Rabu, Juli 07, 2010

PANGGILAN DAN PERUTUSAN YEREMIA
(Yer. 1:4-10)
Alfons Jehadut

Perikop ini umumnya dianggap sebagai sebuah “cerita panggilan dan perutusan” Yeremia menjadi seorang nabi. Di sini kita menemukan ciri-ciri yang biasanya muncul dalam sebuah cerita panggilan dan perutusan seorang untuk suatu tugas khusus. Ciri-ciri standar itu mencakup inisiatif ilahi (ay. 5), penolakan dari orang yang dipanggil (ay. 6), bantahan dan janji Allah (ay. 7-8), dan tindakan perutusan secara fisik (ay. 9a) dan isi pokoknya (ay. 9b-10).


Inisiatif ilahi

Yeremia menceritakan kembali panggilan dan perutusan menjadi seorang nabi bagi bangsa-bangsa dalam sebuah dialog antara Allah dan dirinya. Dalam dialog itu Allah berkata kepada Yeremia, “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa” (ay. 5). Allah telah mengenal Yeremia bahkan sebelum ia dikandung dalam rahim ibunya; Allah telah menguduskan Yeremia untuk suatu misi khusus sebelum ia dilahirkan; dan Allah telah menetapkannya untuk melaksanakan tugas kenabian yang sangat besar kepada semua bangsa. Dengan dipanggil dan ditetapkan sebagai nabi bagi bangsa-bangsa, kotbah dan nubuat Yeremia tidak hanya terbatas untuk suku Yehuda saja tetapi juga diperuntukkan bagi seluruh dunia. Yeremia melihat kemerosotan dan penyembahan berhala sebagai suatu penyakit pandemik yang melanda seluruh bangsa manusia karena itu kotbah dan kata-kata nubuatnya ditujukan kepada seluruh bangsa manusia.

Kata-kata Allah di atas tidak perlu dilihat sebagai sebuah laporan atas apa yang sesungguhnya terjadi tetapi sebagai sebuah lukisan pengalaman Yeremia yang percaya bahwa dirinya telah lama dipanggil dan diangkat oleh Allah untuk menjadi seorang nabi bagi bangsa-bangsa. Dengan mengutip kata-kata Allah, Yeremia mengungkapkan keyakinannya bahwa panggilan dan perutusannya menjadi seorang nabi tidak datang dari keinginan dan pilihan hidupnya sendiri tetapi lahir dari rencana dan kehendak Allah jauh sebelum ia sendiri menyadarinya. Jauh sebelum dibentuk dalam rahim ibunya, Allah telah mengenalnya, menguduskannya, dan menetapkannya menjadi seorang nabi bagi bangsa-bangsa. Penegasan tentang asal-usul panggilan dan perutusan ini mungkin dimaksudkan agar para pendengar atau pembacanya mendengar dan mempercayai apa yang akan dikatakannya. Jika seorang nabi tidak dipanggil dan diutus oleh Allah maka tidak ada alasan bagi umat untuk mendengarkan dan mempercayai kata-kata nubuatnya. Yeremia berinisiatif memanggil dan mengutus Yeremia menjadi nabi dan tugas kenabian itu sesuai rencana Allah sejak semula.


Penolakan Yeremia

Setelah melukiskan keyakinan tentang asal-usul panggilan dan perutusannya menjadi seorang nabi, Yeremia lalu mengungkapkan keberatannya kepada pada pendengar dan pembacanya. “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda” (ay. 6) Keberatan yang serupa kita temukan juga dalam cerita panggilan dan perutusan Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir, “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah” (Kel. 4:10). Baik Musa maupun Yeremia mengajukan keberatan atas tugas yang diberikan karena mereka tidak fasih berbicara. Keberatan Musa ditanggapi oleh Allah dengan menyediakan Harun sebagai juru bicaranya.

Umur yang masih muda, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, dan ruang lingkup tugas kenabian yang sangat luas merupakan alasan yang masuk akal secara manusiawi untuk mengajukan keberatan atas panggilan dan perutusan Allah. Yeremia yang masih sangat muda merasa belum matang dan belum sanggup sebab di Israel kuno tua-tualah yang memberi perintah dan nasihat yang patut dihormati dan bukan seorang yang masih muda. Namun, ruang lingkup tugas yang luas, usia yang masih muda, dan kefasihan berbicara itu tidak diperhitungkan oleh Allah sebagai alasan untuk menolak panggilan dan pengangkatan-Nya. Yeremia bukanlah satu-satunya orang yang dipanggil dan diangkat menjadi nabi pada usia yang sangat muda. Samuel juga masih sangat muda pada waktu pertama kali dipanggil oleh Allah untuk menjadi nabi (1Sam 3:1-4:1a). Seorang nabi tidak dituntut batasan umur dan keahlian tertentu karena Allah yang meletakkan kata-kata ke dalam mulutnya.



Bantahan dan janji Allah

Yeremia menolak panggilan dan perutusannya menjadi seorang nabi bagi-bangsa dengan mengungkapkan kekurangan dan keterbatasannya. Kekurangan dan keterbatasan itu tidak diterima oleh Allah sebagai alasan menolak panggilan dan perutusannya dengan mengutip apa yang telah dikatakan oleh Allah kepadanya. Allah berkata kepada Yeremia, “Janganlah katakan Aku ini masih muda, tetapi kepada siapa pun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apa pun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau” (ay. 7-8).

Dengan mengutip kata-kata bantahan Allah di atas Yeremia menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada pilihan lain baginya selain menerima panggilan dan tugas perutusannya. Sebagai seorang yang telah dipanggil dan diutus menjadi nabi bagi bangsa-bangsa, Yeremia harus pergi kepada siapapun ia diutus dan menyampaikan apapun yang diperintahkan oleh Allah kepadanya. Perjalanan misinya diarahkan bukan oleh kehendak dan keinginan pribadinya melainkan oleh rencana dan kehendak Allah semata-mata. Kata-kata yang keluar dari mulutnya juga tidak berasal dari dirinya sendiri tetapi dari Allah. Yeremia di sini lagi-lagi mengungkapkan keyakinannya bahwa dirinya hanyalah menyampaikan firman Allah dan perjalanan misinya dikendalikan seluruhnya oleh Allah sendiri.

Yeremia lalu diminta oleh Allah untuk tidak takut dalam menjalankan panggilan dan perutusannya karena Allah akan menyertainya. “Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau” (ay. 8). Janji yang memberikan peneguhan ini sangat diperlukan agar Yeremia tidak takut untuk pergi kepada siapa pun ia diutus dan untuk menyampaikan apapun yang diperintahkan oleh Allah kepadanya. Dengan janji ini Yeremia dibawa ke dalam persekutuan dengan nenek moyang Israel yang juga telah menerima peneguhan yang sama seperti Yakub (Kej. 28:15), Musa (Kel. 3:12); Yosua (Yos 1:5); Gideon (Hak. 6:16), dan lain-lain. Janji yang sama ini akan disampaikan lagi kepada Yeremia (Yer. 1:19; 15:20) dan akan diperluas kepada bangsa Israel (Yer. 30:11). Janji inilah yang akan menjadi sumber pengharapan bagi Yeremia menghadapi penderitaannya yang berat (Yer. 20:11-13).



Tindakan perutusan dan isi pokok tugas perutusannya

Yeremia kembali menceritakan interaksi Allah dengan dirinya. Diceritakan bahwa “TUHAN mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku” (ay. 9) sehingga mulutnya pantas untuk mewartakan sabda Allah. Tindakan Allah ini mirip tindakan yang lakukan oleh seorang malaikat dalam kisah panggilan Yesaya. Malaikat menyentuh bibir Yesaya dengan bara api untuk membuatnya pantas mewartakan sabda Allah (Yes. 6:6-7). Tindakan Allah ini dapat dilihat sebagai suatu bentuk perutusan secara fisik. Melalui tindakan ini panggilan dan perutusan Yeremia sebagai seorang nabi yang menjadi juru bicara dan penafsir Sabda Allah diperkuat kembali. Namun, ada juga yang melihat tindakan Allah ini berfungsi untuk mengubah pola pikir Yeremia bersifat manusia ke dalam pola pikir Allah sendiri.

Selain mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulut, Allah juga menaruh sabda-Nya ke dalam mulut Yeremia, “Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu” (ay. 9). Tindakan Allah ini mengingatkan kita pada janji Allah tentang seorang nabi seperti Musa dalam Ul. 18:18, “seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.” Janji seorang nabi seperti Musa terpenuhi dalam diri Yeremia. Allah telah menaruh sabda-sabda-Nya dalam mulut Yeremia. Keberatan Yeremia bahwa dirinya tidak pandai bicara karena usianya masih sangat muda diatasi oleh Allah dengan menempatkan kata-kata secara langsung dalam mulutnya.

Setelah menempatkan kata-kata ilahi ke dalam mulutnya, Yeremia lalu mengetahui isi pokok perutusannya. “Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam.” Tugas pokok perutusannya sebagai nabi bagi bangsa-bangsa adalah “untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam.” Di sini Allah memberikan suatu tugas ganda, yakni meruntuhkan dan membangun. Dalam konteks kitab Yeremia dan pesannya secara keseluruhan, tugas ganda ini diungkapkan secara berbeda-berbeda untuk pendengarnya yang berbeda-beda (12:14-17; 18:7-9; 24:6; 31:28; 31:40; 42:10; 45:4). Kedua tugas ganda ini mengungkapkan kompleksitas pesan yang akan disampaikan oleh Yeremia – kadang-kadang penghakiman dan kadang-kadang pengharapan; kadang-kadang kepada orang Israel dan kadang-kadang kepada bangsa-bangsa lain. Kepada bangsa dan kerajaan yang berdosa karena melakukan kejahatan, ia harus menubuatkan penghukuman Tuhan yang membangkitkan penyesalan. Sebaliknya, kepada bangsa dan kerajaan yang bertobat dari kejahatannya, ia harus menubuatkan pengampunan Tuhan yang membangkitkan pengharapan.



Amanat

Secara keseluruhan kisah panggilan dan perutusan Yeremia menampilkan sebuah dialog. Allah dan Yeremia berbicara satu sama lain seperti seorang teman. Dialog semacam itu mengindikasikan adanya suatu kepercayaan dan kedekatan antara Allah dan Yeremia. Allah mempercayakan Yeremia dengan sebuah panggilan dan misi perutusan khusus meski Yeremia pada awalnya berkeberatan. Keberatan itu ditolak oleh Allah dan berjanji untuk menyertainya. Penyertaan Allah terlihat dalam tindakan mengulurkan tangan-Nya, menjamah mulutnya, dan meletakkan sabda-Nya di dalam mulut Yeremia. Melalui penyertaan ini kita sungguh-sungguh percaya pada kredibilitas dan kewibawaan Yeremia sebagai seorang nabi. Yeremia benar-benar diberi kuasa dan wewenang oleh Allah dan akan bertindak dengan kekuasaan Allah sendiri.

Kisah panggilan dan perutusan Yeremia ini juga memberi suatu pemahaman bagi kita tentang Allah. Allah digambarkan sebagai seorang yang mengenal, menguduskan, dan menetapkan Yeremia sebagai seorang nabi. Jauh sebelum dibentuk dalam rahim ibunya, Allah telah mengenalnya, menguduskannya, dan menetapkannya menjadi seorang nabi bagi bangsa-bangsa. Gambaran ini memperlihatkan bahwa Allahlah berinisiatif dalam memilih, memanggil, dan mengutus Yeremia sebagai seorang nabi yang tidak hanya diutus kepada bangsa Israel tetapi juga kepada bangsa-bangsa lain. Allah yang berinisiatif itu terus bekerja secara aktif untuk memimpin, membimbing, dan menyertai orang yang telah dipanggil dalam menjalankan liku-liku misi perutusannya.

Allah memanggil Yeremia bukan untuk mendapatkan hak istimewa tetapi untuk mendapatkan suatu tugas khusus. Walau Yeremia berkeberatan dengan tugas yang diberikan sama seperti yang sering kita lakukan dalam menerima tugas-tugas gereja, namun Allah tidak menerima keberatannya sebagai alasan untuk melarikan diri dari tugas yang berikan karena Allah berjanji untuk menyertai kita. Yeremia sama seperti kita mungkin berkeberatan karena kelemahan dan kekurangan kita, namun Allah berjanji untuk menyertai kita dalam melaksanakan panggilan dan perutusannya. Allah tidak akan membiarkan kita berjuang sendiri. Ia selalu memimpin dan membimbing kita jika kita menerima panggilan dan perutusannya dengan setia.



Sumber-sumber Bacaan

Boadt, Lawrence. Jeremiah 1-25. Wilmington: Michael Glazier, 1982.
Brueggemann, Walter, To pluck up, to tear down: a Commentary on the book of Jeremiah 1-25. Grand Rapids: Eerdmans, 1988.
Dempsey, Carol J. Jeremiah: Preacher of Grace, Poet of Truth. Collegeville: Liturgical Press, 2006.
Thompson, J. A. The Book of Jeremiah. Grand Rapids: Eerdmans, 1980.
Weems, Renita J. “Jeremiah” dalam Daniel Patte, ed. Global Bible Commentary. Nashville: Abingdon Press, 2004.

Tidak ada komentar: