Kamis, Agustus 25, 2011










HOMILETIK Panduan Berkhotbah Efektif New Book!
Komisi Liturgi KWI


Cet.1, 2011, 134 x 210 mm, 224 hlm, KANISIUS
Harga Rp 30.000,-
Harga Member Rp. 27.000,- (disc 10%)
Kategori : Katekis
ISBN : 978-979-21-3082-9

Nihil Obstat : Bernadus Boli Ujan, SVD
Ledalero, 20 Juni 2011
Imprimatur : Mgr. A. M. Sutrisnaatmaka, MSF
Jakarta, 27 Juni 2011

Homili adalah saat untuk mendengarkan dan merenungkan serta menghayati Sabda Tuhan. Syukur bahwa ada banyak pewarta yang telah menyadari dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Namun, tidak dapat kita sangkal bahwa ada keprihatinan yang disampaikan lewat berbagai kesempatanmengenai rendahnya mutu homili yang dibawakan dalam perayaan-perayaan liturgi.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org

Rabu, Agustus 24, 2011

DICARI: PEMBUNUH GOLIAT

“Dan terjadi lagi pertempuran melawan orang Filistin, di Gob;
Elhanan bin Yaare-Oregim, orang Betlehem itu, menewaskan Goliat, orang Gat itu,
yang gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun.” (2Sam. 21:19)

Betapa senang hati Steve Popovich. Bulan Mei 2005 lalu, perusahaan rekaman miliknya, Cleveland Records Company, menang berperkara melawan raksasa industri musik dunia, Sony Music. Seperti dilaporkan Koran Tempo Senin, 30 Mei 2005, gara-gara alpa mencantumkan logo Cleveland Records di sampul album grup Meat Loaf, Sony harus membayar US$ 5 juta kepada Popovich, sebagai pihak yang turut merilis album tersebut. Mengomentari putusan pengadilan itu, Steve Popovich menyebut sebuah kisah tersohor dalam Alkitab untuk mengumpamakan pengalamannya. Ia berkata, “Hari ini Daud menghantam Goliat.”

Begitulah, ketika ada perseteruan antara orang kecil melawan pihak yang kuat kuasa, kita akan segera teringat pada kisah Daud dan Goliat. Hampir semua orang mengenal cerita itu sehingga tidak perlu ditanya-tanya lagi, tentu saja kita tahu bahwa akhirnya Goliat yang perkasa itu berhasil dikalahkan oleh Daud. Akan tetapi, meskipun Daud “diimani” sebagai pembunuh Goliat, ada satu hal penting yang mengganjal. Menurut 2Sam. 21:19, tersangka pembunuh pahlawan orang Filistin itu ternyata adalah Elhanan bin Yaare-Oregim. Jadi, siapakah gerangan yang membunuh Goliat? Daud atau Elhanan?

Daud vs. “orang Filistin itu”

Duel antara Daud dan Goliat diceritakan secara panjang lebar dalam 1Sam. 17. Jika Anda perhatikan, dalam kisah itu, nama Goliat disebut 2 kali saja (ay. 4 dan 23), selebihnya (puluhan kali) ia disebut sebagai “orang Filistin itu”. Nilai sejarah perikop ini menjadi masalah karena akan terjadi ketidakselarasan jika dihubungkan dengan perikop-perikop sebelumnya. 1Sam. 17 tidak tahu-menahu bahwa Daud telah diurapi menjadi raja oleh Samuel (16:1-13), menjadi pemain kecapi di istana Saul, juga tidak tahu bahwa Daud adalah seorang prajurit, pahlawan yang gagah, dan menjadi pembawa senjata Raja Saul (16:14–23). Daud dalam gambaran 1Sam. 17 adalah anak muda penggembala domba yang tak punya pengalaman militer dan sama sekali tidak mengenal Saul. Dari sini disimpulkan bahwa perikop ini berasal dari tradisi lain yang kemudian ditambahkan dalam rangkaian kisah yang menunjukkan kepahlawanan Daud.

Alkisah, suatu ketika pasukan Filistin dan Israel berhadap-hadapan di suatu tempat antara Sokho dan Lembah Tarbantin, sekitar 9 km dari Betlehem. Dengan segenap kekuatan yang ada, orang Filistin berada di atas angin, apalagi mereka memiliki pendekar gagah perkasa yang bernama Goliat. Betapa luar biasanya Goliat dijelaskan lengkap oleh penulis: tingginya enam hasta sejengkal (ay. 5), memakai baju zirah bersisik seberat lima ribu syikal tembaga (yang berarti bahwa baju itu kuat sekali, ay. 6), dan bersenjatakan tombak yang spektakuler (ay. 7). Itu semua untuk memperlihatkan bahwa Goliat adalah pribadi yang hebat, penuh kejayaan, dan tak terkalahkan. Melihat raksasa yang aslinya berasal dari Gat itu, orang Israel tentu saja jadi menggigil ketakutan. Sungguh kontras dengan pihak Filistin yang sangat bersemangat berhubung kemenangan rasanya sudah ada di depan mata. Goliat dengan gagah menantang duel satu lawan satu dan dari pihak Israel tidak seorang pun berani menanggapi tantangan itu. Dalam situasi yang kritis itu tampillah seorang penolong yang dilihat dari fisik dan pengalamannya sama sekali tidak andal, yaitu Daud. Anak muda ini betul-betul tidak kompeten. Ia hanyalah seorang gembala, datang ke situ pun karena kebetulan disuruh ayahnya menengok kakak-kakaknya di medan perang. Tetapi, dengan segala keterbatasannya, Daud tetap berani maju menghadapi Goliat dan cerita selanjutnya Anda sudah tahu. Karena disertai oleh Tuhan semesta alam, Daud mengalahkan Goliat, hanya dengan katapel dan sebuah batu!

Elhanan membunuh Goliat

Kepahlawanan Daud terusik oleh 2Sam. 21:19 yang melaporkan bahwa Elhanan bin Yaare-Oregim, asal Betlehem, adalah orang yang membunuh Goliat. Laporan itu memang sangat pendek dan sederhana. Penggambaran Goliat juga tidak terlalu dahsyat. Ia hanya dikatakan bersenjatakan tombak yang gagangnya “seperti pesa tukang tenun”. Tetapi, dari situ saja, pembaca sudah mendapat informasi bahwa Goliat membawa senjata yang luar biasa dan karena pesa tukang tenun itu berat, tentunya hanya orang yang fisiknya kuat saja yang bisa membawa tombak dengan gagang seperti itu. Jangan lupa bahwa waktu itu, pembuatan senjata memang sengaja dimonopoli orang Filistin (bdk. 1Sam. 13:19–22) agar kekuatan militer orang Israel lemah tidak berdaya.

Ada banyak usaha untuk menerangkan perbedaan 1Sam. 17 dan 2Sam. 21:19. Kita dapat menemukannya bahkan dalam Perjanjian Lama sendiri. Penulis Tawarikh yang dikenal keberpihakannya pada dinasti Daud berusaha menyelaraskan perbedaan itu dengan mengatakan bahwa “... Elhanan bin Yair menewaskan Lahmi, saudara Goliat, orang Gat itu, yang gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun” (1Taw. 20:5). Dalam rangka menegaskan kepahlawanan Daud, penulis Tawarikh menghadirkan figur Lahmi, yang disebutnya saudara Goliat, sebagai korban yang dibunuh Elhanan. Sementara itu, tradisi Yahudi berpendapat bahwa Elhanan tidak lain adalah Daud sendiri. Elhanan, dalam pandangan mereka, adalah nama Daud sebelum ia menjadi raja. Beberapa peneliti berpendapat bahwa Goliat bukanlah nama pribadi, melainkan nama untuk jenis atau kelompok tertentu. Jadi, wajar saja jika ternyata ada banyak orang yang disebut sebagai Goliat. Terakhir, ada juga yang menyimpulkan bahwa memang ada dua raksasa yang sama-sama bernama Goliat.

Penjelasan atas 1Sam. 17

Kesimpulan yang lebih dapat diterima banyak pihak menyatakan bahwa 2Sam. 21:19 tampaknya merupakan teks yang paling tua usianya dan memiliki nilai historis yang lebih kuat dibanding 1Sam. 17. Dengan dasar itu, ada dua penjelasan yang mungkin bagi perikop 1Sam. 17:

1. Perikop itu aslinya mengisahkan pertempuran antara Daud dan prajurit Filistin yang namanya tidak diketahui. Dalam perjalanan waktu, kisahnya diperluas guna menegaskan kepahlawanan Daud. Dalam rangka itu, penulis “meminjam” nama Goliat dan model senjata yang dipakainya dari 2Sam. 21:19.

2. Penulis menyusun 1Sam. 17 sebagai sebuah karya teologi berbentuk narasi dengan mengadaptasi 2Sam. 21:19. Tujuannya, untuk menggambarkan peran Daud sebagai hamba pilihan yang telah ditentukan Tuhan menjadi pemimpin umat-Nya.

Sudut pandang baru

Dengan begitu, pembaca Kitab Suci perlu memandang kisah Daud dan Goliat dengan sudut pandang yang baru. Alih-alih memperlakukannya sebagai peristiwa sejarah, perhatikanlah pesan teologis yang oleh penulis dititipkan dalam perkataan-perkataan Daud (ay. 36b-37 dan 45-47), sebab itulah intisari kisah Daud melawan Goliat. YHWH, Allah Israel, adalah Allah Bala Tentara, Allah Yang Mahakuasa. Tidak ada kekuatan militer setangguh apa pun di dunia ini yang akan sanggup menghadapi-Nya. Dengan jalan yang mustahil di mata manusia, YHWH bertindak untuk menyelamatkan umat-Nya. Jadi, meskipun Daud adalah anak muda yang tidak berpengalaman, ia dapat mengalahkan musuh yang kuat karena perlindungan Tuhan semesta alam. Gambaran betapa lengkapnya persenjataan musuh sengaja ditampilkan guna memperlihatkan besarnya kekuatan Goliat dan lebih besar lagi kekuatan Allah yang sanggup mengatasinya.

Di lihat dari sisi lain, penulis juga mau menonjolkan Daud sebagai raja Yehuda-Israel, raja pilihan Allah. Iman dan kepercayaannya kepada Allah sungguh luar biasa dan tak tergoyahkan sampai akhir hayat. Tidak heran bahwa kemudian Saul, para pegawainya, Yonatan, serta segenap rakyat memujinya setinggi langit (1Sam. 18:1-5). Jika demikian, siapa lagi yang lebih baik dan yang paling layak menjadi raja Yehuda-Israel di masa depan selain Daud?

Penutup

Kesuksesan Daud mengalahkan Goliat menjadi kisah klasik yang mengajarkan apa yang akan dapat diraih oleh seseorang jika ia memiliki iman yang teguh. Bin Sirakh berkata, “Bukankah di masa mudanya ia membunuh seorang raksasa serta mengambil nista dari bangsanya dengan melemparkan batu dari pengumban dan mencampakkan kebanggaan Goliat? Sebab berserulah ia kepada Tuhan Yang Mahatinggi, yang memberikan kekuatan kepada tangan kanannya, sehingga Daud merebahkan orang yang gagah dalam pertempuran, sedangkan tanduk bangsanya ditinggikannya” (Sir. 47:4–5). Namun, meskipun Daud tampak begitu gemilang, jangan lupa untuk tidak memujinya terlalu tinggi. Sebab, tokoh utama dalam cerita ini tetaplah Allah sebagai sumber segala kekuatan. Daud berhasil hanya karena Allah Bala Tentara turun tangan, maju berperang demi Israel, umat pilihan-Nya.***

1. Dimuat di Wacana Biblika, Vol. 5, No. 4, Oktober-Desember 2005.

Jumat, Agustus 12, 2011










Kata-Kata Hikmat Berahmat New Book!
Surip Stanislaus, OMFCAP

Cet.1, 2011, 123 x 190 mm, 115 hlm, KANISIUS
Harga Rp 20.000,-
Harga Member Rp. 18.000,- (disc 10%)
Kategori : Kitab Suci
ISBN : 978-979-21-3047-8

Nihil Obstat : V. Indra Sanjaya, Pr
Yogyakarta, 16 Mei 2011
Imprimatur : Pius Riana Prapdi Pr., Vikjen KAS
Semarang, 23 Mei 2011

“Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?”“Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?”
(Kis. 8:30-31)

Kiranya buku ini dapat menjadi pelita kecil yang mencahayai dan membimbing Anda memahami ajaran-ajaran dan terutama kata-kata Yesus. Besar harapan saya, Anda dapat mengalami kasih dan Keagungan-Nya serentak menyerukan nama Tuhan. “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan” (Rm 10-13).

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org










Roti & Anggur Misa New Book!
E. Martasudjita, Pr

Cet.1, 2011, 125 x 190 mm, 40 hlm, KANISIUS
Harga Rp 10.000,-
Harga Member Rp. 9.000,- (disc 10%)
Kategori : Liturgi
ISBN : 978-979-21-3068-3

Nihil Obstat : F. Purwanto, SCJ
Yogyakarta, 07 Juni 2011
Imprimatur : Pius Riana Prapdi Pr., Vikjen KAS
Semarang, 14 Juni 2011

Buku kecil ini ingin memberikan penjelasan, syukurlah pencerahan sehingga kita semakin dibantu untuk merayakan Ekaristi secara sadar dan aktif. Dan, semoga kita semua sungguh mengalami perjumpaan dengan Misteri Iman yang kita rayakan, yaituTuhan Yesus Kristus yang hadir dalam Ekaristi, dalam rupa roti dan Anggur.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org


Kamis, Agustus 11, 2011

BAPTISAN MENURUT PERJANJIAN BARU
Alfons Jehadut

Baptisan telah lama menjadi sebuah ritual untuk menerima seseorang menjadi anggota komunitas kristiani. Asal-usul ritual pembaptisan kristiani telah menjadi topik diskusi panjang di antara para ahli. Diskusi panjang itu melahirkan beberapa usulan seperti upacara pentahiran orang Yahudi, penyucian komunitas Qumran, baptisan proselit, dan baptisan Yohanes. Dari usul-usulan ini baptisan Yohanes umumnya diterima sebagai asal-usul baptisan kristiani karena ada suatu titik sambung yang jelas antara baptisan Yohanes dengan baptisan kristiani. Titik sambung itu dibangun melalui baptisan Yesus sendiri oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan dan beberapa murid Yesus yang paling awal berasal dari murid Yohanes Pembaptis (Yoh. 1:35-42).

Baptisan Yohanes sendiri mungkin baik kalau dipahami sebagai suatu adaptasi dari upacara pembersihan Yahudi dengan beberapa pengaruh dari komunitas Qumran. Namun, Barbara mencatat bahwa kendati Yohanes Pembaptis sebagai seorang Yahudi mengenal upacara pentahiran, namun ada suatu perbedaan yang mendasar antara upacara pentahiran orang Yahudi dengan upacara baptisan Yohanes. Pertama, upacara pentahiran itu bisa dilakukan sendiri dan diulang-ulang jika perlu sedangkan baptisan Yohanes hanya bisa dilakukan oleh orang lain dan hanya dilakukan sekali. Kedua, makna teologisnya berbeda. Upacara pentahiran Yahudi dimaksudkan untuk menghilangkan segala sesuatu yang menajiskan seseorang dan simbol pembersihan dan pengampunan dari dosa seperti yang dimaksudkan oleh baptisan Yohanes (Mrk. 1:4 dan paralelnya). Ketiga, baptisan Yohanes memiliki dimensi eskatologis ketika ia memahami dirinya sebagai seorang yang mempersiapkan umat Allah untuk menyongsong kedatangan Mesias.

Baptisan Yohanes

Jika baptisan kristiani berasal-usul dari baptisan Yohanes, maka kita harus berupaya untuk memahami siapakah Yohanes Pembaptis dan arti baptisannya menurut kisah yang ditampilkan dalam Perjanjian Baru. Dalam bab-bab awal dari masing-masing empat injil, Yohanes Pembaptis ditampilkan sebagai seorang figur yang mewartakan pertobatan dan [1] G. R. Beasley-Murray, Baptism in the New Testament,(Macmillan: United States, 1963), 15-18, 39-43, [2] Barbara E. Reid, What’s biblical about…Baptism?, dalam The Bible Today, vol. 46, 2008, 49 mengundang orang yang bertobat untuk dibaptis. Pewartaan dan undangan ini umumnya ditanggapi secara positif. Injil Markus menceritakan bahwa orang-orang dari seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem datang kepadanya dan sambil mengaku dosa mereka dibaptis olehnya di sungai Yordan (1:5). Menurut versi Matius, bukan hanya penduduk Yerusalem melainkan juga “seluruh Yudea dan seluruh daerah sekitar Yordan” datang kepadanya dan sambil mengaku dosa mereka dibaptis olehnya di Sungai Yordan (3:5-6). Lukas juga menegaskan hal yang sama ketika berkata bahwa “orang banyak” (3:7, 10) dan “seluruh orang banyak” (3:21), termasuk para pemungut cukai (3:12) dan para prajurit (3:14) datang untuk dibaptis.

Apa arti penting baptisan Yohanes Pembaptis? Pertama, baptisan Yohanes merupakan baptisan pertobatan. Orang-orang yang menanggapi pewartaan dan undangannya dibaptis di sungai Yordan sebagai suatu tindakan simbolis yang mengafirmasikan keinginan seseorang untuk berbalik dari dosa dan kembali kepada Allah. Baptisan semacam inilah yang dilukiskan oleh Markus dan Lukas sebagai “baptisan tobat untuk pengampunan dosa” (Mrk 1:4; Luk. 3:3). Lukisan ini tidak berarti bahwa baptisan dipandang sebagai sarana yang diperlukan supaya Allah mengampuni dosa-dosa kita. Pengampunan yang diberikan oleh Allah itu harus dilihat sebagai dampak dari pertobatan dan bukan dampak dari pembaptisan (bdk. Luk. 24:47; Kis. 3:19; 5:31; 10:43; 11:18; 26:18). Dengan demikian, baptisan Yohanes harus dilihat sebagai tindakan simbolis yang mengungkapkan pertobatan yang membawa pengampunan dosa.

Kedua, baptisan Yohanes merupakan persiapan bagi pembaptisan Mesias, Yesus yang akan datang lebih kemudian dan yang lebih berkuasa daripada Yohanes. Sementara Yohanes menawarkan baptisan air sebagai suatu tanda lahiriah dari pertobatan, Yesus akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api (Mat. 3:11/Luk 3:16). Di sini “baptisan dengan Roh Kudus dan dengan api” tidak dimaksudkan untuk mengacu pada baptisan kristiani atau kedatangan Roh Kudus atas para murid seperti yang terjadi pada waktu Pentakosta (Luk. 2:1-4) tetapi untuk mengacu pada peran Yesus sebagai hakim eskatologis untuk seluruh bangsa (Mat 25:31-46). Baptisan dengan Roh Kudus dan dengan api yang menandai kehadiran zaman akhir menggarisbawahi superioritas baptisan Yesus dibandingkan dengan baptisan Yohanes.

Baptisan Yesus oleh Yohanes

Penulis injil sinoptik bercerita tentang baptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis (Mrk. 1:9-11; Mat. 3:13-17; Luk. 3:21-22), sementara injil Yohanes hanya menyinggungnya (Yoh. 1:29-34). Diceritakan bahwa Yesus datang dari Galilea ke sungai Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. Kedatangan Yesus itu diprotes oleh Yohanes sendiri dengan berkata, “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, namun Engkau yang datang kepadaku?” (Mat. 3:14). Protes ini mungkin dilandasi oleh keyakinan bahwa Yesus yang tidak berdosa (2Kor.5:21; Ibr. 4:15; 1Ptr. 2:22) tidak pantas untuk menerima baptisan pertobatannya.

Apakah dengan dibaptis oleh Yohanes berarti Yesus menganggap dirinya sebagai seorang pendosa? Sama sekali tidak! Dengan dibaptis oleh Yohanes, Yesus yang tidak berdosa mau mengidentifikasikan diri-Nya secara penuh dengan kemanusiaan kita yang penuh dengan dosa. Selain itu, kita bisa katakan bahwa baptisan Yesus itu bukan baptisan pertobatan melainkan suatu momen pewahyuan kuasa dan kehadiran Allah dalam pribadi Yesus Kristus. Kuasa dan kehadiran Allah itu dilukiskan dalam bentuk simbol-simbol seperti langit terkoyak, Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya, dan suara dari surga (Mrk. 1:10-11).

Pelayanan Baptisan Yesus

Apakah Yesus sendiri pernah membaptis orang? Pertanyaan itu tidak dijawab secara jelas karena ada suatu ketegangan dalam Injil Yohanes mengenai pelayanan baptisan Yesus. Dalam Yoh. 3:22, 26, 4:1 diinformasikan bahwa Yesus sendiri pernah melakukan pelayanan baptisan. Informasi ini kemudian segera dikoreksi dalam Yoh. 4:2 dengan berkata bahwa hanya murid-murid Yesus saja yang melakukan pelayanan baptisan dan Yesus tidak pernah membaptis seorang pun.

Bagaimana kita menjelaskan informasi yang saling bertentangan di atas? Salah satu penjelasan yang mungkin adalah penginjil Yohanes memakai dua sumber yang berbeda-beda. Sumber yang satu mengatakan bahwa Yesus pernah membaptis dan sumber yang lain menyangkalnya dengan mengatakan bahwa hanya murid-murid-Nya yang membaptis orang. Penjelasan lain dikaitkan dengan campur tangan redaktur yang lebih dari satu sehingga tidak [3] George Martin, The Gospel According to Mark: Meaning and Message (Chicago: Loyola Press, 2005), [4] Reid, What’s biblical about…Baptism?, 51 terlalu jeli memperhatikan informasi yang saling bertentangan. Redaktur yang menyangkal informasi tentang Yesus pernah membaptis mungkin bermaksud untuk menekankan bahwa Yesus bukan saja seorang murid Yohanes melainkan seorang yang memberikan pelayanan berbeda dari Yohanes Pembaptis. Pelayanan Yesus itu lebih dicirikan oleh penyembuhan dan pengajaran daripada oleh baptisan.

Penjelasan di atas masih memunculkan pertanyaan lanjutan, “Apakah Yesus pernah membaptis para murid-Nya atau tidak? Karena informasi bahwa Yesus pernah membaptis tetapi kemudian disangkal lagi, maka kita mungkin harus katakan bahwa Yesus pada awalnya pernah membaptis orang tetapi kemudian segera meninggalkan pelayanan baptisan tersebut. Mengapa Yesus segera meninggalkan pelayanan baptisan? Pertama, Yesus mungkin melihat pelayanan-Nya sendiri sebagai sebuah pemenuhan nubuat Yohanes. Nubuat Yohanes bahwa seorang yang akan datang membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api terpenuhi dalam diri Yesus yang telah mengalami sendiri kehadiran Roh Kudus pada waktu dibaptis di surga Yordan. Kedua, Yesus mungkin tidak menginginkan ritual yang bisa menjadi rintangan dan halangan bagi seseorang untuk bersekutu dengan-Nya. Persekutuan dengan Yesus itu tidak boleh direduksi dengan ritual tertentu yang bisa menyebabkan seseorang yang tidak melakukan ritual tersebut dianggap bukan sebagai seorang murid dan karena itu harus dikeluarkan dari persekutuan dengan Yesus.

Kematian Yesus sebagai baptisan

Ada suatu rujukan penting lain tentang baptisan Yesus dalam injil sinoptik. Acuan itu muncul dalam konteks tanggapan atas permintaan Yakobus dan Yohanes untuk duduk di sebelah kanan atau kiri pada saat Yesus datang dalam kemuliaan-Nya (Mrk. 10:35-36 dan paralelnya). Bagaimana Yakobus dan Yohanes memahami kemuliaan Yesus? Karena sebelumnya Yesus telah mewartakan bahwa kerajaan Allah itu sudah dekat (Mrk. 1:15), mereka berharap bahwa Yesus sebagai Mesias (Mrk. 8:29) akan membangun sebuah kerajaan di bumi. Ketika kerajaan Allah itu datang dengan kuasa (Mrk. 9:1), mereka ingin menjadi orang nomor satu dan dua di bawah Yesus. [5] James D. G. Dunn, Unity and Diversity in the New Testament: an Inquiry into the Character of Earliest Christianity (London: SCM Press, 2006), 168, [6] Dunn, Unity and Diversity in the New Testament, 114.

Menanggapi permintaan Yakobus dan Yohanes di atas Yesus menjawab, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum atau dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?” (Mrk. 10:38). Cawan adalah sebuah kiasan yang sering kali digunakan dalam Kitab Suci untuk mengacu pada penderitaan umat Israel (Yes. 51:17; Yer. 25:15; 49:12; 51:7; Rat. 4:21). Di sini, seperti di Getsemani (Mrk. 14:36 dan paralelnya), cawan berarti penderitaan dan kematian Yesus sendiri. Cawan dan baptisan dipahami sebagai sebuah kiasan untuk kematian Yesus. Jika Yakobus dan Yohanes ingin mengambil bagian pada saat Yesus datang dalam kemuliaan dan kuasa, mereka harus mengambil bagian dalam penderitaan dan kematian-Nya.

Baptisan murid-murid Yesus

Sejumlah kisah dalam Kisah Para Rasul bercerita tentang baptisan untuk menjadi pengikut Kristus. Setelah Petrus berkhotbah pada waktu Pentakosta, hati orang yang mendengarnya tersayat dan mereka lalu dibaptis dalam nama Yesus Kristus (Kis. 2:38-39). Baptisan penting lain yang tercatat dalam kisah Para rasul adalah baptisan sida-sida Etiopia oleh Filipus (8:36-38), baptisan Saulus oleh Ananias (9:18), baptisan Kornelius dan seluruh anggota keluarganya oleh Petrus (10:44-48), Lydia dan seluruh anggota keluarganya (Kis. 16:30-34), Krispus dan seluruh anggota keluarganya oleh Paulus (18:8).

Hampir pasti bahwa baptisan yang diadopsi oleh para murid ketika membaptis seseorang menjadi pengikut Kristus adalah baptisan Yohanes, ritus yang pernah dialami oleh beberapa orang murid pertama Yesus dan bahkan oleh Yesus sendiri. Namun, ada unsur yang baru dan khas dalam baptisan kristiani perdana, yakni baptisan itu dilakukan “dalam nama Yesus” (Kis. 2:38; 8:16; 10:48; 19:5). Ungkapan, “dalam nama Yesus” berarti bahwa orang yang membaptis melihat tindakannya sebagai representasi dari Yesus yang mulia atau orang yang dibaptis melihat baptisannya sebagai ungkapan komitmennya untuk menjadi murid Yesus (bdk. 1Kor. 1:12-16). Rumusan baptisan yang bersifat trinitarian, “dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19) dianggap sebagai perluasan yang muncul lebih kemudian dari rumusan baptisan yang lebih sederhana dan lebih awal, “dalam nama Yesus.”[7] Dunn, Unity and Diversity in the New Testament, 170.

Makna teologis dari baptisan

Melalui surat-surat Paulus kita menemukan penafsiran teologis yang paling tua tentang baptisan kristiani. Paulus mengaitkan baptisan dengan penguburan dan kematian Yesus dalam arti kiasan (Rom. 6:3-4). Pembicaraan Yesus tentang nubuat kematian-Nya sebagai sebuah baptisan (Mrk. 10:38; Luk. 12:50) sangat membantu kita untuk menjelaskan mengapa Paulus melihat baptisan sebagai sarana untuk mengambil bagian dalam kematian Yesus sendiri. Melalui baptisan yang melambangkan kematian dan penguburan, seseorang yang dibaptis sungguh-sungguh mengungkapkan keinginannya untuk mengidentifikasikan dirinya dengan Yesus dalam kematian-Nya.

Baptisan yang melambangkan kematian dan penguburan bersama Kristus itu membuka pintu gerbang menuju hidup baru, yakni bersatu dengan komunitas umat beriman dan bersatu dengan Kristus secara pribadi. Baptisan sebagai suatu bentuk penyatuan secara pribadi dengan Yesus itu terungkap secara jelas dalam surat Galatia (Gal. 3:27-28). Persatuan secara pribadi dengan Kristus dan komunitas umat beriman itu membuat setiap perbedaan dan pembedaan di antara umat beriman menjadi tidak relevan lagi.

Sumber-sumber bacaan
Beasley-Murray, G. R. Baptism in the New Testament. Macmillan: United States, 1963.
Byrne, Brendan Lifting Burden the burden: reading Matthew’s Gospel in the church today. Collegeville: Liturgical Press, 2004.
Dunn, James D. G. Unity and Diversity in the New Testament: an Inquiry into the Character of Earliest Christianity. London: SCM Press, 2006
Martin, George. The Gospel According to Mark: Meaning and Message. Chicago: Loyola Press, 2005.
Reid, Barbara E. What’s biblical about…Baptism? The Bible Today, Vol. 46, no. 1, 2008.