Senin, Juni 25, 2012

YANG HILANG HARUS DICARI
Jarot Hadianto

Dewasa ini di banyak negara hukuman mati sudah tidak boleh diterapkan lagi (sayangnya di negara kita masih berlaku). Selain dipandang tidak manusiawi, tidak menghargai kehidupan, juga menutup kesempatan bagi seseorang untuk memperbaiki dirinya, alasan menghapus hukuman mati terutama adalah kesadaran bahwa hak untuk mengakhiri kehidupan tidak ada di tangan manusia. Yang berhak mengakhiri adalah dia yang memulai. Dalam hal hidup manusia, Tuhan, dari mana hidup manusia berasal, Dialah satu-satunya yang berhak menentukan kapan hidup seseorang dimulai, juga diakhiri. Siapakah manusia sehingga berani-beraninya merebut hak istimewa itu?

Berhadapan dengan kelemahan, dosa, dan kejahatan manusia, Tuhan sendiri tidak suka menghukum, apalagi menghukum mati. Memang, manusia sekian lama memandang Tuhan sebagai pihak yang kejam dan menakutkan. Begitu melihat manusia yang berdosa, langsung saja Dia menjatuhkan hukuman yang tidak kira-kira beratnya. Tapi, gagasan itu keliru, dan Yesus dalam pewartaan-Nya berusaha keras menghapus gagasan yang keliru itu. Kali ini kita akan melihat bahwa menurut Yesus, orang berdosa oleh Tuhan bukannya “dihukum”, melainkan “dicari”.

LUKAS 15:1-10
1 Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, semuanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. 2 Lalu bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya, “Orang ini menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” 3 Lalu Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, 4 “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? 5 Kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, 6 dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab aku telah menemukan dombaku yang hilang itu. 7 Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.”

8 “Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu dirham, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? 9 Kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab aku telah menemukan dirhamku yang hilang itu. 10 Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.”

Struktur Teks
Versi panjang bacaan hari Minggu ini memasukkan juga perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk. 15:11-32). Namun, kita sekarang akan mendalami versi pendeknya saja (15:1-10), yang memuat dua perumpamaan sejajar, yakni tentang domba yang hilang dan dirham yang hilang.

Luk. 15:1-10 dapat kita bagi sebagai berikut:

 Ay. 1-3 = Pengantar tentang orang Farisi yang bersungut-sungut melihat perbuatan Yesus.
 Ay. 4-10 = Perumpamaan tentang domba dan dirham yang hilang.

Ulasan Teks
Yesus dan orang-orang berdosa
Menurut nasihat banyak orang bijak di Israel, sudah sepantasnya jika orang-orang saleh menjauhi orang-orang berdosa (lih. Mzm. 1). Dekat-dekat atau bahkan bergaul dengan mereka bisa berbahaya, sebab yang namanya dosa konon kabarnya mudah sekali tersebar dan “menular”. Karena itulah orang-orang saleh perlu menjaga diri baik-baik, menghindari pengaruh buruk para pendosa, agar hidup mereka berkenan di hadapan Allah.

Dalam praktiknya, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat – yang sering menjadi sasaran kritik Yesus karena mengklaim diri sebagai orang-orang saleh – sungguh-sungguh menjaga jarak, tidak mau dekat dengan siapa saja yang mereka anggap sebagai “orang-orang berdosa”. Para pendosa ini, menurut mereka, bahkan tidak layak mendengarkan pengajaran tentang hukum-hukum Tuhan. Sia-sia dan tidak ada gunanya! Aneh juga bahwa mereka dengan begitu tampak tidak mengenal konsep mempertobatkan orang, sehingga tidak berusaha mendekati orang berdosa dan mengajak mereka kembali ke jalan yang benar.

Konsep itu di sini diperkenalkan oleh Yesus. Melanggar tradisi dan nasihat orang-orang tua, Yesus malah mendekati orang-orang berdosa. Karena itu, tidak heran jika para pemungut cukai dan orang-orang yang dipandang masyarakat sebagai kaum pendosa senantiasa mengerumuni Yesus dan dengan penuh minat mendengarkan ajaran-ajaran-Nya yang menyejukkan hati. Melihat itu, orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tentu saja menjadi kesal hatinya.

Hilang, ditemukan, dan timbullah sukacita
Bermaksud menjelaskan tindakan-Nya dan meredakan kekesalan hati orang-orang yang merasa diri saleh itu, Yesus pun mengisahkan dua perumpamaan (tepatnya tiga, perumpamaan tentang anak yang hilang tidak dibahas di sini). Dua perumpamaan ini sejajar dan kisahnya cukup sederhana. Perumpamaan pertama menampilkan seorang laki-laki yang tampaknya kaya raya karena mempunyai 100 ekor domba. Kalau seekor di antara domba-dombanya itu hilang, tentu saja ia akan melakukan segala daya upaya untuk mencarinya. Ketika akhirnya ia menemukan domba yang hilang itu, ia pasti akan merasa gembira dan mengundang para sahabat dan tetangga untuk bersukacita bersamanya.

Perumpamaan kedua tampaknya tidak jauh berbeda dan dimaksudkan untuk mempertegas pesan yang mau disampaikan Yesus. Perhatikan tokoh dan alur kisah berikut, yang jelas sejajar (atau kontras) dengan perumpamaan sebelumnya: perempuan – miskin (tampak dalam konteks cerita) – memiliki 10 dirham – 1 hilang – mencari dirham yang hilang – dirham ditemukan – sahabat dan tetangga diajak turut bersukacita.

Dua hal yang ditekankan Yesus dalam masing-masing perumpamaan itu adalah usaha untuk mencari yang hilang dan sukacita bersama ketika yang hilang itu akhirnya ditemukan. Poin pertama menggambarkan sikap Allah terhadap orang-orang berdosa. Menurut Yesus, Allah itu sangat mengasihi manusia. Kalau ada manusia yang “hilang” akibat berbuat dosa, Allah bukannya jadi senang (karena lalu bisa menjatuhi hukuman seberat-beratnya). Sebaliknya, Ia prihatin dan akan berusaha mencari orang yang hilang ini. Kalau begitu, jika Yesus melakukan hal serupa dengan mendekati orang-orang berdosa, orang-orang Farisi dan ahli Taurat itu mestinya tidak perlu protes!

Sebaliknya, mereka seharusnya mendukung Yesus dengan gembira karena pendekatan Yesus itu akan membuat orang-orang berdosa menyesali kesalahannya dan akhirnya bersedia untuk bertobat. Kalau Allah – yang dulu ditentang oleh orang-orang berdosa itu – saja menyambut kembalinya mereka dengan tangan terbuka, lalu apa alasan orang Farisi dan ahli Taurat tidak menyukai bertobatnya orang-orang berdosa? Mungkin orang-orang itu mengira kalau pintu surga hanya terbuka bagi mereka saja!

Amanat
Banyak orang merasa terharu membaca perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk. 15:11-32), yang mengisahkan pertobatan si bungsu setelah dengan begitu kurang ajar ia meminta warisan dari bapanya yang masih hidup. Perumpamaan itu begitu mengharukan, mungkin juga sesuai dengan pengalaman kita. Perumpamaan tentang domba/dirham yang hilang yang mendahuluinya mungkin kurang menyentuh kita (berhubung contoh yang dipakai adalah domba dan koin uang), namun sebenarnya juga memiliki pesan yang sangat dalam. Perumpamaan tentang anak yang hilang dan tentang domba/dirham yang hilang sifatnya saling melengkapi. Yang satu menekankan tentang pertobatan si pendosa, dua yang lain menekankan usaha Allah untuk mengembalikan orang yang berdosa.

Bertentangan dengan Allah yang bersikap murah hati, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat tidak senang jika ada orang yang mendekati orang-orang yang mereka cap sebagai “orang berdosa”. Meski begitu, tidak bisa dibantah bahwa sikap menjauhi orang berdosa menjadi sikap banyak di antara kita sekarang ini (misalnya, siapa di antara kita yang mau dekat-dekat dengan pelacur dan senang kalau melihat ada orang yang mendekati mereka?). Maka, dua perumpamaan yang disampaikan Yesus kali ini juga mau menggugat sikap kita yang tertutup itu. Jangan dikira pintu surga itu hanya terbuka untuk kita dan tertutup bagi mereka yang kita pinggirkan. Kita juga adalah orang yang berdosa dan lagi pula, keselamatan kekal itu ditawarkan bagi siapa saja. Jadi, bagaimana jika kita mulai saja mencari jalan-jalan agar semakin banyak orang merasakan keselamatan Allah?

Pertanyaan Pendalaman
1. Mengapa orang-orang Farisi dan para ahli Taurat tidak senang melihat Yesus mendekati orang-orang berdosa?
2. Jelaskan sikap Allah terhadap orang-orang berdosa yang ditunjukkan dalam dua perumpamaan ini!
3. Apa yang mestinya kita rasakan ketika yang hilang akhirnya bisa ditemukan lagi? Mengapa?
4. Kalau melihat orang yang berdosa, Anda lebih suka ia diampuni atau dihukum? Mengapa?

Nasib 99 Ekor Domba
Perumpamaan tentang domba yang hilang kadang mengundang kritik. Menurut kritik itu, dengan mencari 1 ekor domba yang hilang, si pemilik domba berarti melalaikan 99 domba yang lain. Kalau 99 domba itu lalu bubar, berkeliaran ke mana-mana, apa ia tidak semakin rugi?

Kritik tersebut agaknya salah sasaran. Dalam suatu perumpamaan, detail-detail semacam itu kadang tidak perlu diperhatikan. Dalam hal ini, si pencerita berfokus pada domba yang hilang. Memang cuma 1 ekor, namun perlu diingat bahwa si pemilik tadinya memiliki domba sebanyak 100 ekor. 100 berasal dari 10 (kali 10), angka yang melambangkan kesempurnaan. Dengan itu mau dikatakan bahwa si pemilik domba adalah orang yang memiliki kekayaan berlimpah. Jika jumlah 100 itu berkurang 1, itu artinya ada yang kurang, tidak utuh, tidak genap, dan tidak sempurna lagi. Maka dari itu, si pemilik harus mencari yang satu itu, agar kekayaannya utuh kembali.

Lalu bagaimana nasib 99 ekor domba yang lain? Pembaca tidak perlu menggelisahkan mereka. Tenang, mereka baik-baik saja!

Gianto, Agustinus, Langkah-Nya... Langkah-ku: Kumpulan Ulasan Injil, Yogyakarta: Kanisius, 2005, hlm. 165-166.

Tidak ada komentar: