KASIH SETIA TUHAN TIDAK AKAN HILANG DARINYA
Kisah Hidup Daud, Raja Israel yang Kedua
Jarot Hadianto
Kisah Hidup Daud, Raja Israel yang Kedua
Jarot Hadianto
“Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud.”
(2Sam. 16:13)
(2Sam. 16:13)
Di antara tokoh-tokoh yang muncul dalam Alkitab, terutama Perjanjian Lama, sosok Daud terasa sangat menonjol. Sejak kecil, melalui guru-guru di Sekolah Minggu, kita sudah berkenalan dengan dia dan dibuat terpesona oleh aksi-aksi kepahlawanan yang dilakukannya. Kisah pertarungan Daud melawan Goliat tentunya takkan pernah kita lupakan (1Sam. 17:40-58). Hanya berbekal batu dan alat pelontar, Daud sanggup menumbangkan Goliat, raksasa Filistin yang gagah perkasa. Sesudah peristiwa itu, kesuksesan Daud terus berlanjut dari hari ke hari. Sebagai puncak, ia dipercaya menjadi raja atas dua kerajaan, yakni Yehuda (2Sam. 2:1-4) dan Israel (2Sam. 5:1-3).
Di samping Musa dan figur yang disebut Mesias, Daud adalah seorang tokoh yang pengaruhnya sangat terasa dalam seluruh sejarah dan kehidupan umat Israel. Dengan segala pencapaian yang diraihnya, putra bungsu Isai ini membuat bangsa itu terkesan, kagum, sekaligus bangga. Memang harus diakui bahwa tidak semua perbuatan Daud merupakan hal yang positif. Ia pernah jatuh dan mempermalukan bangsanya gara-gara menjalin hubungan gelap dengan Batsyeba, istri Uria, prajuritnya sendiri (2Sam. 11:1-27). Namun, meskipun mengecewakan, skandal kelam ini tidak begitu saja meruntuhkan reputasi sang raja. Kebanyakan orang tampaknya berpendapat, toh Daud akhirnya menyesali kesalahannya dengan sungguh, menanggung hukuman yang pantas, dan segera bangkit dari ketepurukannya itu. Alhasil, meski memalukan, kisah Daud dan Batsyeba dengan percaya diri ditampilkan dalam kitab Samuel.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tak diragukan lagi, Daud adalah tokoh besar dalam sejarah Israel. Inilah kiranya yang membuat banyak orang terus mengingat dan menceritakan kembali kisah-kisah tentangnya, tanpa terganggu oleh pembedaan apakah kisah itu punya nilai historis yang kuat ataukah lebih merupakan mitos yang biasa mengelilingi kehidupan seorang tokoh terkenal. Kisah-kisah tentang Daud agaknya disusun jauh setelah masa pemerintahan sang raja. Banyak tangan terlibat dalam proses ini, banyak pula motivasi yang melatarbelakangi keterlibatan itu, termasuk menjadikan kisah tentang Daud sebagai propaganda kepentingan politik. Apapun motivasinya, sudah pasti bahwa semua itu lahir terdorong oleh kekaguman akan kebesaran dan keagungan sosok yang diceritakan, yakni Daud, raja Israel yang kedua.
Merekonstruksi sosok Daud
Groenen, dalam bukunya yang berjudul Pengantar Perjanjian Lama, berusaha merekonstruksi perjalanan hidup Daud, mulai dari awal kariernya di istana Raja Saul, sampai dengan akhir pemerintahannya sebagai raja Israel-Yehuda. Oleh Groenen, hal-hal mistis, spektakuler, dan ajaib ditanggalkan dari kisah-kisah tentang Daud, sebab umumnya itu merupakan ciri-ciri suatu mitos ataupun cerita rakyat. Dengan itu, tergambarlah sosok Daud yang tampak lebih manusiawi dan – semoga – lebih mendekati kenyataan.
Daud agaknya mula-mula mengabdi sebagai prajurit di istana Saul, raja Israel yang pertama. Kecakapan dan kemampuannya membuat karier Daud terus menanjak. Lama-kelamaan keberadaan Daud membuat Saul merasa tersaingi, terlebih karena nama Daud semakin populer di kalangan masyarakat. Bentrokan antara kedua orang itu pun tak terhindarkan lagi. Merasa terancam, Daud melarikan diri dari istana, mengembara di padang gurun, dan mengepalai sekelompok prajurit yang berpihak padanya. Karena kecerdikannya, ia bahkan diterima oleh orang Filistin yang merupakan musuh besar orang Israel, dan diizinkan membangun semacam markas di daerah mereka. Karena kecerdikannya pula, Daud selalu bisa menghindari tugas dari orang Filistin untuk memerangi orang Israel, sehingga di mata rakyat, Daud tetaplah pahlawan mereka.
Dalam suatu pertempuran melawan orang Filistin, Raja Saul yang terdesak akhirnya memilih bunuh diri. Suku Yehuda yang tinggal di bagian selatan negeri itu lalu menunjuk Daud, yang memang termasuk suku tersebut, untuk menjadi raja menggantikan Saul, yang dianggap sebagai raja yang gagal. Di bagian utara, Saul digantikan oleh anaknya sendiri, yakni Ishboset, yang tampaknya kurang cakap mengemban jabatan raja. Ishboset terlibat peperangan dengan Daud karena ia berusaha merebut bagian yang dikuasai Daud. Namun, ia lalu dibunuh oleh orang-orangnya sendiri yang berkhianat padanya. Suku-suku Israel yang tinggal di utara akhirnya mengangkat Daud menjadi raja mereka. Demikianlah Daud akhirnya menjadi raja atas dua kerajaan, yakni Kerajaan Yehuda dan Kerajaan Israel. Ia lalu merebut Yerusalem dari tangan orang Yebus dan menjadikannya ibu kota “negara persatuan” itu.
Sang raja rupanya punya perhatian khusus pada bidang keagamaan. Hal itu ia tunjukkan dengan memindahkan Tabut Perjanjian ke Yerusalem, sehingga menjadikan kota itu pusat hidup beragama di Israel. Di bidang politik, Daud tampil sebagai raja yang bijak dan berwibawa. Dua kerajaan menjadi satu di bawah pemerintahannya, meski harus diakui bahwa mereka tetaplah dua negara yang terpisah. Di bidang militer, keunggulan Daud tak perlu diragukan lagi. Di bawah pimpinan Daud, Israel memenangkan peperangan demi peperangan melawan bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Orang Filistin yang sekian lama menjadi ancaman dan mengganggu ketenteraman hidup mereka takluk kepadanya. Pada masa pemerintahan Daud, meski Israel hanyalah suatu negara kecil, rakyat menikmati kemakmuran dan kesejahteraan.
Namun, di hari tuanya, Daud rupanya direpotkan oleh pertikaian dan perselisihan di kalangan keluarganya sendiri. Anak-anaknya berebut kekuasaan dan tak segan saling membunuh demi mencapai tujuan yang mereka inginkan itu. Absalom malah berani melancarkan pemberontakan melawan ayahnya. Ia didukung oleh suku-suku di utara yang rupanya mulai tidak puas dengan kepemimpinan Daud. Pemberontakan ini sangat berbahaya dan berhasil memaksa Daud sejenak melarikan diri dari Yerusalem. Hanya karena pengalamannya yang sangat luas, Daud berhasil mematahkan pemberontakan itu. Menjelang akhir hayatnya, Daud lalu mengangkat Salomo menjadi raja menggantikannya. Pengangkatan ini bukan tanpa konflik. Adonia, putra Daud yang lain, tidak terima dengan pengangkatan itu. Ia berusaha menjadi raja tandingan, meski akhirnya bisa digagalkan.***
Di samping Musa dan figur yang disebut Mesias, Daud adalah seorang tokoh yang pengaruhnya sangat terasa dalam seluruh sejarah dan kehidupan umat Israel. Dengan segala pencapaian yang diraihnya, putra bungsu Isai ini membuat bangsa itu terkesan, kagum, sekaligus bangga. Memang harus diakui bahwa tidak semua perbuatan Daud merupakan hal yang positif. Ia pernah jatuh dan mempermalukan bangsanya gara-gara menjalin hubungan gelap dengan Batsyeba, istri Uria, prajuritnya sendiri (2Sam. 11:1-27). Namun, meskipun mengecewakan, skandal kelam ini tidak begitu saja meruntuhkan reputasi sang raja. Kebanyakan orang tampaknya berpendapat, toh Daud akhirnya menyesali kesalahannya dengan sungguh, menanggung hukuman yang pantas, dan segera bangkit dari ketepurukannya itu. Alhasil, meski memalukan, kisah Daud dan Batsyeba dengan percaya diri ditampilkan dalam kitab Samuel.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tak diragukan lagi, Daud adalah tokoh besar dalam sejarah Israel. Inilah kiranya yang membuat banyak orang terus mengingat dan menceritakan kembali kisah-kisah tentangnya, tanpa terganggu oleh pembedaan apakah kisah itu punya nilai historis yang kuat ataukah lebih merupakan mitos yang biasa mengelilingi kehidupan seorang tokoh terkenal. Kisah-kisah tentang Daud agaknya disusun jauh setelah masa pemerintahan sang raja. Banyak tangan terlibat dalam proses ini, banyak pula motivasi yang melatarbelakangi keterlibatan itu, termasuk menjadikan kisah tentang Daud sebagai propaganda kepentingan politik. Apapun motivasinya, sudah pasti bahwa semua itu lahir terdorong oleh kekaguman akan kebesaran dan keagungan sosok yang diceritakan, yakni Daud, raja Israel yang kedua.
Merekonstruksi sosok Daud
Groenen, dalam bukunya yang berjudul Pengantar Perjanjian Lama, berusaha merekonstruksi perjalanan hidup Daud, mulai dari awal kariernya di istana Raja Saul, sampai dengan akhir pemerintahannya sebagai raja Israel-Yehuda. Oleh Groenen, hal-hal mistis, spektakuler, dan ajaib ditanggalkan dari kisah-kisah tentang Daud, sebab umumnya itu merupakan ciri-ciri suatu mitos ataupun cerita rakyat. Dengan itu, tergambarlah sosok Daud yang tampak lebih manusiawi dan – semoga – lebih mendekati kenyataan.
Daud agaknya mula-mula mengabdi sebagai prajurit di istana Saul, raja Israel yang pertama. Kecakapan dan kemampuannya membuat karier Daud terus menanjak. Lama-kelamaan keberadaan Daud membuat Saul merasa tersaingi, terlebih karena nama Daud semakin populer di kalangan masyarakat. Bentrokan antara kedua orang itu pun tak terhindarkan lagi. Merasa terancam, Daud melarikan diri dari istana, mengembara di padang gurun, dan mengepalai sekelompok prajurit yang berpihak padanya. Karena kecerdikannya, ia bahkan diterima oleh orang Filistin yang merupakan musuh besar orang Israel, dan diizinkan membangun semacam markas di daerah mereka. Karena kecerdikannya pula, Daud selalu bisa menghindari tugas dari orang Filistin untuk memerangi orang Israel, sehingga di mata rakyat, Daud tetaplah pahlawan mereka.
Dalam suatu pertempuran melawan orang Filistin, Raja Saul yang terdesak akhirnya memilih bunuh diri. Suku Yehuda yang tinggal di bagian selatan negeri itu lalu menunjuk Daud, yang memang termasuk suku tersebut, untuk menjadi raja menggantikan Saul, yang dianggap sebagai raja yang gagal. Di bagian utara, Saul digantikan oleh anaknya sendiri, yakni Ishboset, yang tampaknya kurang cakap mengemban jabatan raja. Ishboset terlibat peperangan dengan Daud karena ia berusaha merebut bagian yang dikuasai Daud. Namun, ia lalu dibunuh oleh orang-orangnya sendiri yang berkhianat padanya. Suku-suku Israel yang tinggal di utara akhirnya mengangkat Daud menjadi raja mereka. Demikianlah Daud akhirnya menjadi raja atas dua kerajaan, yakni Kerajaan Yehuda dan Kerajaan Israel. Ia lalu merebut Yerusalem dari tangan orang Yebus dan menjadikannya ibu kota “negara persatuan” itu.
Sang raja rupanya punya perhatian khusus pada bidang keagamaan. Hal itu ia tunjukkan dengan memindahkan Tabut Perjanjian ke Yerusalem, sehingga menjadikan kota itu pusat hidup beragama di Israel. Di bidang politik, Daud tampil sebagai raja yang bijak dan berwibawa. Dua kerajaan menjadi satu di bawah pemerintahannya, meski harus diakui bahwa mereka tetaplah dua negara yang terpisah. Di bidang militer, keunggulan Daud tak perlu diragukan lagi. Di bawah pimpinan Daud, Israel memenangkan peperangan demi peperangan melawan bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Orang Filistin yang sekian lama menjadi ancaman dan mengganggu ketenteraman hidup mereka takluk kepadanya. Pada masa pemerintahan Daud, meski Israel hanyalah suatu negara kecil, rakyat menikmati kemakmuran dan kesejahteraan.
Namun, di hari tuanya, Daud rupanya direpotkan oleh pertikaian dan perselisihan di kalangan keluarganya sendiri. Anak-anaknya berebut kekuasaan dan tak segan saling membunuh demi mencapai tujuan yang mereka inginkan itu. Absalom malah berani melancarkan pemberontakan melawan ayahnya. Ia didukung oleh suku-suku di utara yang rupanya mulai tidak puas dengan kepemimpinan Daud. Pemberontakan ini sangat berbahaya dan berhasil memaksa Daud sejenak melarikan diri dari Yerusalem. Hanya karena pengalamannya yang sangat luas, Daud berhasil mematahkan pemberontakan itu. Menjelang akhir hayatnya, Daud lalu mengangkat Salomo menjadi raja menggantikannya. Pengangkatan ini bukan tanpa konflik. Adonia, putra Daud yang lain, tidak terima dengan pengangkatan itu. Ia berusaha menjadi raja tandingan, meski akhirnya bisa digagalkan.***
Daftar Pustaka
1. Groenen, Pengantar Perjanjian Lama, 84-85.
Auld, Graeme A. Kings Without Privilege: David and Moses in The Story of The Bible’s Kings. Edinburgh: T & T Clark, 1994.
Bruggemann, Walter. David’s Truth in Israel’s Imagination & Memory. Minneapolis: Fortress Press, 1985.
Fourman, Larry. The Life of David. Illinois: Brethren Press, 1990.
Groenen C. Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Manney, Jim. Raja Daud. Malang: Pertapaan Karmel.
1. Groenen, Pengantar Perjanjian Lama, 84-85.
Auld, Graeme A. Kings Without Privilege: David and Moses in The Story of The Bible’s Kings. Edinburgh: T & T Clark, 1994.
Bruggemann, Walter. David’s Truth in Israel’s Imagination & Memory. Minneapolis: Fortress Press, 1985.
Fourman, Larry. The Life of David. Illinois: Brethren Press, 1990.
Groenen C. Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Manney, Jim. Raja Daud. Malang: Pertapaan Karmel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar