Kamis, Agustus 11, 2011

BAPTISAN MENURUT PERJANJIAN BARU
Alfons Jehadut

Baptisan telah lama menjadi sebuah ritual untuk menerima seseorang menjadi anggota komunitas kristiani. Asal-usul ritual pembaptisan kristiani telah menjadi topik diskusi panjang di antara para ahli. Diskusi panjang itu melahirkan beberapa usulan seperti upacara pentahiran orang Yahudi, penyucian komunitas Qumran, baptisan proselit, dan baptisan Yohanes. Dari usul-usulan ini baptisan Yohanes umumnya diterima sebagai asal-usul baptisan kristiani karena ada suatu titik sambung yang jelas antara baptisan Yohanes dengan baptisan kristiani. Titik sambung itu dibangun melalui baptisan Yesus sendiri oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan dan beberapa murid Yesus yang paling awal berasal dari murid Yohanes Pembaptis (Yoh. 1:35-42).

Baptisan Yohanes sendiri mungkin baik kalau dipahami sebagai suatu adaptasi dari upacara pembersihan Yahudi dengan beberapa pengaruh dari komunitas Qumran. Namun, Barbara mencatat bahwa kendati Yohanes Pembaptis sebagai seorang Yahudi mengenal upacara pentahiran, namun ada suatu perbedaan yang mendasar antara upacara pentahiran orang Yahudi dengan upacara baptisan Yohanes. Pertama, upacara pentahiran itu bisa dilakukan sendiri dan diulang-ulang jika perlu sedangkan baptisan Yohanes hanya bisa dilakukan oleh orang lain dan hanya dilakukan sekali. Kedua, makna teologisnya berbeda. Upacara pentahiran Yahudi dimaksudkan untuk menghilangkan segala sesuatu yang menajiskan seseorang dan simbol pembersihan dan pengampunan dari dosa seperti yang dimaksudkan oleh baptisan Yohanes (Mrk. 1:4 dan paralelnya). Ketiga, baptisan Yohanes memiliki dimensi eskatologis ketika ia memahami dirinya sebagai seorang yang mempersiapkan umat Allah untuk menyongsong kedatangan Mesias.

Baptisan Yohanes

Jika baptisan kristiani berasal-usul dari baptisan Yohanes, maka kita harus berupaya untuk memahami siapakah Yohanes Pembaptis dan arti baptisannya menurut kisah yang ditampilkan dalam Perjanjian Baru. Dalam bab-bab awal dari masing-masing empat injil, Yohanes Pembaptis ditampilkan sebagai seorang figur yang mewartakan pertobatan dan [1] G. R. Beasley-Murray, Baptism in the New Testament,(Macmillan: United States, 1963), 15-18, 39-43, [2] Barbara E. Reid, What’s biblical about…Baptism?, dalam The Bible Today, vol. 46, 2008, 49 mengundang orang yang bertobat untuk dibaptis. Pewartaan dan undangan ini umumnya ditanggapi secara positif. Injil Markus menceritakan bahwa orang-orang dari seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem datang kepadanya dan sambil mengaku dosa mereka dibaptis olehnya di sungai Yordan (1:5). Menurut versi Matius, bukan hanya penduduk Yerusalem melainkan juga “seluruh Yudea dan seluruh daerah sekitar Yordan” datang kepadanya dan sambil mengaku dosa mereka dibaptis olehnya di Sungai Yordan (3:5-6). Lukas juga menegaskan hal yang sama ketika berkata bahwa “orang banyak” (3:7, 10) dan “seluruh orang banyak” (3:21), termasuk para pemungut cukai (3:12) dan para prajurit (3:14) datang untuk dibaptis.

Apa arti penting baptisan Yohanes Pembaptis? Pertama, baptisan Yohanes merupakan baptisan pertobatan. Orang-orang yang menanggapi pewartaan dan undangannya dibaptis di sungai Yordan sebagai suatu tindakan simbolis yang mengafirmasikan keinginan seseorang untuk berbalik dari dosa dan kembali kepada Allah. Baptisan semacam inilah yang dilukiskan oleh Markus dan Lukas sebagai “baptisan tobat untuk pengampunan dosa” (Mrk 1:4; Luk. 3:3). Lukisan ini tidak berarti bahwa baptisan dipandang sebagai sarana yang diperlukan supaya Allah mengampuni dosa-dosa kita. Pengampunan yang diberikan oleh Allah itu harus dilihat sebagai dampak dari pertobatan dan bukan dampak dari pembaptisan (bdk. Luk. 24:47; Kis. 3:19; 5:31; 10:43; 11:18; 26:18). Dengan demikian, baptisan Yohanes harus dilihat sebagai tindakan simbolis yang mengungkapkan pertobatan yang membawa pengampunan dosa.

Kedua, baptisan Yohanes merupakan persiapan bagi pembaptisan Mesias, Yesus yang akan datang lebih kemudian dan yang lebih berkuasa daripada Yohanes. Sementara Yohanes menawarkan baptisan air sebagai suatu tanda lahiriah dari pertobatan, Yesus akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api (Mat. 3:11/Luk 3:16). Di sini “baptisan dengan Roh Kudus dan dengan api” tidak dimaksudkan untuk mengacu pada baptisan kristiani atau kedatangan Roh Kudus atas para murid seperti yang terjadi pada waktu Pentakosta (Luk. 2:1-4) tetapi untuk mengacu pada peran Yesus sebagai hakim eskatologis untuk seluruh bangsa (Mat 25:31-46). Baptisan dengan Roh Kudus dan dengan api yang menandai kehadiran zaman akhir menggarisbawahi superioritas baptisan Yesus dibandingkan dengan baptisan Yohanes.

Baptisan Yesus oleh Yohanes

Penulis injil sinoptik bercerita tentang baptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis (Mrk. 1:9-11; Mat. 3:13-17; Luk. 3:21-22), sementara injil Yohanes hanya menyinggungnya (Yoh. 1:29-34). Diceritakan bahwa Yesus datang dari Galilea ke sungai Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. Kedatangan Yesus itu diprotes oleh Yohanes sendiri dengan berkata, “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, namun Engkau yang datang kepadaku?” (Mat. 3:14). Protes ini mungkin dilandasi oleh keyakinan bahwa Yesus yang tidak berdosa (2Kor.5:21; Ibr. 4:15; 1Ptr. 2:22) tidak pantas untuk menerima baptisan pertobatannya.

Apakah dengan dibaptis oleh Yohanes berarti Yesus menganggap dirinya sebagai seorang pendosa? Sama sekali tidak! Dengan dibaptis oleh Yohanes, Yesus yang tidak berdosa mau mengidentifikasikan diri-Nya secara penuh dengan kemanusiaan kita yang penuh dengan dosa. Selain itu, kita bisa katakan bahwa baptisan Yesus itu bukan baptisan pertobatan melainkan suatu momen pewahyuan kuasa dan kehadiran Allah dalam pribadi Yesus Kristus. Kuasa dan kehadiran Allah itu dilukiskan dalam bentuk simbol-simbol seperti langit terkoyak, Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya, dan suara dari surga (Mrk. 1:10-11).

Pelayanan Baptisan Yesus

Apakah Yesus sendiri pernah membaptis orang? Pertanyaan itu tidak dijawab secara jelas karena ada suatu ketegangan dalam Injil Yohanes mengenai pelayanan baptisan Yesus. Dalam Yoh. 3:22, 26, 4:1 diinformasikan bahwa Yesus sendiri pernah melakukan pelayanan baptisan. Informasi ini kemudian segera dikoreksi dalam Yoh. 4:2 dengan berkata bahwa hanya murid-murid Yesus saja yang melakukan pelayanan baptisan dan Yesus tidak pernah membaptis seorang pun.

Bagaimana kita menjelaskan informasi yang saling bertentangan di atas? Salah satu penjelasan yang mungkin adalah penginjil Yohanes memakai dua sumber yang berbeda-beda. Sumber yang satu mengatakan bahwa Yesus pernah membaptis dan sumber yang lain menyangkalnya dengan mengatakan bahwa hanya murid-murid-Nya yang membaptis orang. Penjelasan lain dikaitkan dengan campur tangan redaktur yang lebih dari satu sehingga tidak [3] George Martin, The Gospel According to Mark: Meaning and Message (Chicago: Loyola Press, 2005), [4] Reid, What’s biblical about…Baptism?, 51 terlalu jeli memperhatikan informasi yang saling bertentangan. Redaktur yang menyangkal informasi tentang Yesus pernah membaptis mungkin bermaksud untuk menekankan bahwa Yesus bukan saja seorang murid Yohanes melainkan seorang yang memberikan pelayanan berbeda dari Yohanes Pembaptis. Pelayanan Yesus itu lebih dicirikan oleh penyembuhan dan pengajaran daripada oleh baptisan.

Penjelasan di atas masih memunculkan pertanyaan lanjutan, “Apakah Yesus pernah membaptis para murid-Nya atau tidak? Karena informasi bahwa Yesus pernah membaptis tetapi kemudian disangkal lagi, maka kita mungkin harus katakan bahwa Yesus pada awalnya pernah membaptis orang tetapi kemudian segera meninggalkan pelayanan baptisan tersebut. Mengapa Yesus segera meninggalkan pelayanan baptisan? Pertama, Yesus mungkin melihat pelayanan-Nya sendiri sebagai sebuah pemenuhan nubuat Yohanes. Nubuat Yohanes bahwa seorang yang akan datang membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api terpenuhi dalam diri Yesus yang telah mengalami sendiri kehadiran Roh Kudus pada waktu dibaptis di surga Yordan. Kedua, Yesus mungkin tidak menginginkan ritual yang bisa menjadi rintangan dan halangan bagi seseorang untuk bersekutu dengan-Nya. Persekutuan dengan Yesus itu tidak boleh direduksi dengan ritual tertentu yang bisa menyebabkan seseorang yang tidak melakukan ritual tersebut dianggap bukan sebagai seorang murid dan karena itu harus dikeluarkan dari persekutuan dengan Yesus.

Kematian Yesus sebagai baptisan

Ada suatu rujukan penting lain tentang baptisan Yesus dalam injil sinoptik. Acuan itu muncul dalam konteks tanggapan atas permintaan Yakobus dan Yohanes untuk duduk di sebelah kanan atau kiri pada saat Yesus datang dalam kemuliaan-Nya (Mrk. 10:35-36 dan paralelnya). Bagaimana Yakobus dan Yohanes memahami kemuliaan Yesus? Karena sebelumnya Yesus telah mewartakan bahwa kerajaan Allah itu sudah dekat (Mrk. 1:15), mereka berharap bahwa Yesus sebagai Mesias (Mrk. 8:29) akan membangun sebuah kerajaan di bumi. Ketika kerajaan Allah itu datang dengan kuasa (Mrk. 9:1), mereka ingin menjadi orang nomor satu dan dua di bawah Yesus. [5] James D. G. Dunn, Unity and Diversity in the New Testament: an Inquiry into the Character of Earliest Christianity (London: SCM Press, 2006), 168, [6] Dunn, Unity and Diversity in the New Testament, 114.

Menanggapi permintaan Yakobus dan Yohanes di atas Yesus menjawab, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum atau dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?” (Mrk. 10:38). Cawan adalah sebuah kiasan yang sering kali digunakan dalam Kitab Suci untuk mengacu pada penderitaan umat Israel (Yes. 51:17; Yer. 25:15; 49:12; 51:7; Rat. 4:21). Di sini, seperti di Getsemani (Mrk. 14:36 dan paralelnya), cawan berarti penderitaan dan kematian Yesus sendiri. Cawan dan baptisan dipahami sebagai sebuah kiasan untuk kematian Yesus. Jika Yakobus dan Yohanes ingin mengambil bagian pada saat Yesus datang dalam kemuliaan dan kuasa, mereka harus mengambil bagian dalam penderitaan dan kematian-Nya.

Baptisan murid-murid Yesus

Sejumlah kisah dalam Kisah Para Rasul bercerita tentang baptisan untuk menjadi pengikut Kristus. Setelah Petrus berkhotbah pada waktu Pentakosta, hati orang yang mendengarnya tersayat dan mereka lalu dibaptis dalam nama Yesus Kristus (Kis. 2:38-39). Baptisan penting lain yang tercatat dalam kisah Para rasul adalah baptisan sida-sida Etiopia oleh Filipus (8:36-38), baptisan Saulus oleh Ananias (9:18), baptisan Kornelius dan seluruh anggota keluarganya oleh Petrus (10:44-48), Lydia dan seluruh anggota keluarganya (Kis. 16:30-34), Krispus dan seluruh anggota keluarganya oleh Paulus (18:8).

Hampir pasti bahwa baptisan yang diadopsi oleh para murid ketika membaptis seseorang menjadi pengikut Kristus adalah baptisan Yohanes, ritus yang pernah dialami oleh beberapa orang murid pertama Yesus dan bahkan oleh Yesus sendiri. Namun, ada unsur yang baru dan khas dalam baptisan kristiani perdana, yakni baptisan itu dilakukan “dalam nama Yesus” (Kis. 2:38; 8:16; 10:48; 19:5). Ungkapan, “dalam nama Yesus” berarti bahwa orang yang membaptis melihat tindakannya sebagai representasi dari Yesus yang mulia atau orang yang dibaptis melihat baptisannya sebagai ungkapan komitmennya untuk menjadi murid Yesus (bdk. 1Kor. 1:12-16). Rumusan baptisan yang bersifat trinitarian, “dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19) dianggap sebagai perluasan yang muncul lebih kemudian dari rumusan baptisan yang lebih sederhana dan lebih awal, “dalam nama Yesus.”[7] Dunn, Unity and Diversity in the New Testament, 170.

Makna teologis dari baptisan

Melalui surat-surat Paulus kita menemukan penafsiran teologis yang paling tua tentang baptisan kristiani. Paulus mengaitkan baptisan dengan penguburan dan kematian Yesus dalam arti kiasan (Rom. 6:3-4). Pembicaraan Yesus tentang nubuat kematian-Nya sebagai sebuah baptisan (Mrk. 10:38; Luk. 12:50) sangat membantu kita untuk menjelaskan mengapa Paulus melihat baptisan sebagai sarana untuk mengambil bagian dalam kematian Yesus sendiri. Melalui baptisan yang melambangkan kematian dan penguburan, seseorang yang dibaptis sungguh-sungguh mengungkapkan keinginannya untuk mengidentifikasikan dirinya dengan Yesus dalam kematian-Nya.

Baptisan yang melambangkan kematian dan penguburan bersama Kristus itu membuka pintu gerbang menuju hidup baru, yakni bersatu dengan komunitas umat beriman dan bersatu dengan Kristus secara pribadi. Baptisan sebagai suatu bentuk penyatuan secara pribadi dengan Yesus itu terungkap secara jelas dalam surat Galatia (Gal. 3:27-28). Persatuan secara pribadi dengan Kristus dan komunitas umat beriman itu membuat setiap perbedaan dan pembedaan di antara umat beriman menjadi tidak relevan lagi.

Sumber-sumber bacaan
Beasley-Murray, G. R. Baptism in the New Testament. Macmillan: United States, 1963.
Byrne, Brendan Lifting Burden the burden: reading Matthew’s Gospel in the church today. Collegeville: Liturgical Press, 2004.
Dunn, James D. G. Unity and Diversity in the New Testament: an Inquiry into the Character of Earliest Christianity. London: SCM Press, 2006
Martin, George. The Gospel According to Mark: Meaning and Message. Chicago: Loyola Press, 2005.
Reid, Barbara E. What’s biblical about…Baptism? The Bible Today, Vol. 46, no. 1, 2008.




Tidak ada komentar: