Senin, Mei 30, 2011

Mazmur 46

DAN BUMI PUN HANCUR
Jarot Hadianto

“Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan guncang,
Ia memperdengarkan suara-Nya, dan bumi pun hancur” (Mzm. 46:7)

Malam itu cuaca buruk sekali. Hujan turun dengan lebatnya, disertai guntur dan angin topan yang menderu seakan bersatu-padu menerjang bumi. Dari balik jendela, aku menyaksikan pemandangan itu dengan rasa ngeri. Sebenarnya tak banyak yang bisa kulihat di luar sana. Suasana terlalu gelap. Di kejauhan hanya tampak bayangan pepohonan yang hitam pekat. Daun dan ranting pohon-pohon itu bergoyang ke sana-kemari disapu badai. Merinding bulu kudukku melihatnya. Cepat-cepat aku menutup tirai jendela, dan mengalihkan pandangan ke layar kaca. Saluran kesayangan saat itu sedang menyiarkan warta berita, dan perhatianku tiba-tiba tersita pada sebuah berita yang sangat mengejutkan.

Saat hujan lebat, matikan televisi. Jangan sampai petir menyambarnya, hingga kita terpaksa membeli yang baru. Pada waktu itu, nasihat tersebut sama sekali terhapus dari ingatanku. Gara-gara berita yang mengagetkan tersebut, biar hujan turun laksana dituang dari langit, kotak ajaib itu kubiarkan terus menyala. Volumenya bahkan kuputar ke posisi maksimum, agar aku bisa mendengar isi berita dengan jelas, tanpa terganggu bunyi air hujan membentur atap. Berita ini terlalu penting untuk dilewatkan! Mataku kubuka lebar-lebar, demikian pula telinga dan mulutku. Kata demi kata dari sang penyiar kutelaah dengan saksama dan kuresapkan ke dalam hati. Setelah itu, aku termangu beberapa saat. “Ya Tuhan, minggu depan dunia akan kiamat!”

Gunung-gunung guncang di dalam laut

Berita tadi memang mewartakan datangnya kiamat. Tersebutlah seorang penginjil berusia lanjut dari negara paling maju sedunia. Dengan gagah berani, beliau memastikan kapan hari akhir itu akan tiba. Menurutnya, perhitungan yang dibuatnya tidak mungkin salah, sebab memadukan kesaksian Alkitab dan ilmu matematika yang dikuasainya dengan baik. Wah, mantap nian beliau ini. Aku sungguh terpesona mendengarnya.

Sang penginjil menegaskan, titik tolak datangnya kiamat adalah banjir besar yang terjadi pada zaman Nabi Nuh. “Banjir bandang itu meluluhlantakkan bumi tahun 4990 SM!” katanya dengan yakin. 7 hari sebelum air bah datang, Tuhan sudah memberitahukannya kepada Nuh, sehingga sang nabi sempat membuat bahtera raksasa dan menangkapi gajah, singa, semut, serta aneka macam binatang lainnya untuk diselamatkan. Setelah banjir berlalu, manusia memasuki masa penantian datangnya hari akhir, yang akan terjadi 7 hari setelah banjir besar itu. Tapi ingat, 7 hari artinya 7.000 tahun. Mengapa demikian? Sebab ada tertulis, 1 hari bagi Tuhan sama dengan 1.000 tahun bagi manusia. Seingatku, nas tersebut memang ada di kitab Mazmur dan Surat Petrus yang Kedua. Persisnya di mana, sayang aku lupa.

Sang penginjil kemudian menunjukkan bahwa dirinya memang pakar di bidang matematika. Ditambahkannya angka 7.000 itu pada tahun 4990 SM. Setelah diotak-atik dengan cermat, sambil memperhatikan peralihan antara tahun Sebelum Masehi (SM) dan Masehi (M), serta beberapa faktor lain, maka ini dia kabar yang dinanti-nanti banyak orang: kiamat akan datang tahun ini juga, tahun 2011, tepatnya minggu depan!

Jantungku berdebar-debar mendengar informasi yang dahsyat ini, antara gembira dan takut. Gembira, karena dengan begitu aku akan menjadi saksi mata kehadiran Tuhan di dunia. Takut, sebab sejauh aku baca, kiamat selalu digambarkan sebagai peristiwa yang mengerikan, layaknya perang dan bencana yang mengakibatkan kehancuran di mana-mana. Dalam hal ini, sang penginjil mengonfirmasi gambaran-gambaran tersebut. Sambil menggeleng-gelengkan kepala tanda prihatin, ia menubuatkan terjadinya gempa besar minggu depan. Gempa itu menjadi tanda bahwa proses kiamat sudah dimulai. “Pada saat itu,” katanya dengan lirih, “kubur-kubur akan terbuka, orang-orang beriman akan diangkat ke surga. Celakalah bagi orang yang tak beriman. Mereka akan ditinggalkan di bumi dan akan mengalami penderitaan yang hebat!”

Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan guncang

Sebagai pencinta hari kiamat, kabar ini sudah kunanti-nantikan sejak lama. Saatnya telah tiba. Tuhan akan segera datang, hari kiamat sudah di depan mata! Sebenarnya aku tidak terlalu heran mendengar hal itu, sebab tanda-tanda kedatangan hari Tuhan sudah lama aku rasakan. Lihatlah, bangsa yang satu bermusuhan dengan bangsa yang lain, di mana-mana terjadi perang yang tak berkesudahan. Lihatlah, ratusan ribu nyawa melayang gara-gara bumi berguncang, gunung meletus, dan air laut yang naik menutupi daratan. Jangan lupa pula, baru-baru ini kita diserang gerombolan ulat bulu! Tidakkah itu mengingatkan kita pada wabah katak dan belalang pada zaman Nabi Musa dulu? Bertobatlah, wahai manusia! Bertobatlah!

Bumi semakin tua. Manusia yang tinggal di atasnya semakin rakus dan semakin berdosa. Kejahatan merajalela di dunia ini, kebenaran dan keadilan tak ada artinya lagi. Yang kuat menindas yang lemah, yang kaya menertawakan yang miskin. Frustrasi aku memikirkan itu semua, termasuk memikirkan hidupku sendiri. Bagiku, hidup terasa begitu melelahkan! Kenapa aku tak kunjung kaya raya? Kenapa hidupku tak kunjung sejahtera? Padahal aku sudah kerja keras, banting tulang siang dan malam! Tidak salah lagi, kiamat adalah solusi atas semua masalah yang terjadi di dunia ini, termasuk masalah ekonomi yang membelit diriku.

Hanya, aku tidak menyangka kiamat akan datang secepat ini. Menurut literatur yang rajin kubaca, sejumlah peristiwa mestinya terjadi terlebih dahulu. Peristiwa-peristiwa itu menjadi semacam tanda bahwa kiamat sudah dekat. Hal ini jelas dinyatakan oleh kitab Daniel, kitab favoritku. Menurut Daniel, akhir zaman akan diawali dengan perang besar antara Kerajaan Selatan dan Kerajaan Utara. Perseteruan dua kerajaan ini akan menimbulkan “kesesakan besar”, yang berpuncak pada kedatangan Malaikat Mikhael ke bumi. Itulah tanda bahwa akhir zaman telah tiba. Kitab Wahyu lebih hebat lagi. Menurut kitab ini, kiamat akan diawali dengan munculnya naga berkepala tujuh dari dalam samudra.

Nah, perang besar belum terjadi, kemunculan naga berkepala tujuh juga belum diberitakan di koran-koran. Jadi, kiamat harusnya masih lama dong. Karena itu, selama ini aku bersikap tenang-tenang saja.

Pergilah, pandanglah pekerjaan Tuhan

Celaka, aku ternyata salah memahami Alkitab. Harap maklum, pemahamanku akan Kitab Suci memang masing dangkal. Aku rajin membacanya, tapi sering tidak mengerti artinya. Syukurlah, perihal kedatangan akhir zaman, bapak penginjil itu hadir memberiku pencerahan. Memang sekilas wajahnya tidak meyakinkan. Tapi bukankah ada pepatah don’t judge a book by it’s cover? Kudapati bahwa semua koran mengulas tentang dia, saluran-saluran televisi heboh membicarakan ramalannya, dan pengikutnya juga ternyata lumayan banyak. Penuh semangat mereka berkeliling mewartakan datangnya kiamat, dengan harapan masyarakat segera bertobat dan memperbaiki kelakuannya yang bejat. Hmmm … setelah kurenung-renungkan, agaknya ramalan ini serius dan bisa dipercaya.

Yang aku kecewa, aku baru mendengarnya seminggu sebelum hari H. Wah, waktunya mepet sekali! Aku belum siap, belum memperbaiki diri. Penginjil itu mengatakan bahwa dari seluruh penduduk bumi, yang akan diangkat ke surga hanya 200 juta orang. Gawat. Apakah aku termasuk di antara orang-orang yang berbahagia itu? Segera aku menutup mata, memasuki relung-relung hatiku yang terdalam, untuk melihat kembali tingkah lakuku selama ini. Yang aku temukan langsung membuatku gelisah. Bukan hanya banyak utang, aku ini ternyata juga banyak dosa! “Ya Tuhan, terimalah aku di dalam surga. Jangan sampai aku nyasar ke neraka!” demikian aku menjerit dalam hati.

Waktu yang singkat segera saja aku manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Pertama-tama aku putuskan, seminggu ini aku harus ikut misa tiap hari. Sebelumnya, karena malas, aku hanya misa sebulan sekali, persis seperti orang gajian. Tapi sekarang Tuhan sudah dekat, aku harus berubah! Aku bahkan mencari-cari pastor untuk mengaku dosa, yang seingatku terakhir kulakukan satu dekade yang lalu. Pastor itu sampai terheran-heran melihat “anak yang hilang” ini telah kembali. Tapi ia agak kesal karena harus mendengarkan daftar dosaku yang panjang lebar. Maklum, dosa-dosa ini sudah kutabung sepuluh tahun lamanya! Agar peluang masuk surga makin besar, tidak lupa aku bersedekah kepada orang miskin. Celengan ayam di pojok kamar telah aku pecahkan. Isinya berupa koin-koin, semuanya habis aku bagikan kepada para pengemis di terminal. Pokoknya, aku berjuang habis-habisan agar terhindar dari panasnya api neraka!

Tuhan semesta alam menyertai kita

Sabtu malam, H-1. Besok, hari Minggu jam 6 pagi, kiamat akan datang. Selamat datang Tuhan, selamat datang kembali ke bumi. Kulihat orang-orang yang ada di sekitarku, dan aku pun menjadi sedih. Mereka malah mengisi malam Minggu ini dengan berhura-hura di mall dan tempat-tempat hiburan. Tidakkah mereka sadar, malam ini adalah malam terakhir dalam sejarah manusia? Besok bumi akan hancur! Tidakkah akan lebih baik kalau mereka mengisi saat-saat yang krusial ini dengan doa dan keheningan, seperti yang aku lakukan? Ah, dasar orang-orang bodoh. Tunggu saja, kalian nanti akan menyesal!

Menyambut kedatangan Tuhan, aku bertekad untuk berdoa sepanjang malam sampai besok aku bertatapan muka secara langsung dengan-Nya. Tapi apa daya, aku malah ketiduran, hingga sinar mentari pagi membangunkanku keesokan harinya. Astaga, jam berapa sekarang ini? Jam 8! Wah gawat, aku ketinggalan. Kiamat sudah terjadi dua jam yang lalu!

Cepat-cepat aku keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi. Hari begitu cerah, burung-burung riuh berkicau di pepohonan, sementara rumah-rumah masih berdiri tegak dan orang-orang tampak berlalu-lalang di kejauhan sana. Aku melongo, tak bisa menerima kenyataan ini. Kutepuk keningku tanda kecewa, “Ya Tuhan, bagaimana ini! Kenapa kiamatnya tidak jadi?”***

Bacaan Pendukung
Barth, Marie Claire, dan B.A. Pareira. Tafsir Alkitab: Kitab Mazmur 1-72. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Mays, James L. Psalms. Louisville: John Knox Press, 1994.


Tidak ada komentar: