PENGANTAR DAN TAFSIR TEMATIS SURAT-SURAT KATOLIK
Istilah surat-surat Katolik
Sebutan “surat-surat katolik” secara tradisional dipakai untuk menunjuk kepada suatu kelompok tulisan dalam Perjanjian Baru yang mencakup surat Yakobus, 1-2 Petrus, 1-3 Yohanes, dan Yudas. Kelompok tujuh surat ini sering disebut sebagai surat-surat katolik karena tidak dialamatkan untuk gereja lokal tertentu, tetapi untuk gereja secara keseluruhan. Di sini kata “katolik” berasal dari kata Yunani katholikos (καθολικός) yang artinya umum, universal. Kata Yunani ini merupakan gabungan dari dua kata, yakni kata (κατά) yang artinya menurut atau mengenai dan holos (όλος) yang artinya keseluruhan. Maka, kata katholikos secara harafiah berarti mengenai keseluruhan atau bisa juga hanya diartikan sebagai universal, umum.
Sebutan lain untuk kelompok tujuh surat ini adalah “surat-surat kanonik.” Kata “kanonik” dipahami dalam arti bahwa surat-surat itu diterima dan diakui sebagai kitab-kitab yang diinspirasi oleh Allah sendiri sehingga dipakai sebagai bahan bacaan dalam liturgi gereja di seluruh dunia kristiani. Dengan demikian, istilah surat-surat katolik dapat dipahami dalam pengertian umum dan kanonik.
IMAN DAN PERBUATAN: Surat Yakobus
Selama berabad-abad surat yang ditempatkan pada urutan pertama dalam daftar “surat-surat Katolik” ini tidak banyak dibaca dan diuraikan, baik di lingkungan Katolik maupun di lingkungan Protestan. Hal ini barangkali disebabkan karena surat ini lebih banyak berbicara tentang masalah-masalah sosial daripada doktrin.
Namun, menjelang abad XX, surat ini menarik perhatian banyak orang. Perhatian ini seiring dengan meningkatnya perhatian orang kristiani pada masalah-masalah sosial. Bagi orang kristiani yang konsern pada masalah-masalah sosial, surat ini memiliki arti yang sangat penting. Surat ini dapat dilihat sebagai sebuah koreksi terhadap orang kristiani yang tidak peka terhadap masalah¬-masalah sosial.
Gaya Sastra
Dalam manuskrip Yunani yang paling tua (sekitar tahun 350 M), judul yang diberikan untuk tulisan ini adalah surat Yakobus. Namun, satu-satunya indikasi yang menunjukkannya sebagai sebuah surat adalah ayat pertama (Yak. 1:1), yang memperlihatkan rumus pembuka yang biasa muncul dalam dunia Yunani pada abad pertama. Sementara ucapan syukur, tubuh surat, dan penutup yang biasanya muncul setelah rumus pembuka tidak muncul secara jelas.
Maka, surat Yakobus tampaknya bukan sebuah surat dalam arti yang ketat. Surat ini bukan sebuah surat pribadi seperti yang kita kenal dalam tulisan Perjanjian Baru lainnya. Surat ini juga berbeda dari surat-surat Paulus yang membela otoritasnya sebagai seorang rasul, injil yang wartakannya, dan implikasi-implikasinya. Surat ini lebih berbentuk nasihat dan perintah yang berhubungan dengan masalah moral dan etika. Maka, surat ini lebih baik dilihat sebagai sebuah homili yang berisikan nasihat dan perintah etis.
Penulis Surat
Dalam ayat pertama, penulis memperkenalkan dirinya sebagai “Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus” (1:1). Meski nama penulis disebutkan secara jelas, namun identitas masih menjadi sebuah persoalan sebab ada beberapa orang yang bernama Yakobus dalam kitab suci. Yakobus manakah yang menulis surat ini?
Nama Yakobus - Yunani: Iakōbos, yang berasal dari kata Ibrani “Yakob” - itu sangat umum. Tidaklah mengherankan jika kita menemukan tidak kurang dari tiga orang yang menggunakan nama Yakobus dalam Perjanjian Baru. Ini berarti ada tiga kandidat sah, yakni Yakobus anak Zebedeus, Yakobus anak Alfeus, dan Yakobus saudara Tuhan.
Yakobus Anak Zebedeus
Yakobus, anak Zebedeus, adalah saudara dari Yohanes dan salah seorang rasul. Ia cukup sering disebutkan dalam injil (Mat. 4:21, 10:2, 17:1; Mrk. 1:19, 29; 3:17, 5:37, 9:2, 10:35, 41, 13:3, 14:33; Luk. 5:10, 6:14, 8:51; 9:28, 54; Kis. 1:13, 12:2). Ia termasuk seorang yang ada di lingkaran dalam murid Yesus bersama dua murid lain, yakni Petrus dan Yohanes (bdk. Mrk. 1:29-31; Luk. 8:51; Mat. 17:1, 26:37). Yesus memilih tiga orang murid untuk berada lebih dekat dengan-Nya. Sangat mungkin Yesus memilih mereka untuk tidak hanya mewartakan injil tetapi juga untuk menulisnya.
Yakobus anak Alfeus
Dari dua belas rasul Yesus, ada dua orang yang bernama Yakobus, yakni Yakobus anak Zebedus dan Yakobus anak Alfeus (Mat. 10:3). Ia sering disebut sebagai Yakobus muda atau Yakobus kecil untuk membedakannya dari Yakobus yang Yakobus tua.
Yakobus saudara Tuhan
Yakobus lain yang disebutkan dalam Perjanjian Baru adalah Yakobus saudara Tuhan. Ia ditempatkan pada urutan pertama dalam daftar saudara-saudara Yesus (Mat. 13:55; Mrk. 6:3). Apa arti kata “saudara” di sini? Apakah hal ini berarti dia saudara kandung Yesus, yang berarti anak dari perkawinan Yosef dan Maria, atau setidaknya saudara tiri Yesus, yakni anak-anak Yosef dari perkawinan sebelumnya seperti dikatakan kitab apokrif Proto Injil Yakobus 9:2?
Untuk memahami kata “saudara”, kita harus melihat pemakaiannya dalam teks-teks kanonik. Pertama, kata “saudara” yang dalam bahasa Ibrani disebut akh dan diterjemahkan menjadi adelphos dalam bahasa Yunani memiliki cakupan arti yang luas. Kata itu bisa berarti saudara kandung (Kain-Habel), bisa saudara tiri (Raja Filipus dengan saudara tirinya, yakni Raja Herodes) ataupun kerabat yang lebih luas. Abraham berkata kepada Lot, keponakannya, “Kita ini kerabat/saudara” (PL Ibrani: akh; PL Yunani, LXX= adelphos; Kej. 13:8). Contoh lain teks Perjanjian Lama yang bermakna kerabat, bukan sekadar saudara kandung adalah Kej. 14:16; 29:15; Im. 10:14; dan 1Taw. 23:22.
Kedua, saat disalibkan Yesus menyerahkan Maria, ibu-Nya, kepada murid yang dikasihi-Nya dan sejak saat itu Maria tinggal bersama dia (Yoh. 19:26-27). Pernyataan demikian agak janggal seandainya Yakobus yang kelak akan menjadi salah satu saka guru jemaat Yerusalem itu (Gal. 2:9) adalah saudara kandung Yesus. Mengapa ia begitu saja membiarkan ibunya sendiri mengikuti orang lain?
Ketiga, Mrk. 15:40,47 menyebut Yakobus Muda dan Yoses yang kiranya identik dengan Yakobus dan Yoses dalam Mrk. 6:3. Ibu kedua orang ini bernama Maria juga, yang tentunya berbeda dengan Maria ibu Yesus yang disebut Markus secara eksplisit (Mrk. 3:31). Yoh. 19:25 memberi penjelasan bahwa Maria, istri Klopas, ini adalah saudari dari Maria ibu Yesus. Dari sini bisa disimpulkan bahwa ikatan famili antara Yesus dan Yakobus, saudara Tuhan, ini bukanlah saudara kandung, melainkan lebih sebagai saudara sepupu.
Ada dua pandangan yang muncul
Dari tiga kandidat di atas, Yakobus, saudara Tuhan, uskup Yerusalem, dianggap sebagai penulis. Anggapan ini banyak dianut oleh bapa-bapa gereja dan para penulis gereja awal karena didukung oleh adanya keserupaan antara surat Yakobus dengan Kisah Para Rasul. Misalnya, kata Yunani chairein yang artinya salam digunakan baik dalam Yak. 1:1 maupun dalam surat Yakobus yang dialamatkan kepada beberapa gereja dalam Kisah (Kis. 15:23). Kesejajaran lain muncul dalam kata-kata yang jarang digunakan, seperti episkeptesthe yang artinya menjaga, menunjukkan (Yak. 1:27, Kis. 15:14), epistrephein yang artinya berbalik (Yak. 5:19-20, Kis 15:19), terein heauton yang artinya menjaga diri sendiri (Yak. 1:27; Kis. 15:29), dan agapetos yang artinya yang dikasihi (Yak. 1:16, 19; 2:5, Kis. 15:25).
Namun, anggapan ini ditolak oleh kebanyakan ahli tafsir modern karena kualitas bahasa Yunani yang digunakan dalam surat ini sangat baik. Hal ini mengindikasikan bahwa surat ini tidak mungkin ditulis oleh seorang Palestina. Itulah sebabnya para ahli tafsir modern berpendapat bahwa surat itu ditulis oleh seorang yang tidak dikenal yang memakai nama Yakobus untuk memperkuat otoritasnya. Seorang yang tidak dikenal itu mungkin seorang murid atau pengagum Yakobus, saudara Tuhan. Murid atau pengagum itu menulis surat dengan maksud untuk meneruskan pikiran gurunya atau idolanya berhadapan situasi jemaat yang dihadapinya.
Alamat Surat
Surat Yakobus dialamatkan kepada “kedua belas suku di perantauan” (1:1). Ungkapan “dua belas suku” ini memunculkan dua pertanyaan yang saling terkait. Pertama, apakah ungkapan ini dipahami sebagai indikasi bahwa tujuannya adalah orang kristiani Yahudi ataukah dipahami sebagai sebuah kiasan untuk semua orang kristiani sebagai umat Allah? Kedua, apakah istilah “perantauan” dipahami secara harafiah sebagai orang yang tersebar di antara bangsa-bangsa lain ataukah kiasan untuk menyatakan bahwa rumah dan tempat tinggal orang kristiani sesungguhnya adalah surga dan mereka tinggal di dunia ini sebagai perantau (bdk. 1Ptr. 1:1; 2:11; Ibr. 11:13)?
Di sini ungkapan “dua belas suku Israel di perantauan” dipahami sebagai sebuah kiasan untuk semua orang kristiani, baik kristiani Yahudi yang tinggal di diaspora maupun orang kristiani bukan Yahudi. Baik orang kristiani Yahudi, maupun bukan Yahudi dilukiskan sebagai “perantau” dan “peziarah” (bdk. 1Ptr. 1:1; 2:11; Ibr. 11:13). Maka, surat ini tidak ditujukan secara khusus untuk orang kristiani Yahudi yang tinggal di luar Palestina, tetapi untuk semua orang kristiani yang dianggap sebagai perantau dan peziarah di dunia ini.
Alasan surat ditulis
Surat ditulis bukan karena adanya ajaran sesat, melainkan karena kelakuan jemaat yang tidak terlalu menggembirakan dan kurang terpuji. Iman mereka hanya sebatas ucapan bibir saja. Mereka mengutamakan orang kaya daripada orang miskin (2:1-13; 5:1-6), iri hati, tamak, dan bersungut-sungut (3:13-16; 4:1-3; 5:9). Maka, Yakobus meminta jemaatnya untuk menyelaraskan iman mereka dengan perbuatan sehari-hari (2:14-26).
Waktu Penulisan Surat
Ada dua kemungkinan untuk mempertimbangkan waktu penulisannya. Pertama, bagaimana kita menjelaskan relasi antara Yakobus dan Paulus sebab keduanya berbicara topik yang sama, yakni iman dan perbuatan (Yak 2:14-26; Gal. 2:16; Rm. 4:2). Siapakah yang pertama kali membicarakannya?
Beberapa penafsir berpendapat bahwa Yakobuslah yang pertama kali berbicara tentang iman dan perbuatan ketika berhadapan dengan persoalan orang bukan ¬Yahudi yang mau menjadi kristiani. Persoalan itu dibicarakannya dalam sebuah konferensi di Yerusalem sekitar tahun 49/50 M. Jika benar demikian, surat ini dianggap sebagai surat yang paling awal dalam Perjanjian Baru. Beberapa lain berpendapat bahwa Yakobus telah berkenalan dengan surat Paulus kepada umat di Galatia dan di Roma yang ditulis sekitar tahun 54 M dan 59 M. Jika benar demikian, Yakobus sangat mungkin menulis suratnya sekitar tahun 60-an untuk meluruskan kesimpulan jemaat yang salah terhadap apa yang dikatakan oleh Paulus.
Kedua, siapa yang menulis surat. Jika surat ini dianggap berasal dari tangan seorang yang tidak dikenal, namun memakai nama Yakobus gurunya untuk memperkuat otoritasnya, maka sangat mungkin surat ini ditulis sekitar akhir atau awal abad kedua setelah semua rasul meninggal.
Struktur Surat
Surat ini bukanlah sebuah tulisan yang memiliki struktur yang sistematis. Model surat ini sama dengan tulisan kebijaksanaan Yahudi seperti Amsal, Pengkotbah, dan Kebijaksaan Salomo. Seperti tulisan kebijaksaan, surat ini tidak memiliki struktur pemikiran yang sistematis.
Namun, kita dapat membagi surat ini dalam empat bagian utama. Dalam bagian pertama, penulis memulainya dengan memperkenalkan diri dan memberitahukan alamat suratnya (1:1). Setelah itu surat dilanjutkan dengan serangkaian perintah yang sangat sulit untuk diketahui di mana sebuah perintah berakhir dan perintah yang baru dimulai. Perintah-perintah itu mengajarkan nilai penderitaan (1:2-12); memberi tekanan bahwa satu¬-satunya yang baik berasal dari Allah dan Allah tidak pernah mencobai manusia (1:13-18); memberi nasihat untuk melaksanakan firman Allah yang telah disampaikannya (1:19-27); dan tidak memandang muka dengan mengutamakan orang kaya (2:1-13). Semua perintah ini menekan bahwa iman harus dipraktekan dalam hidup sehari-hari.
Bagian kedua (2:14-26) mengembangkan gagasan iman yang tidak diterjemahkan ke dalam perbuatan-perbuatan yang baik adalah iman yang mati. Gagasan ini diulang-ulang seperti refrein. Gagasan ini didasarkan pada contoh dan teladan tokoh-tokoh biblis yang terkenal (2:20-26).
Bagian ketiga (3:1-5:6) memuat aplikasi praktis atas gagasan iman tanpa perbuatan adalah mati. Orang kristiani dinasihatkan untuk mengontrol lidah mereka (3:1-12), mencari kebijaksanaan yang benar dan menolak kebijaksaan yang salah (3:13-18), menyadari pokok perselisihan (4:13-17), percaya pada penyelenggaraan ilahi, dan tidak hanya sibuk dengan usaha menumpuk kekayaan pribadi karena hal itu dapat menimbulkan ketidakadilan yang keji (5:1-6). Nasihat-nasihat ini diberikan dengan maksud supaya jemaat memahami bahwa iman harus diaplikasikan dalam perbuatan nyata.
Bagian keempat (5:7-20) merupakan kesimpulan yang berisikan serangkaian nasihat yang ringkas dan tajam. Serangkaian nasihat itu menegaskan perlunya mempertahankan iman yang benar dengan sabar dan berkesinambungan (5:7-11); mengajarkan nilai doa (5:13-18); berbicara tentang sakramen pengurapan orang sakit (5:14-15); dan akhirnya mendorong jemaat untuk memperhatikan satu sama lain (5:19-20)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar