Rabu, April 13, 2011

KATA KITAB SUCI TENTANG GEREJA
Alfons Jehadut

Dalam Perjanjian Baru, kita menemukan banyak kata “gereja” (Yunani: ekklēsia). Namun, anehnya kata itu tidak pernah muncul dalam keempat injil, kecuali injil Matius yang hanya muncul sebanyak tiga kali (3X). Kata itu lebih banyak kita temukan dalam surat-surat Paulus yang menggunakannya sebanyak tujuh puluh dua kali (72 X), Kisah Para Rasul sebanyak dua puluh tiga kali (23 X), dan kitab Wahyu sebanyak dua puluh kali (20 X).

Karena kata itu lebih banyak muncul dalam surat-surat Paulus, maka fokus perhatian saya di dalam tulisan ini hanya pada surat-surat Paulus. Pertama-tama saya akan dijelaskan tentang istilah gereja dan kemudian dilanjutkan dengan kiasan-kiasan yang dipakai untuk melukiskan gereja.

Istilah gereja

Kata gereja berasal dari kata Yunani ekklèsia, yang berarti persekutuan atau perkumpulan umat Allah. Kata ini paling sering digunakan oleh Paulus untuk mengacu kepada orang-orang yang berkumpul dalam nama Yesus. Kata ini ditarik secara langsung oleh Paulus dari identitas bangsa Israel sendiri. Orang Israel melihat dirinya perkumpulan umat Allah (Ibrani: Qahal Yahweh). Karena Paulus sering berbicara tentang “jemaat Allah” , maka hampir pasti bahwa Paulus memiliki konsep Israel ini dalam pemikirannya.

Kata gereja (ekklèsia) tidak pernah dipahami oleh Paulus sebuah gedung. Kata ini juga tidak dipahaminya sebagai gereja universal, meskipun dikembangkan dalam surat-surat Deutero-Paulinum (Ef. 5:25-27; Kol. 1:24). Gereja pertama-tama dipahaminya sebagai sebuah komunitas jemaat lokal yang dibaptis menjadi pengikut Kristus Yesus. Pemahaman ini bukan karena Paulus menentang gagasan gereja universal, melainkan karena gereja lokal merupakan pengalamannya sentralnya. Ke mana pun ia pergi, ia mendirikan komunitas kristiani lokal atau mengunjungi jemaat yang telah didirikannya.

Jika gereja tidak dipahami dalam arti gedung, di manakah jemaat-jemaat lokal berkumpul bersama sebagai pengikut Kristus Yesus? Pada awalnya mereka mungkin berkumpul di dua tempat. Pertama, mereka berkumpul bersama dengan orang Yahudi saleh di sinagoga-sinagoga lokal untuk membaca firman Allah dan berdoa. Bersama dengan orang-orang Yahudi lainnya, mereka masih beribadat di sinagoga dan bait Allah. Hal ini masuk akal karena jemaat kristiani perdana kebanyakan berlatar belakang Yahudi. Kedua, mereka berkumpul di rumah-rumah anggota jemaat untuk merayakan Ekaristi. Kegiatan berkumpul di rumah anggota jemaat untuk merayakan ekaristi inilah yang membedakan jemaat kristiani perdana dari orang-orang Yahudi yang bukan kristiani. Pertemuan di rumah-rumah anggota jemaat ini mungkin sebuah kebutuhan praktis karena bagi orang kristiani sinagoga-sinagoga dengan cepat melarang orang kristiani.

Menarik bahwa Paulus tidak pernah menggunakan kata synagōgē untuk mengacu kepada perkumpulan jemaat kristiani dalam surat-suratnya. Jemaat kristiani tidak mempunyai tempat pertemuan yang dapat disejajarkan dengan sinagoga untuk beribadat. Surat-suratnya mengindikasikan bahwa jemaat kristiani perdana berkumpul di gereja-rumah. Paulus menyebut beberapa gereja-rumah dalam surat-suratnya. Ia menyampaikan salam dari Aquila dan Priskila serta jemaat di rumah mereka kepada jemaat di Korintus (1Kor. 16:19). Beberapa tahun kemudian ia menyampaikan salam kepada Priskila dan Aquila serta jemaat di rumah mereka (Rom. 16:3, 5). Salam kepada jemaat yang berkumpul di rumah Filemon disampaikannya ketika menulis surat kepada Filemon dari dalam penjara (Flm 2). Ia juga menyampaikan salam kepada Nimfa dan jemaat yang berkumpul di rumahnya dalam surat Kolose (Kol. 4:15). Dalam empat salam inilah Paulus berbicara secara eksplisit tentang gereja-rumah, yakni persekutuan dan perkumpulan jemaat kristiani di rumah-rumah anggota jemaat sebagai cikal bakal dari komunitas kristiani.

Gereja sebagai tubuh Kristus

Salah satu kiasan favorit Paulus untuk melukiskan gereja adalah tubuh Kristus. Komunitas kristiani dipandang sebagai satu tubuh dalam Kristus. “Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan semua anggota tubuh itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus” (1Kor 12:12); “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya” (1Kor. 12:27); “kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus” (Rom. 12:5). Dalam 1Kor. 12:12-31 (juga Rom. 12:4-8), Paulus merefleksikan kesatuan tubuh dengan anggota-anggotanya yang bekerja secara harmonis untuk mengatasi perpecahan dalam komunitas karena keanekaragaman karunia. Tubuh kita terdiri dari banyak anggota yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Semua anggota memerlukan satu sama lain. Tidak ada anggota yang memonopoli dengan mengambil alih peranan orang lain dan tidak satu pun anggota yang tidak membutuhkan yang lain. Anggota tubuh yang lemah sekalipun mempunyai peran dan karena itu harus diberi penghormatan yang lebih besar sehingga tidak mengganggu sistem di dalam tubuh.

Sebagai anggota tubuh Kristus, kita mempunyai peran dan andil masing-masing di dalam menghidupkan Gereja secara keseluruhan. Tidaklah bijaksana kalau kita bersikap sombong dengan memandang sebelah mata karunia yang diterima oleh sesama kita. Kita tidak boleh mengklaim bahwa karunia yang kita terima lebih rohani dan berbobot dibandingkan dengan karunia yang diterima oleh sesama yang lain. Semua orang mempunyai keistimewaan yang tidak dapat diambil alih secara sempurna oleh sesama yang lain. Keistimewaan karunia yang diberikan kepada kita dimaksudkan untuk kebaikan semua anggota umat beriman, bukan hanya untuk kepentingan pribadi. Membangun kebaikan dan keutuhan komunitas secara keseluruhan adalah tujuan keanekaragaman karunia Roh (1 Kor 12:7).

Dalam Kol. 1:18 (juga Ef. 5:23), Paulus menggunakan kiasan yang sama tentang gereja sebagai tubuh, tetapi dengan memberikan penekanan yang berbeda. Kristus tidak lagi digambarkan sebagai gereja itu sendiri, tetapi sebagai “kepala tubuh, gereja.” Tekanan ada pada hubungan antara jemaat dan Kristus, bukan lagi pada kesatuan antara para anggota. Dalam 1 Korintus dan Roma, Paulus menggunakan kiasan tubuh untuk berbicara tentang keanekaragaman dan kesalingtergantungan di antara jemaat kristiani. Dalam Kolose dan Efesus, Kristus digambarkan sebagai kepala tubuh. Gambaran ini lebih bersifat hirarkis, yang menggarisbawahi struktur otoritas dan ketaatan, kekuasaan dan kepatuhan.

Dalam Ef. 1:23 gereja (ekklèsia) pertama-tama dilukiskan sebagai tubuh Kristus dan kemudian sebagai kepenuhan (Yunani: plèrõma) Kristus yang memenuhi semua dan segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berdiam di dalam Kristus (Kol. 1:19; 2:9), maka Kristus, kepala gereja, dipenuhi oleh kepenuhan Allah. Sebagai anggota tubuh Kristus, gereja diliputi oleh kepenuhan Kristus sebagai kepala-Nya dalam setiap aspeknya. Melalui lukisan gereja sebagai kepenuhan Kristus yang memenuhi semua dan segala sesuatu, kita melihat suatu perkembangan pemahaman Paulus tentang gereja. Gereja tidak lagi dipahami sebagai sebuah jemaat lokal, tetapi dipahami sebagai jemaat universal.

Gereja sebagai mempelai Kristus

Gambaran lain yang dipakai untuk melukiskan gereja adalah mempelai Kristus. Gambaran ini muncul dalam 2Kor 11:2 dan Ef. 5:22-32. Dalam 2Kor. 11:2 jemaat lokal Korintus digambarkan sebagai calon mempelai yang telah dipertunangankan dengan Kristus. Gambaran ini dipakai untuk mendukung nasihatnya kepada mereka untuk tetap setia pada komitmen awal mereka kepada Kristus Yesus ketika para pengajar lain datang dan mempengaruhi jemaat Korintus. Dalam konteks inilah Paulus mengatakan bahwa ia sangat cemburu jika mereka berbalik dari iman kristiani karena mereka telah dipertunangankannya dengan satu laki-laki untuk membawa mereka sebagai perawan suci kepada Kristus.

Dalam Ef. 5:22-32 hubungan Kristus dengan gereja dianologikan dengan hubungan suami-isteri. Suami mewakili Kristus dan isteri mewakili Gereja. Istri yang mewakili gereja dinasihati untuk taat kepada suaminya seperti kepada Tuhan. Kualitas ketaatan itu dilukiskan seperti ketaatan kepada Tuhan. Sikap taat isteri kepada suami dianggap sebagai bagian dari kewajiban kepada Tuhan. Suami yang mewakili peran Kristus juga dinasihatkan untuk mengasihi isterinya. Kualitas yang dituntut dari seorang suami sama dengan kasih Kristus terhadap gereja, “sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Ef. 5:25). Dengan menekankan kasih Kristus yang telah menyerahkan diri bagi gereja, Paulus menunjukkan kasih suami tidak hanya terbatas pada larangan yang lebih praktis untuk tidak memperlakukan dengan kasar dan untuk memenuhi kebutuhan material, tetapi juga kesiapsediaan untuk mengorbankan kesenangan pribadi demi kebahagiaan seorang isteri. Gambaran ini berakar dalam Perjanjian Lama yang menggambarkan hubungan Yahweh-umat-Nya dengan hubungan suami-isteri (Hos. 1-3; Yeh. 16; Yes. 50:1-2; 54:5-8; 62:4-5; Yer. 31:21-22). Allah setia kepada umat-Nya; rela mengampuni umat yang dicintai-Nya; dan mau memulihkan kembali perjanjian dengan umat-Nya (bdk Yes. 16:5-63).

Gereja sebagai keluarga Allah

Gambaran yang lain adalah gereja sebagai keluarga Allah. Di sini kata gereja (ekklèsia) menunjukkan gereja lokal, yakni keluarga Allah, jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran (1Tim 3:15, mirip dengan Ef. 2:19). Penulis 1 Timotius berpikir tentang gereja sebagai sebuah keluarga yang dikelola dengan baik ketika melukiskan kualitas moral dan intelektual dari seorang yang memegang posisi sebagai penilik jemaat (3:1-7), dan diakon (3:8-13). Kemampuan untuk mengelola rumah tangga dilihat sebagai sebuah indikator baik untuk melihat kualitas moral dan intelektual seorang yang mengurus jemaat Allah. “Jikalau seseorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimana ia dapat mengurus jemaat Allah?” (1Tim. 3:5; bdk. 1Kor. 16:15-18).

Gambaran tentang kualitas moral dan intelektual seorang penilik jemaat dan diakon ditampilkan tatkala gereja menghadapi krisis internal yang serius yang disebabkan oleh pengajar sesat. Dalam situasi seperti ini surat-surat pastoral menanggapinya dengan menekankan peran penilik jemaat, kepala pengajar dan pengelola gereja (1Tim. 3:1-7; Tit. 1:5-9). Seorang penilik jemaat bertanggung jawab untuk mempertahankan ajaran gereja yang ortodoks (1Tim. 5:17; Tit. 1:9). Selain penilik jemaat, ada juga diakon, pelayan (1Tim. 3:8-12) meski kita tidak diberitahukan apa kewajiban yang membedakannya dengan penilik jemaat. Ujian dasar baik bagi penilik maupun diakon adalah kemampuan untuk mengatur keluarganya sendiri. Keduanya haruslah seorang yang tahu mengatur rumah tangganya sendiri sebelum mereka dipilih untuk memperhatikan jemaat Allah. Hanya setelah membuktikan diri sebagai seorang kepala keluarga yang baik, seseorang bisa dipilih dan diangkat menjadi pengatur rumah Allah (Tit. 1:7).

Gereja sebagai batu karang

Dalam injil Matius, ada dua gambaran tentang gereja. Gambaran pertama, batu karang (Mat.16:18; lihat juga Ef. 2:19-22; 1Tim. 3:15). Gambaran ini muncul ketika Yesus bertanya secara formal dan eksplisit kepada para murid-Nya tentang identitas diri-Nya di Kaisarea Filipi. Pada saat inilah Petrus sebagai juru bicara para murid menanggapinya dengan berkata, “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat. 16:16). Menanggapi pengakuan Petrus yang benar ini, Yesus memberkati dan memberikannya serangkaian peran dalam gereja. Petrus diberkati karena apa yang dikatakannya tidak berasal dari pikirannya tetapi diperoleh dari pewahyuan Allah. Ketika Allah menyatakan kepada Petrus pengetahuan tentang identitas Yesus, Allah telah memulai karya pembangunan gereja.

Ada tiga peran yang diberikan kepada Petrus, yakni batu karang gereja, pemegang kunci kerajaan surga; orang yang memiliki otoritas untuk melepaskan dan mengikat. Dari tiga peran ini kita hanya berfokus pada peran pelayanannya sebagai fondasi bagi gereja (ekklèsia), yakni komunitas para murid Yesus. Petrus menjadi fondasi atau pilar bagi komunitas para murid Yesus. Batu karang yang di atas gereja dibangun adalah Petrus sendiri, bukan hanya imannya. Diakui bahwa Petrus lebih dari seorang figur yang mewakili para rasul di sini. Ia dipilih dan diberikan peran secara unik.

Gereja sebagai komunitas para pendosa

Gambaran kedua tentang gereja ditampilkan oleh Matius ketika berbicara tentang apa yang harus dilakukan sebagai sebuah komunitas umat beriman ketika seorang anggotanya berbuat dosa. Langkah koreksi persaudaraan pertama yang diambil adalah menasihatinya secara pribadi di bawah empat mata (bdk. Im. 19:17). Jika teguran dan nasihat ini tidak berhasil, langkah kedua yang harus dilakukan adalah membawa satu atau dua orang saksi untuk mendengarkan dan menasihatinya (bdk. Im. 19:16). Tujuan membawa saksi adalah untuk menunjang upaya koreksi persaudaraan sehingga seorang berbuat dosa itu mengakui dosa-dosanya dan bertobat.

Jika dua langkah pertama juga gagal, maka persoalannya harus disampaikan kepada gereja (ekklèsia, Mat. 18:17), yang di sini mengacu kepada persekutuan atau perkumpulan jemaat lokal. Langkah ini juga diambil supaya orang yang telah berbuat dosa itu bertobat dan kembali bersatu dengan komunitas gereja yang kudus. Namun, jika nasihat jemaat tetap tidak didengarkan, maka jemaat tidak lagi menganggapnya sebagai anggota komunitas murid Yesus tetapi sebagai seorang yang belum menjadi pengikut Kristus. Inilah yang disebut sebagai ekskomunikasi. Kuasa untuk mengikat dan melepaskan yang diberikan kepada Petrus dalam Mat. 16:19 sekarang diberikan oleh Yesus kepada para murid sebagai sebuah kelompok (Mat. 18:18). Maka, Gereja mempunyai otoritas untuk menyampaikan hukuman atas nama Allah dan gereja juga mempunyai otoritas untuk melepaskan dan memulihkan seseorang dari hukuman tersebut.

Penutup

Ada berbagai gambaran yang berbeda-beda tentang gereja dalam surat-surat Paulus dan injil Matius. Tidak ada kiasan yang lebih unggul daripada yang lain. Masing-masing gambaran menyediakan suatu pemahaman penting tentang bagaimana kita berpikir tentang diri kita sendiri sebagai gereja. Namun, surat-surat Paulus konsisten dalam pemahaman dasarnya tentang gereja sebagai komunitas yang didefinisikan oleh relasinya dengan Allah melalui Yesus yang bangkit.



1. “Jemaat Allah” (1Kor. 1:1; 10:32; 11:22; 15:9; 2Kor. 1:1; Gal. 1:13;); “jemaat-jemaat Allah” (1Kor 11:16; 1 Tes. 2:14; 2Tes. 1:4); “jemaat di dalam Allah” (1Tes 1:1; 2Tes.1:1).
2. Ronald. D. Witherup, 101 questions and Answers on Paul (New York: Paulist Press, 2003) 67-68
3. Vincent Branick, The House Church in the Writings of Paul (Wilmington, Delaware: Michael Glazier, 1989), 14.
4. Nasihat ini sebenarnya bertentangan dengan kebiasaan masyarakat Yunani-Romawi yang sangat menekankan kewajiban isteri terhadap suami dan bukan kewajiban suami terhadap isteri. Suami tidak mempunyai kewajiban terhadap isterinya. Dengan menasihati suami, Paulus meletakkan tanggung jawab yang sama kepada suami. Ada tanggung jawab timbal balik dalam relasi suami-isteri.
5. Brendan Byrne, Lifting the Burden: Reading Matthew’s Gospel in the Church Today (Collegeville: Liturgical Press, 2004), 129-132.
6. Ada beberapa variasi kesaksian mengenai siapakah fondasi gereja. Menurut 1 Kor. 3:11 “Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus”. Pada sisi lain, menurut Ef. 2:20 keluarga Allah “dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (2Tim. 2:19).

Tidak ada komentar: