seperti Petrus dan Paulus, atau Yakobus saudara Tuhan dan Yohanes, atau Yohanes Pembptis dan Yesus, atau Elia dan Musa, atau Henokh dan Elia adalah sesuatu yang tidak tepat. Penulis Wahyu menggunakan bahasa simbolis sehingga dua saksi ini tidak menunjuk pada dua orang pribadi, tetapi pada komunitas kristiani. Yohanes menggemakan berbagai tradisi Yahudi, tetapi mengubahnya sehingga dua saksi ini melambangkan gereja yang memberikan kesaksian atau menjalankan peran profetis (bdk. Kis. 2:17-18). Dua orang saksi itu mewakili komunitas kristiani secara keseluruhan dalam perannya yang memberikan saksi bagi dunia sebagaimana diperlihatkan oleh identifikasi diri mereka sebagai kaki pelita (11:4), simbol gereja (1:12, 20) di mana tujuh gereja ditampilkan sebagai tujuh kaki dian. Angka dua, seperti angka tujuh, melambangkan keseluruhan komunitas dan mengingatkan prinsip dua orang saksi untuk mengesahkan sebuah kesaksian (Ul. 19:15) dan juga dua fungsi gereja, yakni sebagai imam dan raja.

Dua orang saksi yang melambangkan gereja menghadapi perlawanan dari musuh-musuh mereka tetapi mereka tidak bisa disakiti sebab mereka memiliki kekuatan. Jika para musuh hendak menyakiti mereka, keluarlah api dari mulut mereka dan menghanguskan semua musuh mereka (ay. 5). Gambaran tentang api yang keluar dari mulut mereka ini mengingatkan kita pada apa yang dikatakan dalam Yer. 5:14. Namun, ap yang dimaksudkan di sini adalah pesan pewartaan tentang penghukuman yang tidak bisa dihindari oleh siapapun (bdk. 6:15-17). Api yang keluar dari mulut itu mengingatkan kita pada pedang tajam yang keluar dari mulut Yesus (1:16; bdk. 19:15, 21) dan api, asap, dan belerang, yang keluar dari mulut kuda pada waktu trompet keenam ditiup (9:17-18).

Dua orang saksi itu diberi kuasa oleh Allah. Kuasa untuk menutup langit supaya tidak turun hujan mengingatkan kita pada kuasa yang dimiliki Elia (bdk. 1 Raj. 17:1, 7; 18:1; Luk. 4:25; Yak. 5:17). Sementara itu, kuasa untuk mengubah segala air menjadi darah (bdk. 8:8; 16:3, 4) dan memukul bumi dengan segala jenis malapetaka (11:6; bdk. 9:18, 20) mengingatkan kita pada Musa yang mendatangkan tulah atas Mesir (Kel. 7:17-21; 9:14; 11:10; 1 Sam. 4:8). Gambaran tentang kekuatan dan kekuasaan dua saksi ini menyatakan bahwa walau orang-orang kristiani ditindas dan dianiaya, namun tidak seorang pun yang akan mampu menghentikan kesaksian profetis dan panggilan pertobatan mereka. Sebaliknya, penganiayaan dan penindasan yang mereka alami akan meningkatkan kemurkaan Allah atas musuh-musuh mereka.


Kematian dua saksi (ay. 7-10)

Setelah dua saksi yang melambangkan komunitas kristiani menyelesaikan tugas kesaksian mereka, Allah mengizinkan binatang yang muncul dari jurang maut untuk memerangi, mengalahkan, dan membunuh mereka. Jika dua saksi melambangkan gereja, maka pertanyaan yang muncul adalah apakah Yohanes menyatakan bahwa seluruh gereja dengan anggota-anggotanya akan mengalami penderitaan sebagai martir. Walau terkesan seluruh anggota gereja (11:7), namun gambaran-gambaran lain memperlihatkan bahwa kemartiran itu bukanlah nasib dari semua orang kristiani yang setia dari zaman Yohanes (2:24-25; 3:3-5, 10-11, 18-20). Apa yang mau dikatakan di sini adalah para martir adalah saksi-saksi gereja yang terkemuka dan karena itu mereka dijadikan sebagai wakil dari gereja. Para nabi, pengajar, dan saksi yang bersemangat akan mengalami bukan hanya perlindungan melainkan juga kematian dan kebangkitan seperti Tuhan mereka sendiri alami. Kesaksian mereka mengarahkan keberhasilan atas orang jahat dan kejahatan, seperti yang terjadi di bukit Kalvari. Siapapun yang memberikan kesaksian sebagai nabi Allah berhadapan dengan perlawanan setan terhadap rencana Allah dan barangkali juga menderita kekalahan secara fisik. Walaupun Allah memperlengkapi para nabi, pengajar, dan saksi-Nya, namun Ia tidak meniadakan penderitaan, kematian, dan penganiaan dari mereka.

Mayat dua saksi itu akan “terletak di atas jalan raya kota besar, yang secara rohani disebut Sodom dan Mesir, di mana juga Tuhan mereka disalibkan” (ay. 8). Binatang yang muncul dari jurang maut menambahkan penghinaan dengan membiarkan mayat dua saksi tergelatak di jalan tidak dikubur. Membiarkan mayat tidak dikubur adalah penghinaan yang paling keji dalam dunia biblis (bdk. Mzm. 79:2-3). Hal ini melawan pentingnya orang-orang Yahudi menguburkan mayat (Mis. Kej. 23; 35:20; 2Raj. 23:17; Mat. 23:29; Kis. 2:29). Dalam kitab Tobit, misalnya, dedikasi Tobit untuk menguburkan mayat orang-orang Israel menyebabkan harta miliknya di sita oleh orang-orang Asyur (Tob. 1:16-20).

Mayat itu dibiarkan tergelatak di atas jalan raya kota besar, yang secara rohani disebut Sodom dan Mesir, di mana juga Tuhan mereka disalibkan. Identifikasi kota besar itu cukup membinggungkan. Kita mungkin berpendapat bahwa karena Yesus dikuburkan di sana, Yohanes mungkin berpikir tentang Yerusalem (bdk. Yer. 22:8). Namun, Yohanes menjelaskan bahwa tempat ini tidak dipahami secara hurufiah karena kota besar itu tidak dilihat sebagai lokasi geografis tertentu, tetapi secara simbolis. Kota besar besar itu menunjuk pada setiap kota yang menganggap diri bisa mencukupi dirinya sendiri, tidak tergantung pada Allah, yang tidak mau bertobat dan menindas orang-orang yang percaya. Kota besar itu disimbolkan Sodom dan Mesir. Sodom adalah kota perzinahan yang menolak perintah-perintah Allah dan karena itu ditolak oleh Allah (Yes. 1:16; Yer. 23:24). Mesir adalah tempat penindasan umat Allah.

Karena mayat mereka tidak dibiarkan tergelatak di atas jalan raya kota besar, orang-orang dari segala bangsa dan suku dan bahasa dan umat, melihat mayat mereka selama tiga setengah hari. Semua orang, kelompok-kelompok dan kelas-kelas sosial bergabung bersama dalam merayakan kemenangan binatang yang muncul dari jurang maut atas dua saksi. Tidak hanya menolak penguburan, tetapi mereka juga bergembira atas kematian mereka. Kematian mereka membawa kegembiraan bagi “orang-orang yang tinggal di bumi” (6:9-11). Hal ini mirip dengan apa yang dialami oleh Yesus sendiri. Kita mendengar bahwa orang bergembira pada waktu kematian Yesus (Yoh. 16:20). Nasib yang dialami Yesus dialami juga oleh saksi-saksi-Nya. Mereka yang tinggal di bumi bergembira atas mereka itu dan berpesta dan saling mengirim hadiah, karena kedua nabi itu telah merupakan siksaan bagi semua orang yang tinggal di bumi.

Kebangkitan dua orang saksi (ay. 11-13)

Setelah tiga setengah hari, empat puluh dua bulan, seribu dua ratus enam puluh hati (11:2-3; Dan. 7:25; 12:7), ada sebuah pembalikan besar yang terjadi. Roh kehidupan dari Allah masuk ke dalam diri dua orang saksi sehingga mereka bangkit dan semua orang yang melihat mereka menjadi sangat takut. Nafas kehidupan dari Allah menghidupkan kembali dua orang saksi (bdk. Kej. 6:17; 7:15, 22; 2 Raj. 13:20-21; Yeh. 37:5, 10). Peristiwa ini dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi, peristiwa ini ditarik dari penglihatan Yehezkiel tentang kebangkitan tulang-tulang kering dari orang-orang Israel, “nafas hidup itu masuk di dalam mereka, sehingga mereka hidup kembali. Mereka menjejakkan kakinya, suatu tentara yang sangat besar” (Yeh. 37:10). Pada sisi lain, kebangkitan mereka ini terkait erat dengan kebangkitan Yesus setelah tiga hari (Mrk. 8:31; 9:31; 10:34).

Karena Allah turut campur tangan, maka kematian bukanlah akhir dari nasib saksi-saksi-Nya. Allah membangkitkan mereka dari antara orang mati. Kebangkitan dan kenaikan mereka ke surga, diselubungi awan, disaksikan oleh musuh-musuh mereka. Kenaikan mereka ini juga mirip dengan peristiwa kenaikan nabi Elia (2 Raj. 2:11), Musa (Ul. 34:6), Henokh (Kej. 5:24), dan semua orang kristiani pada waktu akhir zaman (1 Tes. 4:17). Kenaikan yang disaksikan para musuh menunjukkan pembalikan nasib para saksi. Mereka dibangkitkan dari kematian dan penghinaan menuju hidup baru. Di sini Yohanes menunjukkan pembalikan nasib dari dua orang saksi. Mereka dibangkitkan dan dimuliakan dari kematian dan penghinaan kepada suatu hidup baru.

Yohanes mengakhiri pembicaraan panjang tentang dua orang saksi dengan menampilkan sebuah peristiwa yang terjadi pada waktu kenaikan. Pada saat itu terjadilah gempa bumi yang dahsyat. Kata “saat” digunakan secara konsisten untuk penghukuman (bdk. 3:2; 10; 9:15; 14:7, 15; 17:12; 18:10, 16, 19). Gempa bumi yang dasyat mengarahkan perhatian kita kembali pada meterai keenam (6:12; bdk. Yeh. 38:19-20). Gempa bumi dasyat itu menghancurkan sepersepuluh bagian dari kota dan membunuh sebanyak tujuh ribu orang. Jumlah orang yang meninggal ini mengingatkan kita pada pembunuhan sebanyak seperempat dari penduduk bumi ketika meterai yang keempat dibuka (6:8) dan sepertiga dari umat manusia (9:15, 18, 20).

Seperti dalam 9:20-21, tujuan dari berbagai bencana alam adalah membawa orang pada pertobatan. Tanggapan dari orang-orang yang selamat dari peristiwa bencana alam itu sangat menarik. Mereka tidak hanya menjadi sangat ketakutan, tetapi memuliakan Allah yang di surga. Memuliakan Allah akan selalu dipahami dalam pengertian positif, yakni dipakai dalam kaitan dengan menyembah Allah (14:7; 19:7; bdk. Yer. 13:16). Bagi Yohanes, takut akan Allah dan memuliakan-Nya adalah inti dari injil yang diwartakan kepada semua orang yang tinggal di bumi (14:7; 15:4). Takut akan Allah dan memuliakan Allah adalah tanggapan yang benar terhadap injil.


Akhir celaka yang kedua (ay. 14)

Bagian ini dapat dilihat sebagai sebuah peralihan (bdk. 9:12). Di sini Yohanes berbicara tentang akhir celaka yang kedua. Celaka kedua itu tampaknya mengacu pada bencana-bencana yang terjadi sewaktu tiupan sangkakala keenam (9:21). Namun, beberapa penafsir berpendapat bahwa celaka yang kedua mengacu bencana gempa bumi dasyat (11:13). Celaka kedua itu sudah lewat dan akan segera disusul dengan celaka ketiga. Tidaklah mudah mengidentifikasikan celaka ketiga. Kita mungkin mengharapkan celaka itu terjadi sewaktu tiupan sangkakala ketujuh. Namun, mengherankan bahwa tiupan sangkakala ketujuh, seperti waktu meterai ketujuh dibuka, tidak memuat bencana dan wabah penyakit. Sebaliknya, sangkakala ketujuh memperkenalkan tema tentang penghakiman Allah, kemurkaan Allah. Beberapa penafsir berpendapat bahwa bencana dan penderitaan yang datang bersama dengan cawan kemurkaan Allah (16:1) adalah celaka ketiga, tetapi Yohanes sendiri tidak mengatakannya.


Sangkakala ketujuh (11:15-19)

Malaikat ketujuh meniup sangkakala ketujuh (11:5). Setelah itu Yohanes mendengar suara nyaring di surga (ay. 15; bdk. 7:10; 11:12; 12:10; 19:1). Suara nyaring ini berbeda dengan sunyi senyap di surga selama setengah jam ketika meterai ketujuh dibuka (8:1). Suara itu berasal dari semua makhluk surgawi. Mereka mewartakan keselamatan kekal di bumi. “Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai Raja sampai selama-lamanya” (ay. 15; bdk. Mzm. 2:2). Ini berarti tiupan sangkakala ketujuh menandai akhir dari zaman ini yang jahat dan kedatangan kepenuhan kerajaan Allah. Pemerintahan Allah dan Kristus atas dunia yang telah lama dinantikan akan segera dimulai (20:1-10; cf. Ps. 2:2; Isa. 9:6-7; Ezek. 21:26-27; Dan. 2:35, 44; 4:3; 6:26; 7:14, 26-27; Zech. 14:9).

Suara pewartaan surga itu ditanggapi oleh kedua puluh empat tua-tua (ay. 16-18; bdk. 4:10; 5:8, 14; 7:13-14)). Mereka sujud dan menyembah Allah sambil mengucap syukur kepada Allah. Inilah satu-satunya pujian dalam kitab Wahyu yang dimulai dengan ungkapan, “Kami mengucap syukur kepada-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa, yang ada dan yang sudah ada,” (ay. 17; bdk. 4:9; 7:12). Mereka bersyukur kepada Allah karena telah mulai memerintah sebagai Raja (bdk. Mzm. 2:1-2; 46:6; 98:1). Sebelumnya Allah membiarakan kuasa permusuhan terhadap umat-Nya mengontrol dunia, tetapi sekarang Allah akan mulai memerintah secara langsung.

Selanjutnya, dua puluh empat tua-tua berfokus pada beberapa peristiwa yang terkait dengan kedatangan kerajaan Allah. Mereka mengantisipasi awal pemerintahan Allah dan Kristus di bumi dengan menampilkan tanggapan yang penuh kemarahan dari bangsa-bangsa lain yang tidak beriman (bdk. 16:14, 16, 19; 20:8-9; Ps. 2:1, 5, 12) dan kemurkaan Allah (bdk. Mat. 3:7; Luk. 3:7; Rm. 2:5, 8; 5:9; 1 Tes. 1:10; 5:9). Mereka juga memperlihatkan penghukuman atas mati dan ganjaran bagi orang yang percaya. Mereka tidak hanya bersyukur Allah dan Kristus mulai memerintah atas dunia tetapi juga karena Allah dan Kristus menghakimi secara benar dan memberi ganjaran dengan penuh rahmat (v. 18).

Dua puluh empat tua-tua membedakan dua kelompok umat beriman, yakni nabi-nabi Perjanjian Lama dan Perjanjian baru yang mengkomunikasikan pewahyuan ilahi dan orang-orang kudus, yakni semua umat beriman lainnya. Orang-orang kudus ini sebagai orang-orang yang takut akan Allah, baik orang-orang besar maupun orang-orang kecil. Mereka juga mengantisipasi kebinasaan orang-orang jahat yang telah membinasakan bumi, yakni orang-orang Babilon, binatang-binatang buas, nabi-nabi palsu, dan setan (11:18).

Yohanes kemudian melihat Bait Suci terbuka di surga (bdk. Ibr. 9:23). Bab ini dibuka dengan perintah untuk mengukur Bait Suci dan ditutup dengan Bait Suci yang terbuka, meski yang pertama berkaitan dengan Bait Suci di bumi dan yang kedua berkaitan dengan Bait Suci di surga. Bait Suci terbuka barangkali menggambarkan persekutuan antara Allah denga orang beriman akan nikmati menyusul peristiwa-peristiwa penghukuman ini. Dalam Kemah Suci, Yohanes melihat tabut perjanjian Allah, simbol kehadiran dan kesetiaan Allah bagi umat-Nya. Menurut tradisi Yahudi, tabut itu disembunyikan oleh Yeremia atau seorang malaikat sebelum kehancuran Bait Allah pertama pada tahun 586 SM dan bait Allah yang kedua dihancurkan oleh tentara Roma tahun 70 M. Tempat persembunyian itu “harus tetap rahasia sampai Allah mengumpulkan kembali umat serta mengasihaninya lagi. Kelak semuanya akan ditunjukkan oleh Tuhan dan kemuliaan Tuhan serta awan akan nampak lagi, sebagaimana dahulu dinyatakan kepada Musa dan sebagaimana Salomopun telah berdoa juga, supaya tempat itu disucikan secara istimewa" (2Mak. 7-8). Sekarang tabut perjanjian itu dapat dilihat baik oleh orang kristiani Yahudi maupun kristiani bukan Yahudi.

Peristiwa yang menyertai terbukanya Bait Suci surgawi adalah kilat (bdk. Kel. 19:16; Hab. 3:3) dan deru guruh dan gempa bumi dan hujan es lebat. Kilat (bdk. Kel. 19:16; Hab. 3:3) dan deru geruh (Mzm. 47:5-6) ini dilihat sebagai manifestasi dari kehadiran Allah yang menimbulkan perasaan kagum dan takut di antara orang-orang yang menyaksikannya. Peristiwa ini mengingatkan kita pada peristiwa alam yang menyertai pemberian hukum Taurat di gunung Sinai (Kel. 19:16). Gempa bumi (Mzm. 46:6; 68:8) dan hujan es lebat (Yes. 30:30; Mzm, 18:13) itu juga merupakan peristiwa alam yang menyertai kehadiran dan campuran tangan yang ilahi.

1. Leon Morris, The Revelation of St. John (Leicester, England: Inter-Varsity Press, and Grand Rapids: Eerdmans, 1984), 137
2. Trafton, Reading Revelation, 102.
3. Krodel, Revelation, 213-214.
4. F. F. Bruce, "The Revelation of John," in A New Testament Commentary, 649; Charles, 1:260;
Charles R. Erdman, The Revelation of John, 99; Martin Rist, "The Revelation of St. John the
Divine," in The Interpreter's Bible, 12:442; Mounce, p. 216.
5. Thomas, Revelation 8—22, 74
6. Charles H. Talbert, The Apocalypse: a Reading of the Revelation of John (Louisville: Westminster John Knox Press, 1994), 44.
7. Talbert, The Apocalypse, 45.
8. Namun, beberapa pernafsir lain menyakini dua saksi itu sebagai figur historis yang mengacu kepada Musa dan Elia karena mereka adalah nabi dan melakukan perbuatan mukjizat seperti yang akan dilakukan oleh dua orang saksi ini (ay. 6). Mereka mungkin Musa dan Elia yang menampakkan diri bersama Yesus pada waktu peristiwa transfigurasi (Mrk. 9:2-13). Legenda populer Yahudi menyakini bahwa sebelum akhir zaman, Elia akan muncul lagi. Beberapa lainnya menyakini dua saksi itu sebagai Henokh dan Elia karena Allah membawa mereka ke surga dan tidak mengalami kematian. Beberapa lain lagi meyakini bahwa mereka adalah dua orang pribadi yang hidup pada zaman itu daripada dua orang nabi terdahulu yang diutus ke dunia untuk menyampaikan nubuat sambil mengenakan pakaian kabung (bdk. Mat. 11:14).
9. Richard Bauckham, The Theology of the Book of Revelation (Cambridge: Cambridge University Press, 1993), 85.
10. Krodel, Revelation, 223, Harrington, Revelation, 123,
11. Elisabeth Schüssler Fiorenza, Revelation:Vision of a Just World (Minneapols:Fortress Press, 1991), 76
12. Bersama dengan Gomora, Sodom dihancurkan oleh Allah karena kejahatannya (Kej. 19:24-28). Peristiwa ini diingatkan terus oleh orang Yahudi dan akhirnya kristiani perdana (Ul. 29:23; Yes. 1:9; Yer. 49:18; Am. 4:11; Zef. 2:9; Mat. 10:5; 11:23-24; Luk. 10:12; Rm. 9:29; 2Ptr. 2:6; Yud. 7). Karena itu, Sodom mungkin menjadi simbol untuk setiap kota yang jahat. Yesaya mencela Yerusalem sebagai Sodom (Yes. 1:10; bdk. Yer. 23:14; Yeh. 20:7). Penduduk Yerusalem disejajarkan dengan Sodom (Yes. 1:9-10; 3:9 dan Yeh. 16:46-50). Namun, dalam kitab Wahyu, kota besar itu selalu mengacu pada Babilon/Roma (14:8; 16:19; 17:18; 18:2, 10, 16, 18-19; 21:24).

13. Namun, beberapa penafsir berpendapat bahwa reaksi orang-orang yang selamat itu tidak mengimplikasikan pertobatan dan pembalikan dari penyembahan berhala, tetapi hanya ketakutan orang-orang yang tidak tidak percaya dalam menghadapi manifestasi dari kuasa Allah yang sangat jelas. Tidak semua orang yang diselamatkan akan menjadi orang-orang yang percaya walau beberapa dari mereka akan menjadi percaya. Sebagian dari mereka mungkin hanya memuliakan Allah seperti roh-roh jahat memuliakan Yesus ketika Ia menghadapi mereka selama pelayanan Yesus di dunia.

Selasa, Juni 07, 2011









“MEMPERBINCANGKAN MONOTEISME”

RINGKASAN WB VOL.II
NO. 3, JULI-AGUSTUS 2011New
Harga Rp. 9.000,-


Artikel Utama
MUNCULNYA MONOTEISME DALAM ALKITAB YAHUDI(Martin Harun, OFM)
Dalam kisah Abraham, Ishak, dan Yakub, hubungan khusus dengan “Allah leluhur” belum disertai penyangkalan akan adanya ilah lain. Masih diandaikan bahwa ilah-ilah yang lain juga ada, tetapi mereka tidak menjadi ilah suku-suku Israel.


PERSEKUTUAN PARA “ALLAH”( Deshi Ramadhani, SJ)
Dalam Perjanjian Lama ditemukan adanya jejak-jejak politeisme yang masih menjadi bagian dalam cara orang Israel mengungkapkan kepercayaan monoteistik mereka. Setelah mereka sampai pada monoteisme Yahwistik, tidak berarti bahwa pemahaman politeisme mereka hilang tanpa bekas.


TRINITAS: MASIH MONOTEIS?( Adrianus Sunarko, OFM)
Titik berangkat pembicaraan kita tentang Allah Tritunggal tidak lain adalah kesaksian Kitab Suci. Dalam Kitab Suci, kita menemukan beraneka ragam ungkapan iman akan Allah Trinitaris yang mewahyukan diri dan bagaimana Ia dialami hadir oleh kaum beriman.


Kerasulan Kitab Suci
PENUHLAH MEREKA DENGAN ROH KUDUS(Andreas B. Atawolo, OFM)
Roh Kehidupan menaungi kita ketika kita mengupayakan budaya kehidupan; menularkan tutur kata dan tindakan yang menghidupkan sesama; melawan budaya korupsi dan eksploitasi alam, serta pelecehan martabat manusia.


Perikop-perikop Sulit
HABIS SENSUS TERBITLAH BENCANA(Jarot Hadianto)
Kalau cacah jiwa merupakan kesalahan, mengapa TUHAN membujuk Daud untuk melakukannya? Mengapa pula TUHAN lalu menghukum Daud karenanya? Bukankah tanggung jawab seharusnya berada di pihak TUHAN sendiri?


Apa Kata Kitab Suci tentang…
LILIN DALAM LITURGI GEREJA(Alfons Jehadut)
Menyalakan lilin di depan salib, patung Bunda Maria, dan santo-santa lainnya tidak hanya dilakukan dalam kegiatan ibadat di gereja, tetapi juga di rumah-rumah umat beriman dalam kegiatan ibadat dan devosi. Apakah kegiatan liturgis ini sesuai dengan tradisi biblis? Apa makna simbolis dari terang yang hasilkan oleh lilin tersebut?


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 – 93692428
Email : pks@biblikaindonesia.org









RINGKASAN PKS VOL.26
NO. 4, Juli-Agustus 2011New
Harga Rp. 7.500,-


Datangnya Sang Mesias
Hari Minggu Biasa XIV – 3 Juli 2011
Mesias adalah seorang raja, utusan Allah, yang akan memegang kuasa Allah atas dunia. Dengan kuasa yang ada di tangannya itu, ia akan membangun damai di atas dunia. Semua manusia akan menikmati damai yang dibawanya itu.


Firman-Mu Bagai Salju
Hari Minggu Biasa XV – 10 Juli 2011
Firman Allah bekerja seperti seorang utusan yang tidak akan kembali sebelum tugasnya terlaksana.


Menghukum karena Mengasihi
Hari Minggu Biasa XVI – 17 Juli 2011
Tuhan menghendaki manusia hidup baik. Ketika mereka jatuh dalam dosa, Ia tak akan pernah tinggal diam.


Satu yang Paling Berharga
Hari Minggu Biasa XVII – 24 Juli 2011
Salomo merasa diri terlalu muda menjadi raja menggantikan Daud, ayahnya. Ia harus memerintah suatu bangsa yang besar, padahal belum berpengalaman. Apa yang harus dilakukannya agar ia dapat memerintah dengan adil dan bertanggung jawab?


Menikmati Sajian yang Paling Lezat
Hari Minggu Biasa XVIII – 31 Juli 2011
Sebagai sosok yang dipercaya menjadi kepala atas begitu banyak orang, seorang pemimpin harus bersikap tanggap. Ia harus bersedia mendengarkan dan menanggapi keluh kesah rakyat. Ia juga harus bisa menjamin terpenuhinya aneka macam kebutuhan rakyat yang dipimpinnya, terutama kebutuhan-kebutuhan hi-dup yang paling mendasar.


Angin, Gempa, Api: Tidak Ada Tuhan di Dalamnya

Hari Minggu Biasa XIX – 7 Agustus 2011
Tuhan menjumpai Elia tidak dari dalam angin badai, gempa, ataupun api, melainkan dari dalam angin sepoi-sepoi basa. Dari situ Elia mendapat pelajaran, Tuhan bukanlah sosok yang kejam dan mengerikan.


Konfrontasi antara Perempuan & Naga
Hari Raya Maria Diangkat ke Surga – 14 Agustus 2011
Setan, yang berarti musuh, berupaya untuk membinasakan anak dari umat Allah sejak awal kelahirannya. Berhasilkah upaya tersebut?


Penyerahan Jabatan Pelayanan kepada Elyakim
Hari Minggu Biasa XXI – 21 Agustus 2011
Pemberian posisi dan jabatan selalu disertai dengan pemberian kemudahan dan fasilitas tertentu, dibarengi dengan pemberian tanggung jawab yang lebih besar. Jika kemudahan dan fasilitas itu disalahgunakan, maka posisi dan jabatan ditarik kembali dan diberikan kepada orang lain.


Yeremia Bergulat dengan Panggilan Kenabiannya
Hari Minggu Biasa XXI – 28 Agustus 2011

Yeremia menyampaikan nubuat penghukuman yang sangat masif. Ia menyampaikannya dengan penuh keberanian, pantang mundur, dan penuh keyakinan bahwa nubuat itu berasal dari Allah sendiri. Keberaniannya itu dibayar dengan harga yang tidak murah.


Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 – 93692428
Email : pks@biblikaindonesia.org