Senin, Oktober 10, 2011




IMAN DAN PERBUATAN (Yak. 2:14-26)
Alfons Jehadut

Perikop ini termasuk dalam bagian inti surat dan dianggap sebagai perikop kunci surat Yakobus. Dalam bagian ini Yakobus menegaskan pesan dan inti ajarannya. Ditegaskan bahwa iman harus disertai dengan perbuatan nyata. Pesan dan inti ajaran ini disebutkan lima kali dengan varian yang berbeda-beda (ay. 14, 17, 18, 20, 26).

Bagian inti ini mulai dibicarakannya dengan pertanyaan retoris (ay. 14) dan contoh sederhana tentang seorang yang hanya bisa memberi nasihat yang baik, tetapi tidak melakukan tindakan konkrit (ay. 15-16). Pertanyaan retoris dan contoh itu dipakai untuk menarik perhatian jemaatnya pada inti pesannya, yakni iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati (ay. 17).

Inti pesan ini dipertegas lagi dalam sebuah dialog imajinatif antara Yakobus dengan lawan-lawannya (ay. 18). Argumen dalam dialog imajinatif itu diperkuatnya dengan menampilkan tiga contoh iman. Pertama, iman setan-setan: contoh iman yang tidak benar (ay. 19); Kedua, iman Abraham: contoh iman yang benar (bdk. Kej. 15:6 dan 22:16-17; ay 20¬-23). Ketiga, iman Rahab: contoh iman seorang pendosa yang menyelamatkan (Yos. 2; ay 24-25).

Setelah memperkuat dialog imajinatifnya, Yakobus lagi-lagi mengulang gagasan atau pesan inti suratnya, iman terlepas dari perbuatan adalah mati – dengan membandingkannya dengan tubuh tanpa roh (ay. 26).

Iman tanpa perbuatan tidak menyelamatkan
Yakobus memulai bagian inti suratnya dengan sebuah pertanyaan retoris. Melalui pertanyaan yang tidak mengharapkan jawaban itu ia berharap jemaatnya sadar bahwa iman tanpa perbuatan tidak dapat menyelamatkan dan bahkan tidak ada gunanya. Harapan ini mengingatkan kita pada Mat. 7:21 yang menyatakan bahwa iman tanpa perbuatan itu tidak dapat menyelamatkan; Mat. 25:31-46 yeng menceritakan bahwa kambing dan domba dipisahkan berdasarkan perbuatan kasih yang mereka lakukan; 1Yoh. 3:17-18 yang menyatakan bahwa kasih Allah tidak diam dalam hati orang yang menutup pintu hatinya terhadap orang yang berkekurangan; dan Yak. 1:27 yang menjelaskan tentang ibadah yang benar.

Contoh sederhana tentang pertentangan antara kata-kata dan perbuatan
Pertanyaan retoris di atas diperkuat dengan menampilkan sebuah contoh yang menunjukkan adanya ketegangan antara kata-kata dan perbuatan. Ketegangan itu dilukiskan secara sederhana dengan contoh seorang yang puas hanya dengan memberi nasihat yang baik kepada orang lain, tetapi tidak melakukan tindakan konkrit.

Ada seorang yang melihat saudara-saudarinya yang tidak mempunyai pakaian untuk melindungi tubuhnya dan tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Orang itu bersimpati dengan membualkan kata-kata manis, “Pergilah dalam damai, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang”, tetapi tidak melakukan tindakan konkret. Apakah orang seperti ini sungguh-sungguh bersimpati dengan keadaan mereka yang berkekurangan? Tentu tidak! Jika benar-benar bersimpati dengan mereka yang berkekurangan, seorang pasti rela berbagi dengannya. Itulah ungkapan simpati dan kepedulian yang konkret. Rasa simpati yang diwujudkan dalam perbuatan kasih merupakan ukuran sejati kehidupan iman seorang kristiani.

Iman yang hidup dan yang mati
Pertanyaan retoris dan contoh konkret di atas dipakai sebagai pengantar untuk mengungkapkan pesan intinya. “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, iman itu pada hakikatnya mati” (ay. 17). Yang dikontraskan di sini bukan hanya antara iman dan perbuatan, melainkan juga antara iman yang mati dan yang hidup. Iman yang hidup adalah iman yang dihayati dalam kehidupan sehari-hari, misalnya beramal kepada orang yang berkekurangan. Iman yang mati adalah iman yang hanya sebatas ucapan bibir seperti seorang yang puas hanya dengan membualkan kata-kata manis kepada orang-orang yang berkekurangan, tetapi tidak melakukan perbuatan konkret apapun.

Dialog imaginatif antara Yakobus dan lawan-lawannya
Pesan inti bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati dipertegas lagi dalam dialog imajinatif antara Yakobus dan para lawannya. Para lawannya, entah itu real atau hanya imajinasinya, ingin memisahkan iman dari perbuatan. Pemisahan itu ditolaknya karena dianggap tidak masuk akal. Karena itu, ia menantang mereka dengan pernyataan berikut, “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.” Dengan tantangan ini, Yakobus berharap agar orang tidak memisahkan iman dan perbuatan.

Iman setan-setan: contoh iman yang tidak benar
Yakobus membandingkan iman tanpa perbuatan dengan iman setan-setan. Perbandingan itu diawali dengan menyebut ajaran utama yang dianut baik oleh Yakobus maupun para lawannya: "Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun percaya akan hal itu dan gemetar” (ay. 19a). Penyataan ini dapat dibaca sebagai pernyataan sederhana tentang iman monoteis (bdk. 1 Kor. 8:4-6; Gal. 3:20; Ef. 4:6; 1 Tim. 2:5). Pengakuan ini bukan sesuatu yang baru, melainkan sesuatu yang sudah dikatakan dalam Perjanjian Lama (bdk. Ul. 6:4-5: “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”). Pengakuan iman ini tidak diangkat untuk meragukan apa yang yakini oleh para lawannya, tetapi untuk menunjukkan bahwa iman kepada Allah mempunyai implikasi praktis.

Iman Abraham: Contoh iman yang benar
Yakobus memperkuat argumennya untuk melawan para musuhnya dengan menampilkan contoh iman Abraham, bapa kaum beriman (bdk. Kej. 15:6 dan 22:16-17). Abraham dijadikan sebagai model iman yang benar (bdk. Ibr. 11:8-40) sebab ia menghayati imannya dalam perbuatan konkrit (ay. 22). Ia rela mengorbankan anaknya sendiri ketika diminta oleh Allah (bdk. Kej. 22:1-18). Ketaatan iman itu diperhitungkan oleh Allah sebagai kebenaran. Dalam ketaatan Abraham mengurbankan anaknya sendiri, iman dan perbuatan sungguh-sungguh saling terkait satu sama lain. Perbuatan menunjukkan iman dan iman menginspirasi perbuatan.

Ketaatan iman menjadikan Abraham sebagai “sahabat Allah.” Lukisan tentang Abraham sebagai “sahabat Allah” berasal dari Yes. 41:8; 2 Taw. 20:7. Allah berbicara dengan Abraham sebagai sabahat. Yesus memakai gelar ini pula untuk menyebut rasul-rasul-Nya: "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku" (Yoh. 15:15). Istilah ini tidak hanya digunakan untuk Abraham dan para rasul, tetapi juga untuk semua orang. Allah memanggil semua orang untuk menjadi sahabat-sahabat-Nya. Ia ingin bersahabat akrab dan intim dengan semua orang seperti dengan Abraham dan para Rasul.

Iman perempuan berdosa: Contoh iman yang menyelamatkan
Yakobus mengangkat pula contoh penghayatan iman Rahab. Contoh iman seorang perempuan pendosa diangkat sebagai contoh iman yang membawa keselamatan. Kisah itu diceritakan dalam kitab Yosua (Yos. 2:1-21; 6:17-25). Rahab, yang tinggal di antara suku Kanaan, menyelamatkan hidup dua mata-mata Israel yang dikirim oleh Yosua ke Yeriko. Tindakan penyelamatan ini didasarkan pada keyakinan imannya kepada Allah yang menyertai orang Israel (bdk. Yos. 2:9-13; bdk. Ibr. 11:31).

Tindakan Rahab di atas diganjari oleh orang Israel. Rahab dan keluarganya diselamatkan ketika orang Israel menyerang kota Yeriko. Tindakan ini pula dihormati sebagai salah seorang dari empat perempuan asing yang disebutkan dalam silsilah Tuhan Yesus (bdk. Mat. 1:5). Contoh iman perempuan berdosa ini memperlihatkan ajaran inti bahwa iman harus diungkapkan dalam perbuatan konkrit supaya bisa diselamatkan.

Tubuh tanpa Roh adalah mati
Yakobus mengulang kembali pesan dan ajaran intinya dengan menampilkan sebuah analogi. "Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian pula iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati." Di sini Roh (Yunani: Pneuma) menunjuk kepada "nafas kehidupan" (bdk. Kej. 2:7, 6:17; Yeh. 37:8 dstnya; Pkh. 7:7). Analoginya sangat jelas, yakni tubuh kita dihidupi oleh nafas. Jika kita tidak mempunyai nafas hidup, tubuh kita akan mati. Seperti Roh memberi hidup bagi tubuh sehingga tubuh dapat bergerak dan merasakan sesuatu, demikian pula kasih memberi hidup bagi iman. Perbuatan kasih memperlihatkan iman yang hidup.

Tidak ada komentar: