Senin, Februari 06, 2012

Pelayanan Paulus di Roma (Kis. 28:17-31)
Alfons Jehadut

Kisah Lukas tentang pelayanan Paulus di Roma menegaskan pemenuhan janji Allah. Allah telah menjanjikan bahwa Paulus akan menjadi saksi-Nya di Roma (Kis. 23:11). Janji itu terpenuhi ketika ia mewartakan injil di Roma yang dianggap sebagai ujung bumi dan pusat dunia bangsa-bangsa lain. Namun, sebelum mewartakan injil kepada bangsa-bangsa lain, ia bertemu dengan para pemimpin Yahudi lokal di Roma sebanyak dua kali.

Pertemuan pertama Paulus dengan para pemimpin Yahudi di Roma (28:17-22)
Kisah pertemuan pertama Paulus dengan para pemimpin Yahudi lokal di Roma ini dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama, pidato Paulus di hadapan para pemimpin Yahudi lokal di Roma (ay. 17-20). Kedua, tanggapan mereka pidatonya (ay. 21-22).

Pidato Paulus di hadapan para pemimpin Yahudi Roma (ay. 17-20)
Tiga hari setelah berada di Roma, Paulus segera mengundang para pemimpin Yahudi lokal untuk datang mengunjunginya. Informasi ini memunculkan sebuah pertanyaan tentang kapan orang Yahudi pertama kali datang ke Roma. Kitab Makabe menceritakan bahwa Yudas memilih dua orang utusan yang bernama Eupolemus bin Yohanes bin Akos dan Yason bin Eleazar. Dua orang ini diutus dari Yudea ke Roma sekitar tahun 160 SM untuk mengadakan persahabatan dan persekutuan dengan orang-orang Roma (1Mak. 8:17-22). Cerita ini memperlihatkan bahwa orang Yahudi di Roma sudah ada sejak lama. Akan tetapi, beberapa orang lain meragukan bahwa ada orang Yahudi yang menetap di Roma jauh sebelum abad pertama.

Tindakan Paulus mengundang para pemimpin Yahudi lokal itu memunculkan sebuah pertanyaan. Bagaimana hubungan Paulus dengan jemaat kristiani Roma? Lukas tidak melukiskannya. Hal ini tentu saja mengherankan sebab Paulus telah ditemani oleh beberapa utusan gereja Roma. Lukas hanya memberi sedikit perhatian kepada jemaat kristiani di Roma, meski ia telah mengetahui keberadaan gereja di sana (Kis. 28:15). Mengapa Paulus tidak memberi perhatian kepada hubungan Paulus dengan jemaat kristiani yang sudah ada di Roma? Alasannya karena Lukas tampaknya ingin memfokuskan seluruh lukisan pada misi Paulus mewartakan injil sampai ke ujung bumi, pusat dunia, yakni ibu kota imperium Romanum.1

Mengapa Paulus segera memanggil dan berbicara dengan para pemimpin Yahudi lokal sementara ia dibawa ke Roma untuk diadili di hadapan kaisar? Talbert menawar dua alasan.2 Pertama, alasan teologis: Paulus harus pertama-tama mewartakan injil kepada orang Yahudi dan baru kemudian kepada orang bukan Yahudi (Kis. 3:26; 10:36). Namun, kini ia tidak mungkin lagi bisa pergi dengan bebas ke sinagoga-sinagoga karena statusnya sebagai seorang tahanan rumah. Itulah sebabnya ia berinisiatif untuk memanggil dan berbicara dengan para pemimpin Yahudi lokal. Kedua, alasan sosiologis. Pada waktu itu komunitas Yahudi di Roma itu besar dan sangat kuat. Mereka tidak segan mempengaruhi keputusan penguasa Roma yang berkaitan dengan kepentingan mereka.


1. Martin Harun, Kamu akan menjadi saksiku: Dua belas langkah dalam Kisah Para Rasul (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 111.
2. Talbert, Reading Acts, 227.

Apa yang dibicarakan dalam pidato Paulus di hadapan para pemimpin Yahudi lokal? Ia mengangkat kembali tuduhan yang dilontarkan oleh orang Yahudi terutama tuduhan menentang bangsa Israel atau adat istiadat nenek moyang Israel (ay. 17; Kis. 21:21, 28). Tuduhan itu disangkalnya. Ia tidak melakukan apa pun yang menentang bangsanya atau adat istiadat nenek moyangnya (ay. 17; 24:14-19; 25:8-10; 26:22). Meski tidak bersalah, ia ditangkap di Yerusalem dan diserahkan kepada orang Roma. Penangkapan ini mengingatkan kita pada apa telah dikisahkan sebelumnya (Kis. 21:30-33). Penangkapan itu dilanjutkan dengan penyelidikan terhadap kasusnya yang mengingatkan kita pada kisah tentang penyelidikannya di hadapan pengadilan gubernur Festus (bdk. Kis. 23:29; 25:18-20; 25-27; 26:31.

Dari hasil penyelidikan itu tidak ditemukan adanya kesalahan yang setimpal dengan hukuman mati sehingga wakil pemerintah kaisar Roma ingin melepaskannya (ay. 18; bdk. Kis. 25:11-12, 21; 26:32). Namun, keinginan dan keputusan itu ditentang oleh orang-orang Yahudi sehingga ia terpaksa naik banding kepada kaisar Roma. Apa yang dialaminya ini sejajar dengan pengalaman Yesus yang diwartakannya. Pilatus tidak menemukan kesalahan Yesus dan ingin membebaskan-Nya, tetapi orang Yahudi menentangnya (Kis. 13:28; Luk. 23:4; 16, 22).

Paulus selanjutnya menjelaskan di hadapan para pemimpin Yahudi Roma tentang alasan utama mengapa ia ditahan, diikat, dan dibelenggu (ay. 20). Alasannya justru karena pengharapan Israel pada kebangkitan orang mati (bdk. Kis. 23:6; 24:21; 26:6-7). Pengharapan itu didasarkan pada janji Allah kepada Daud (Mzm. 16; 132; bdk. Kis. 2:30; 13:23, 32-35). Paulus meyakini bahwa pemenuhan awal harapan itu ditemukan dalam kebangkitan Yesus sebagai orang pertama yang bangkit dari antara orang mati (Kis. 26:23). Dikatakan awal karena pemenuhannya secara total itu hanya akan terjadi pada waktu kedatangan Kristus yang kedua.

Tanggapan dari orang Yahudi Roma (ay. 21-22)
Apa tanggapan para para pemimpin Yahudi lokal di Roma setelah mendengar pidato Paulus? Tanggapan mereka dapat dibagi dalam tiga bagian. Pertama, mereka memberi jaminan kepada Paulus bahwa mereka tidak menerima surat dari Yudea. Tidak surat dari para pemimpin Yahudi di Yerusalem yang mendiskreditkannya. Tanggapan ini mengindikasikan bahwa para pemimpin Yahudi di Yerusalem tidak secara langsung bertanggung jawab terhadap hasil penyelidikan Paulus di hadapan kaisar Roma.3 Kedua, mereka juga memberi jaminan kepada Paulus bahwa tidak seorang pun dari “saudara-saudara”4 mereka dari Yudea atau dari tempat lain yang datang ke Roma untuk memberitakan kejahatannya. Dengan jaminan mereka tampaknya menyatakan secara tidak langsung bahwa hasil pengadilan Paulus di hadapan kaisar itu tidak dipengaruhi oleh fitnahan orang-orang Yahudi. Ketiga, mereka terbuka kepada Paulus dan ingin mendengarkan apa yang dikatakannya karena mereka tahu bahwa mazhab atau sekte ini dilawan di mana-mana dan Paulus dikenal sebagai tokoh dari mazhab atau sekte itu. Di sini kekristenan lagi-lagi dibicarakan sebagai sebuah mazhab atau sekte (Yunani: hairesis) di dalam agama Yahudi (bdk. 5:17; 24:5, 14).

3. Krodel, Acts, 496.
4. Dengan menyapa orang-orang Yahudi dari Yerusalem sebagai “saudara-saudara” para pemimpin Yahudi lokal di Roma mengungkapkan solidaritas mereka dengan para lawan Paulus. Sapaan itu berbeda dengan sebutan Paulus sendiri bagi para lawannya sebagai orang-orang Yahudi (ay. 19), sementara para pemimpin Yahudi Roma disapanya sebagai “saudara-saudara” karena berbeda dengan orang-orang Yahudi Roma, orang Yahudi Yerusalem telah menolak harapan Israel seperti yang dijanjikan dalam kitab suci, terpenuhi dalam kebangkitan Yesus, dan diwartakan oleh hamba atau saksi-Nya.


Pertemuan kedua Paulus dengan para pemimpin Yahudi (28:23-29)
Kisah pertemuan kedua Paulus dengan para pemimpin Yahudi di Roma berbicara tiga hal. Pertama, pewartaan Paulus kepada mereka (ay. 23). Kedua, reaksi mereka terhadap pewartaannya (ay. 24-29). Ketiga, ringkasan tentang situasi hidup Paulus di Roma (ay. 30-31).

Kerajaan Allah dan Yesus Kristus (ay. 23)
Para pemimpin Yahudi lokal di Roma menetapkan suatu hari untuk bertemu lagi dan mendengarkan gagasan-gagasan Paulus. Pada hari yang telah ditetapkan dan disepakati mereka datang dalam jumlah besar, lebih banyak dari orang yang dalam pertemuan pertama. Pertanyaan tentang bagaimana orang sebanyak itu bisa ditampung di rumah sewaannya tidak menjadi perhatian Lukas. Kehadiran orang banyak itu membuat rumah sewaannya ditransformasi menjadi semacam sinagoga.

Apa yang dibicarakan oleh Paulus di hadapan banyak orang Yahudi di Roma itu? Paulus menjelaskan dan bersaksi kepada mereka. Ada dua hal pokok yang saling terkait erat dari penjelasan dan kesaksiannya, yakni kerajaan Allah dan Yesus Kristus. Menjelaskan dan bersaksi tentang kerajaan Allah kepada mereka berarti meyakinkan mereka dengan memakai hukum Musa dan kitab para nabi bahwa Yesus adalah orang yang telah ditentukan oleh Allah untuk menyatakan kerajaan dan pemerintahan-Nya yang menyelamatkan. Berbicara kerajaan Allah itu juga berarti memuat tema pengharapan Israel, kebangkitan Mesias, dan kebangkitan orang mati pada masa yang akan datang (bdk. Kis. 26:6-7; Luk. 13:28-30; 22:28-30). Dengan demikian, kesaksian tentang kerajaan Allah itu berkesinambungan dengan kesaksian Yesus, para rasul, dan Perjanjian Lama.

Pokok penjelasan dan kesaksian yang kedua kepada mereka adalah Yesus Kristus. Penjelasan dan kesaksian tentang Yesus Kristus itu mencakup kehidupan, pelayanan, penderitaan, kematian, kebangkitan, dan kemuliaan-Nya. Paulus meyakinkan mereka bahwa Yesus yang disalibkan dan dibangkitkan adalah Mesias. Seperti yang telah dilakukannya di hadapan raja Agripa di Kaisarea, Paulus menjelaskan dan memberikan kesaksian dengan memakai hukum Musa dan kitab para nabi untuk menunjukkan hubungan antara kekristenan dengan agama Yahudi (bdk. Luk. 24:27, 44).

Menjelaskan dan memberikan kesaksian tentang Yesus dengan memakai hukum Musa dan kitab para nabi berarti mewartakan-Nya sebagai seorang nabi seperti Musa (Ul. 18:15-16) yang telah dibangkitkan oleh Allah dan yang harus didengarkan oleh orang Israel (Kis. 3:22; 7:37; Luk. 9:30-31, 35). Diwartakan bahwa Yesus adalah Mesias-Penyelamat yang telah dijanjikan kepada Daud (Kis. 2:25-36; 13:22-23, 32-37), hamba Allah yang dihina dan direndahkan (Yes. 53; Kis. 8:32-33), dan Tuhan yang dimuliakan di sisi kanan Allah (Mzm. 110; Kis. 2:24-36).

Reaksi orang Yahudi Roma (ay. 24-29)
Reaksi orang Yahudi Roma terhadap penjelasan dan kesaksian Paulus terbagi. Ada yang dapat diyakinkan oleh perkataannya, tetapi ada juga yang tetap tidak percaya. Reaksi percaya dan tidak percaya ini dipandang sebagai sebuah reaksi khas orang Yahudi terhadap pesan pewartaan injil (ay. 24; 13:46; 18:6; bdk. Rm. 11:7-10). Orang Yahudi yang menanggapi secara positif penjelasan dan kesaksian Paulus tentang kerajaan Allah dan Yesus Kristus itu kemudian dibaptis dalam nama Yesus.

Sebelum orang Yahudi Roma itu membubarkan diri dalam keadaan tidak sepaham, Paulus mengutip Yesaya 6:9-10 untuk menjelaskan fakta bahwa tidak semua orang Yahudi menerima Yesus sebagai Mesias yang diwartakannya. Dalam kutipan itu Allah menubuatkan kepada Yesaya bahwa orang Yahudi tidak percaya pada pesan pewartaannya (bdk. Mat. 13:14-15; Mrk. 4:12; Luk. 8:10; Yoh. 12:40-41). Dengan kutipan itu Paulus ingin menegaskan bahwa ketidakpercayaan sebagian orang Yahudi memenuhi apa yang telah dinubuatkan oleh Yesaya (ay. 25b-27; bdk. Yes. 6:9-10). Nubuat negatif itu terpenuhi dalam diri mereka yang tidak percaya kepada pesan pewartaan kristiani tentang kehidupan, kematian, kebangkitan, kenaikan, dan kemuliaan Yesus Kristus.

Paulus mengakhiri pembicaraannya dengan sebuah kesimpulan. “Sebab itu kamu harus tahu bahwa keselamatan yang berasal dari Allah ini disampaikan kepada bangsa-bangsa lain dan mereka akan mendengarnya” (ay. 28). Dari kesimpulan ini dinyatakan bahwa satu tahap dalam sejarah gereja telah berakhir dan tahap baru dimulai. Para misionaris kristiani tidak lagi akan mewartakan injil pertama-tama kepada orang Yahudi sebelum kepada orang bukan Yahudi. Namun, tahap baru ini tentu saja tidak berarti bahwa Allah menyingkirkan orang Israel dari umat-Nya.

Situasi hidup Paulus di Roma (ay. 30-31)
Lukas mengakhiri kisahnya dengan menceritakan bahwa Paulus tinggal dua tahun penuh di rumah yang disewakan oleh orang kristiani Roma. Selama dua tahun ia tetap dijaga oleh prajurit kaisar. Apa yang terjadi pada diri Paulus setelah dua tahun? Kita dapat berasumsi bahwa ia dibebaskan. Ada dua alasan yang melandasi asumsi bahwa Paulus dibebaskan setelah ditahan selama dua tahun.5 Pertama, isi dan nada suratnya yang kedua kepada Timotius yang berbicara tentang penahanan dirinya (2Tim. 1:16-17; 4:11, 16). Kedua, pernyataan tentang keinginannya untuk mewartakan injil ke Spanyol melalui kota Roma setelah berkunjung ke Yerusalem untuk membawa sumbangan kepada jemaat miskin di sana (Rm. 15:23-29).

Terlepas dari asumsi di atas, kita harus ingat bahwa nasib hidup Paulus setelah ditahan selama dua tahun di Roma tidak menjadi perhatian Lukas. Apa yang penting bagi Lukas adalah karya misinya yang terbuka untuk menerima semua orang yang datang kepadanya, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi. Ia mewartakan kerajaan Allah dan Tuhan Yesus Kristus dengan berani dan tanpa rintangan apa-apa baik kepada orang Yahudi maupun bukan Yahudi. Keberanian ini dapat dipandang sebagai pemenuhan janji Yesus (Luk. 21:15-19). Sementara ungkapan “tanpa rintangan apa-apa” menunjukkan lunaknya sikap penguasa Romawi terhadap karya kerasulan umat Kristiani. Ungkapan itu juga mengungkapkan keyakinan iman Lukas bahwa belenggu dan penganiayaan (bdk. 2Tim. 2:9) tidak dapat merintangi penyebaran injil. Sebaliknya, injil semakin tersebar luas karena seluruh istana dan semua orang lain mengetahui bahwa Paulus dipenjarakan karena Kristus (bdk. Flp. 1:3).

Tidak hanya nasib hidupnya setelah ditahan selama dua tahun, tetapi juga kematian Paulus tidak menjadi pokok perhatian Lukas.6 Hal ini tentu saja memunculkan sebuah pertanyaan. Mengapa Lukas tidak melukiskan kematian Paulus? Ada banyak jawaban spekulatif yang ditawarkan seperti yang dicatat oleh Witherup.7 Pertama, Lukas tidak memberitahukan kematian Paulus karena kisahnya ditulis sebelum

5. Bdk. Schnabel, Early Christian mission: Paul and the early Church, 1047.
6. Baik surat-surat Paulus maupun Kisah Para Rasul tidak menyediakan sebuah kisah spesifik tentang kematian Paulus. Namun, tradisi kuno mengindikasikan bahwa Paulus mati sebagai martir di tangan kaisar Nero di Roma pada tahun 62-64 M, sekitar tahun yang sama dengan kemartiran Petrus. Tradisi ini didasarkan pada sumber non-biblis seperti surat pertama Klemens (96 M)
7. Bdk. Witherup, 101 Questions and Answers on Paul, 22-23.


kematiannya. Pendapat ini tidak meyakinkan karena kebanyakan ahli menempatkan waktu penulisan Kisah Para Rasul sekitar dua dekade setelah kematian Paulus. Kedua, Lukas tidak melukiskannya semata-mata karena tidak peduli dengan kematiannya. Pendapat ini juga kurang meyakinkan karena Lukas begitu tertarik dengan figur Paulus dan karya misinya sehingga sulit untuk dibayangkan bahwa Lukas tidak mau mengikuti kisahnya sampai akhir. Ketiga, Lukas memiliki tujuan teologis, yakni melukiskan bagaimana orang bukan Yahudi menjadi para pendengar sabda dan menunjukkan keberaniannya dalam mewartakan injil walau menghadapi situasi sulit. Pendapat ini meyakinkan.






Tidak ada komentar: