Senin, Februari 04, 2013

PENGALAMAN UMAT ISRAEL SEBAGAI CONTOH DAN PERINGATAN 
(1Kor. 10:1-12) 
Alfons Jehadut 
Bacaan kedua yang kita baca dan renungkan ini masih berkaitan dengan makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala yang sudah dibicarakannya dalam 1Kor 8. Paulus menanggapi beberapa anggota jemaat kristiani Korintus yang merasa diri kuat dan bebas pergi ke kuil berhala untuk berpartisipasi dalam pesta perjamuan makan bersama orang-orang yang tidak beriman. Mereka menghadiri perjamuan makan di kuil-kuil dewa kafir seperti yang telah mereka lakukan sebelum menjadi kristiani. 

Bagaimana Paulus menanggapi masalah di atas? Ia menanggapinya dengan mengingatkan jemaat yang merasa diri kuat tentang dampak partisipasi mereka dalam ibadat dan perjamuan makan di kuil-kuil berhala bagi anggota komunitas kristiani yang hati nuraninya lemah. Sikap dan tindakan mereka dapat mendorong yang lemah untuk makan daging yang dipersembahkan kepada berhala karena melihat mereka duduk makan di dalam kuil berhala. Itulah sebabnya, mereka yang kuat dimintanya untuk peduli kepada yang lemah nuraninya sehingga kebebasan mereka tidak menjadi batu sandungan (1Kor. 8:9). Mereka dimintanya pula untuk mengikuti teladannya menanggalkan kebebasannya demi kepentingan orang lain dengan tidak makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala supaya tidak menjadi batu sandungan (1Kor. 8:13; 9:22). 

1 Aku mau, supaya kamu mengetahui, Saudara-saudara bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan mereka semua telah melintasi laut. 2 Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. 3 Mereka semua makan makanan rohani yang sama 4 dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus. 5 Sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada sebagian besar dari mereka, karena mereka dibinasakan di padang gurun. 6 Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat 7 dan supaya jangan kita menjadi penyembah-penyembah berhala, sama seperti beberapa orang dari mereka, seperti ada tertulis: "Duduklah bangsa itu untuk makan dan minum; kemudian bangunlah mereka dan bersukaria." 8 Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang. 9 Janganlah kita mencobai Kristus, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka mati dipagut ular 10 Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut.11 Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu zaman akhir telah tiba. 12 Sebab itu, siapa yang menyangka bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh 
  
[1] Bagian dari perikop ini (1Kor. 10:1-6, 10-12) dibacakan sebagai bacaan kedua pada hari minggu pra-Paskah III dalam tahun C.

Struktur Teks 
Paulus mengingatkan jemaat Korintus bahwa bahaya partisipasi mereka dalam ibadat dan pesta yang diselenggarakan di kuil-kuil berhala. Baginya bahaya itu sangat nyata meski mereka mengakui satu Allah saja. Mereka bisa jatuh dalam penyembahan berhala jika mereka masih mengambil bagian dalam ibadat dan pesta yang diselenggarakan di kuil-kuil untuk menyembah dewa-dewi kafir. Jika mereka tidak meninggalkan kebiasaan itu, maka mereka akan mendapatkan akibatnya yang sangat mengerikan. 

Bagaimana akibat yang mengerikan itu ditampilkan dalam bacaan kedua hari ini? Paulus menampilkannya dengan tiga cara. Pertama, mengangkat kisah pengalaman umat Israel yang lolos dari perbudakan Mesir dan berkelana di padang gurun untuk menuju tanah terjanji (ay. 1-6; bdk. Kel 13-17;. Bil. 10-15). Kedua, menyebutkan empat sikap dan tindakan umat Israel yang tidak berkenan di hadapan Allah (ay. 7-10). Ketiga, sikap dan tindakan umat Israel di masa lalu dijadikan sebagai contoh dan peringatan bagi jemaat Korintus supaya mereka tidak mengulangi kesalahan seperti yang dulu dilakukan oleh umat Israel (ay. 10-12). 

Ulasan teks 
Kisah pengalaman umat Israel (ay. 1-5) 
Paulus tidak ingin para pembacanya mengabaikan pengalaman bangsa Israel ketika mereka berpikir tentang makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala-berhala. Itulah sebabnya pengalaman pembebasan (Kel. 13-14) dan pengembaraan di padang gurun (Kel. 16-17; Bil. 20-22) diangkatnya. Melalui dua pengalaman itu jemaat Korintus diingatkan dan ditegaskan bahwa nenek moyang mereka dilindungi oleh Allah. Allah telah menemani dan menyediakan segala sesuatu yang mereka perlukan di masa lalu sama seperti yang dilakukan-Nya sekarang bagi semua orang kristiani yang menjadi umat-Nya sama seperti orang Israel menjadi umat pilihan Allah pada masa lalu. 

Pengalaman umat Israel yang diangkat oleh Paulus di sini telah diketahui oleh jemaat Korintus dari Perjanjian Lama tetapi mereka belum memahami maknanya secara mendalam sehingga diangkatnya lagi. Ada tiga pengalaman yang diangkatnya. Pertama, pengalaman “nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan mereka semua telah melintasi laut” (ay. 1). Di sini ia berbicara sebagai seorang Yahudi, tetapi sekaligus memasukkan para pembacanya yang sebagian besar berlatar belakang bukan Yahudi sebagai orang Yahudi. 

Pernyataan “nenek moyang kita semua” ini tampaknya aneh sebab suratnya dialamatkan kepada jemaat Korintus yang sebagian besar berlatar belakang bukan Yahudi. Pernyataan yang tampaknya aneh ini barangkali mau mengungkapkan pemahaman Paulus bahwa semua pembacanya sebagai orang kristiani, apakah keturunan Yahudi atau bukan Yahudi, mengambil bagian dalam warisan rohani bangsa Israel. Orang kristiani bukan Yahudi diyakininya telah digabungkan ke dalam umat perjanjian (Rm. 11:17-24) sehingga mereka bisa disebut sebagai umat Israel milik Allah (Gal. 6:16).[2] Dengan demikian, kisah pembebasan dari perbudakan Mesir dan pengembaraan umat Israel di padang gurun yang dipimpin oleh Musa bagi jemaat kristiani bukan cerita dari dan tentang orang lain, tetapi benar-benar cerita nenek moyang rohani mereka sendiri. Kisah pengalaman umat Israel di masa lalu itu diangkatnya dengan maksud untuk menekankan fakta bahwa jemaat kristiani juga menikmati pembebasan dan perlindungan Allah serta jaminan dalam perjalanan hidup mereka melalui penyelenggaraan-Nya.[3]

Kedua, pengalaman umat Israel dibaptis dalam awan dan dalam laut untuk menjadi pengikut Musa (ay. 2). Baptisan dipahami sebagai sebuah ekspresi lahiriah dari identifikasi diri orang yang percaya dengan orang yang diimaninya (Rm 6:3;. Gal 3:27). Dengan pola berpikir semacam ini Paulus mengatakan bahwa untuk menjadi pengikut Musa umat Israel telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Di sini baptisan dalam awan dan dalam laut harus dipandang sebagai sebuah kiasan, bukan secara harfiah sebab tidak ada kisah tentang umat Israel yang dibaptis dalam nama Musa. Dibaptis dalam awan dan dalam laut untuk menjadi pengikut Musa berarti bahwa umat Israel tunduk kepada otoritas kepemimpinan Musa. Mereka menyatakan diri sebagai pengikut Musa sama seperti ketika jemaat Korintus menanggalkan penyembahan berhala mereka di masa lalu dengan dibaptis menjadi pengikut Kristus. 

Ketiga, pengalaman semua orang Israel, bukan hanya beberapa dari mereka, makan manna dan minum air dari batu karang ketika mengembara di padang gurun. Mereka makan manna selama mereka mengembara di padang gurun (Kel. 16:1-36; Mzm. 78:23-29) dan mereka minum dari batu karang di awal (Kel. 17:1-7) dan di akhir pengembaraan mereka di padang gurun (Bil. 20:2-13; Mzm. 78:13). Paulus menyebut manna dan air sebagai makanan dan minuman rohani karena Allah memberinya secara ajaib. Makanan dan minuman itu dikaitkannya dengan makanan rohani yang datang dari Kristus dan menunjuk kepada diri-Nya sebagai pemelihara dan penopang umat-Nya (bdk. Yoh. 6:35, 48-51, 7:37-38). Ini berarti bahwa makanan dan minuman yang sediakan oleh Allah bagi 

[2] Richard B. Hays, First Corinthians: Interpretation, a Bible Commentary for Teaching (Louisville: John Knox Press, 1997), 160.

[3] Maria A. Pascuzzi, “The Letters to the Corinthians’ dalam Daniel Durken (ed.), The New Collegeville Bible Commentary: New Testament (Collegeville: Liturgical Press, 2009), 520.


umat Israel selama mengembara di padang gurun, bagi Paulus, mengantisipasi perjamuan terakhir Kristus bersama para murid-Nya. Sama seperti jemaat kristiani Korintus mendapat makanan dan minuman rohani dalam perjamuan ekaristi, demikian juga umat Israel diberikan makanan dan minuman rohani, yakni manna dan air dari batu karang, selama mereka mengembara di padang gurun. 

Meski mereka dilindungi dan diberkati oleh Allah selama mereka dibebaskan dari perbudakan Mesir dan mengembara di padang gurun, namun Allah tidak berkenan bagi sebagian besar di antara mereka (ay. 5). Ia tidak mengizinkan seorang pun dari generasi tua yang berumur sekitar dua puluh tahun atau lebih dan bahkan Musa sendiri untuk memasuki tanah yang dijanjikan kecuali Kaleb dan Yosua (Bil. 20:12). Kecuali Kaleb dan Yosua, semua orang dari generasi tua Israel mati di padang gurun. Mayoritas generasi Israel padang gurun tidak berkenan di hadapan Allah sehingga mereka kehilangan privilese untuk hidup dan menikmati tanah terjanji yang digambarkan berlimpah susu dan madu. 

Tiga pengalaman umat Israel di atas diterapkan oleh Paulus bagi jemaat Korintus pada khususnya dan pembaca pada umumnya (ay. 6). Baptisan dalam awan dan dalam laut serta keikutsertaan mereka dalam menikmati makanan dan minuman rohani yang disediakan oleh Allah selama di padang gurun tidak melindungi mereka dari hukuman Allah ketika mereka menginginkan dan melakukan hal-hal yang jahat. Hal yang sama berlaku bagi orang kristiani. Baptisan dan partisipasi kita dalam perjamuan Ekaristi tidak melindungi mereka dari hukuman Allah jika kita menginginkan dan melakukan hal-hal yang jahat. Kita tidak boleh menganggap baptisan dan ekaristi sebagai imunisasi untuk membuat kita kebal dari hukuman Allah ketika kita berbuat dosa melawan rencana dan kehendak-Nya. 

Empat sikap dan tindakan umat Israel (ay. 7-10) 
Paulus selanjutnya menyebutkan empat sikap dan tindakan umat Israel yang membuat mereka bermasalah dengan Allah. Pertama, umat Israel berpartisipasi dalam penyembahan berhala ketika mereka mempersembahkan kurban bakaran dan kurban keselamatan bagi patung lembu emas buatan tangan mereka dan makan bersama di depan patung lembu emas (ay. 7; bdk. Kel. 32:6). Peristiwa ini tampaknya mirip dengan apa yang terjadi ketika beberapa anggota jemaat Korintus menghadiri pesta perjamuan makan yang selenggarakan oleh orang-orang yang tidak beriman di kuil-kuil berhala mereka. Ada suatu bahaya jika mereka berkompromi dengan iman kepercayaan mereka kepada Allah, seperti yang dilakukan oleh umat Israel, ketika mereka berpartisipasi dalam perayaan berhala orang-orang yang tidak beriman. Maka, mereka diingatkan untuk tidak menyembah berhala. 

Kedua, umat Israel terlibat dalam perzinahan dan percabulan ketika mereka berpartisipasi dalam perayaan keagamaan orang Moab (ay. 8; bdk. Bil. 25:1-9). Paulus menyebutkan pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang sebagai dampak dari perzinahan dan percabulan. Sebutan ini tampaknya sedikit berbeda Musa yang melukiskan ada dua puluh empat ribu orang tewas sebagai dampaknya dari wabah yang ditimpakan Allah untuk menghukum orang berbuat zinah (Bil. 25:9). Perbedaan itu tampaknya tidak perlu dipertentangkan sebab tujuan utamanya untuk menampilkan bahaya dari partisipasi dalam perayaan keagamaan orang-orang yang menyembah berhala. Di sini kisah perzinahan dan percabulan umat Israel diangkat sebagai sebuah peringatan bagi jemaat Korintus yang tertarik untuk berpartisipasi dalam penyembahan dan perjamuan berhala orang-orang yang tidak beriman. 

Ketiga, umat Israel mencobai Allah dengan menguji kesabaran-Nya (ay. 9; bdk. Bil. 21:4-9). Sikap nenek ini lagi-lagi dikaitkan dengan makanan meski tidak secara langsung mengacu kepada makanan yang dipersembahkan kepada berhala-berhala. Mereka berbicara melawan Allah dan Musa terkait dengan makanan. “Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak” (Bil. 21:5). Karena mereka berbicara melawan Allah terkait dengan keinginan untuk menikmati makanan yang sesuai dengan selera mereka, maka mereka dihukum oleh Allah dengan menyuruh ular-ulat tedung memagut mereka. Dengan latar belakang kisah ini Paulus menasihati jemaat Korintus untuk tidak mencobai Allah sehingga tidak mati dipagut ular seperti yang telah menimpa umat Israel. 

Keempat, umat Israel bersungut-sungut melawan Allah sehingga jemaat Korintus dinasihatinya untuk tidak bersungut-sungut (ay. 10). Nasihat ini paling sulit dikaitkan dengan teks spesifik dalam Perjanjian Lama dan paling sulit dihubungkan dengan sikap dan tindakan tertentu dari jemaat Korintus. Namun, kita dapat menduga bahwa Paulus sedang memikirkan tentang umat Israel yang bersungut-sungut melawan Musa dan Harun dan mereka ingin kembali ke Mesir (Bil. 14:2-4). Sungut-sungut merupakan sebuah ungkapan ketidakpuasan dengan apa yang Allah telah berikan kepada mereka. Di sini sungut-sungut dapat dikategorikan sebagai dosa tidak tahu terima kasih. Ketika Allah mendengar sungut-sungut mereka bangkitlah murka-Nya dan mengutus api untuk membakar sebagian di antara mereka di tepi tempat perkemahan mereka (Bil. 11:1-3). Namun, murka Allah di sini tidak dilampiaskan dengan menggunakan api tetapi malaikat maut. Karena seringkali bersungut-sungut, maka mereka dibinasakan oleh malaikat maut.

Sikap dan tindakan umat Israel sebagai contoh dan peringatan (ay. 11-12) 
Setelah mengangkat empat contoh sikap dan tindakan umat Israel yang tidak berkenan di hadapan Allah di atas, Paulus kembali mengungkapkan prinsip umumnya. “Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu zaman akhir telah tiba” (ay. 11; bdk. ay. 6). Contoh sikap sungut-sungut umat Israel dan dampaknya diangkat oleh Paulus sebagai contoh dan peringatan bagi jemaat Korintus pada khususnya dan pembaca pada umumnya supaya mereka yang merasa diri kuat sehingga bebas berpartisipasi dalam perayaan berhala orang-orang yang tidak beriman dan dalam makan makanan yang dipersembahkan kepada dewa-dewi berhala mereka waspada sehingga tidak jatuh ke dalam dosa dan tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. 

Amanat 
Dari ulasan teks di atas kiranya masih perlu direfleksikan secara khusus tentang bagaimana Paulus mengangkat kisah umat Israel sebagai pelajaran dan peringatan bagi jemaatnya dalam melihat dan menilai diri mereka. Di sini kisah yang diangkatnya adalah pembebasan dari perbudakan Mesir dan pengembaraan umat Israel di padang gurun sebelum masuk tanah yang dijanjikan. Dengan membaca kisah umat Israel mengembara di padang gurun sebagai sebuah tipologi bagi pengalaman gereja, Paulus meruntuhkan dinding pemisah antara masa lalu dan masa sekarang dan mengundang para pembacanya untuk menata kembali hidup mereka berdasarkan kisah tersebut. 

Paulus tampaknya melihat ada keserupaan antara generasi Israel selama mengembara di padang gurun dengan jemaat Korintus pada khususnya dan gereja pada umumnya. Ada dua keserupaan yang disoroti. Pertama, umat Israel dilindungi dan dibimbing oleh Allah melalui tiang awan dan api selama mengembara di pandang gurun. Mereka diberikan makan dan minum secara ajaib, yakni manna dan air dari batu karang. Segala sesuatu yang mereka perlukan diberikan oleh Allah. Bagi Paulus, tindakan Allah itu tidak hanya dikhususkan bagi umat Israel selama mereka mengembara di padang gurun, tetapi juga berlaku bagi jemaat Korintus pada khususnya dan umat kristiani pada umumnya. Kedua, umat Israel dihukum oleh Allah di padang gurun dengan membiarkan generasi tua Israel mati di sana sebelum memasuki dan menikmati tanah yang dijanjikan. Mereka dihukum karena walau telah diberikan segala sesuatu yang mereka perlukan, namun mereka tetap saja tidak tahu bersyukur dan berterima kasih dengan sering bersungut-sungut melawan Allah dan utusan-Nya. Bersungut-sungut adalah tanda egois dan tidak puas dengan apa yang diberikan oleh Allah sehingga dihukum oleh Allah dengan mendatangkan malaikat maut. Bagi Paulus, hukum Allah ini pula berlaku bagi jemaat kristiani jika mereka menginginkan dan melakukan hal-hal yang jahat meski mereka telah dibaptis dan mengambil bagian dalam perjamuan ekaristi. 

Dua keserupaan di atas diangkat oleh Paulus dengan maksud untuk mengajak kita bertobat. Kita diajak untuk menyadari dan menyesali dosa-dosa kita, berbalik dari kesalahan-kesalahan kita dan menghasilkan buah-buah kasih. Kita yang telah mendengar kisah perlindungan Allah bagi umat Israel diajak untuk menyadari kebaikan, perlindungan, kasih sayang, dan penyelenggaraan-Nya. Kesadaran itu diperlukan untuk menggugah hati kita agar menyadari dosa dan kesalahan kita serta menunjukkan sikap tobat dan tindakan tobat secara konkret. Jika kita masih belum tergugah, maka kita masih juga digugah oleh hukuman dan peringatan keras Allah. Semoga hukuman dan peringatan Allah menggugah hati kita untuk menyadari dosa dan kesalahan kita serta menunjukkan sikap tobat dalam kehidupan yang konkret. 









Tidak ada komentar: