Jumat, Oktober 08, 2010

KARYA MISI PAULUS

Alfons Jehadut


Kita lebih banyak mengetahui Paulus sebagai seorang misionaris daripada misionaris lain pada abad pertama. Informasi utama tentang karya misi Paulus diperoleh dari surat-suratnya dan kisah Lukas di dalam Kisah Para Rasul. Paulus mulai mewartakan injil tentang Yesus yang tersalib sebagai Mesias langsung setelah pertobatan dan panggilannya di jalan menuju Damsyik. Orang yang berpandangan bahwa Paulus baru mulai terlibat dalam karya misi setelah pelayanannya di gereja Antiokhia mengabaikan data-data penting yang berasal dari surat-suratnya. Surat-suratnya dan Kisah Para Rasul menyediakan kisah yang cukup bagi kita untuk merekonstruksi secara garis besar misinya selama tahun-tahun awal pertobatannya.



1) Karya misi di Arabia, Damsyik, dan Yerusalem


Paulus sendiri mencatat bahwa setelah pertobatan dan panggilannya di Damsyik, ia pergi ke tanah Arab (Gal. 1:17). Catatan ini mengindikasikan bahwa kegiatan misi pewartaan di Damsyik tidak terjadi sebelum kepergiannya ke tanah Arab. Namun, kita tidak mengetahui secara pasti tanah Arab yang dikunjungi oleh Paulus. Ada yang berasumsi bahwa tanah Arabia itu mengacu pada kerajaan Nabatea yang terletak di bagian selatan Damaskus. Asumsi ini tampaknya sesuai dengan apa yang dikatakan dalam 2 Kor 11:32 tentang raja Aretas IV.


Kita juga tidak mengetahui secara pasti mengapa Paulus pergi ke tanah Arabia dan apa yang dilakukannya di sana. Ada yang beranggapan bahwa kunjungannya ke tanah Arab dimaksudkan untuk merenungkan pengalaman penglihatan yang baru saja dialami di jalan menuju Damsyik. Permenungan ini dilihat sebagai persiapan bagi karya misinya kepada orang Yahudi. Yang lain beranggapan bahwa kunjungan ke tanah Arab itu sebagai suatu upaya pertamanya untuk menjalankan misi panggilan dan perutusannya kepada bangsa-bangsa lain.


Anggapan yang terakhir kiranya lebih masuk akal. Paulus segera menjalankan misi panggilan dan perutusannya untuk mewartakan injil tentang Yesus yang tersalib sebagai Mesias kepada orang Yahudi dan bukan Yahudi. Ada tiga pertimbangan yang mendukung anggapan bahwa Paulus langsung terlibat dalam kegiatan misi di sana.[1] Pertama, dalam Gal. 1:15-17 Paulus menyebutkan bahwa ia menaati panggilan Allah setelah peristiwa pertobatan dan panggilannya di jalan menuju Damsyik; mewartakan injil tanpa meminta pertimbangan para rasul di Yerusalem, dan langsung pergi ke tanah Arab.


Kedua, dalam 2Kor. 11:32-33 Paulus merefleksikan kembali penderitaan dan perjuangannya sebagai seorang rasul. Dalam catatan refleksi ini ia mencatat bahwa seorang gubernur Damsyik yang diangkat oleh raja Aretas ingin menangkapnya. Namun, ia luput dari penangkapan tersebut berkat bantuan jemaat kristiani Damsyik. Refleksi ini dicatat juga oleh Lukas meski tanpa menyebutkan raja Aretas (Kis. 9:23-25).

Ketiga, keinginan untuk menangkap Paulus hanya bisa dimengerti kalau kehadiran dan kegiatannya dianggap oleh gubernur Damsyik sebagai ancaman bagi keamanan dan damaian publik. Jika kehadiran dan kegiatannya dianggap mengganggu, maka Paulus tidak pergi ke tanah Arab untuk merenungkan panggilan dan perutusannya, tetapi langsung melibatkan diri dalam tugas perutusannya untuk mewartakan injil kepada bangsa-bangsa lain (Gal. 1:16) di tanah Arah, suatu daerah yang tidak jauh dari Damsyik, tetapi cukup jauh dari Yerusalem.


Dari tanah Arab, Paulus kemudian kembali lagi ke Damsyik dan meneruskan pewartaan injilnya (Gal. 1:17). Gambaran ini berbeda dengan gambaran Lukas yang menampilkan bahwa Paulus langsung mewartakan injil tentang Yesus sebagai Anak Allah di sinagoga-sinagoga Damsyik setelah pertobatannya (Kis. 9:19b-22). Pewartaan ini tampaknya berhasil sehingga orang Yahudi lokal berupaya untuk menyingkirkannya (Kis. 9:23-24; 2 Kor 11:32). Upaya orang Yahudi lokal mendapat dukungan gubernur Damsyik yang diangkat oleh raja Aretas IV sehingga memaksanya meninggalkan kota Damsyik. Dibantu oleh jemaat kristiani, ia diturunkan dari atas tembok kota dalam sebuah keranjang (Kis. 9:25; 2 Kor. 11:33).


Setelah menjalankan misi pewartaan di tanah Arab dan di Damsyik, Paulus baru kembali ke Yerusalem. Inilah kunjungan pertama setelah pertobatannya (Gal. 1:18-19; Kis. 9:26-30). Selama kunjungan ini ia mencoba menggabungkan diri dengan murid-murid dan mengajarkan injil tanpa takut kepada orang-orang kristiani Yerusalem seperti yang telah dilakukannya di Damsyik. Ia tidak hanya tampil sebagai seorang tamu para rasul tetapi ia berpartisipasi aktif dalam kegiatan misi mereka di Yerusalem. Dengan kunjungan ini ia mengakui otoritas para rasul Yerusalem, tetapi ia mewartakan injil tentang Yesus Kristus segera setelah pertobatannya tanpa berkonsultasi dengan mereka.


Paulus tidak menyediakan suatu kisah yang cukup mendetail tentang situasi dan dampak dari pewartaan injilnya di Yerusalem. Lukas hanya mencatat bahwa Paulus berdiskusi dengan orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani dan mereka terus menerus berupaya untuk membunuhnya (Kis. 9:29). Upaya ini sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi di Damsyik. Namun, mereka lagi-lagi gagal ketika kaum beriman kristiani Yerusalem membawa Paulus melalui Kaisarea untuk mengantarnya kembali ke ibu kota kelahirannya, Tarsus (Kis.9:30).


2) Karya misi di Siria dan Kilikia


Dalam Gal. 1:21-24 Paulus mencatat bahwa setelah meninggalkan Yerusalem, ia pergi ke daerah-daerah Siria dan Kilikia dan jemaat kristiani Yudea mendengar bahwa ia mewartakan injil tentang Yesus Kristus. Catatan ini diperkuat oleh Lukas ketika mengatakan bahwa jemaat kristiani Yerusalem mengirimkannya ke Tarsus, ibu kota provinsi Kilikia, melalui Kaisarea (Kis 9:30).


Lukas tidak menyediakan informasi mengenai kegiatan misi Paulus di Siria dan Kilikia setelah keberangkatannya dari Yerusalem. Namun, kegiatan misi pewartaan injil di Siria dan Kilikia diceritakan oleh Lukas dalam kaitannya dengan kisah perjalanan misi pewartaannya setelah konsili Yerusalem. Diceritakan bahwa Paulus dan Silas mengunjungi jemaat kristiani di Siria dan Kilikia untuk meneguhkan iman mereka (Kis. 15:41). Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa Paulus terlibat dalam karya misi pewartaan injil di Siria dan Kilikia setelah meninggalkan Yerusalem.[2]


3) Perjalanan Misi yang pertama


3.1) Karya Misi di Antiokhia Siria


Jemaat Antiokhia didirikan oleh orang-orang Yahudi kristiani Yerusalem yang berbicara bahasa Yunani. Mereka terpaksa meninggalkan Yerusalem karena penganiayaan yang muncul setelah Stefanus dihukum mati. Mereka memperluas misi pewartaan injil kepada bangsa-bangsa lain (Kis. 11:20). Perluasan misi perwartaan injil ini diberkati oleh Tuhan sehingga jumlah orang yang percaya dan berbalik kepada Tuhan semakin bertambah banyak. Perluasan misi menunjukkan bahwa adanya kegiatan misi pewartaan injil kepada bangsa-bangsa lain sebelum Paulus dipanggil dan diutus untuk menjadi rasul bagi bangsa-bangsa lain.


Pewartaan injil yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi Kristiani Yerusalem kepada bangsa-bangsa lain didengar oleh jemaat Yerusalem. Jemaat Yerusalem yang dipimpin oleh para rasul lalu mengutus Barnabas untuk meneguhkan iman jemaat dan memimpin karya misi pewartaan injil di Antiokhia (Kis. 11:21-24). Tindakan jemaat Yerusalem ini mungkin mau menegaskan perannya sebagai pemimpin dan pengawas. Sebagai pemimpin dan pengawas, jemaat Yerusalem kadang-kadang didatangi oleh jemaat lain untuk melaporkan dan mendapatkan persetujuan atas perluasan misi perwartaan di tempat yang baru (Kis. 9:27; 11:2; 15:2). Jemaat Yerusalem kadang-kadang juga mengirim utusannya untuk menyelidiki pewartaan injil para murid di luar Yerusalem (Kis. 8:14; 11:22-24). Mengirim utusan ini dapat dipandang sebagai suatu cara lain untuk menyatakan bahwa gereja Yerusalem berperan untuk memberi pembenaran dan pengesahan atas perkembangan dan perluasan misi pewartaan di tempat yang baru.[3]


Ketika Barnabas tiba di Antiokhia, ia bersukacita dan menasihati mereka supaya mereka sungguh-sungguh setia kepada Tuhan. Ia membenarkan perluasan karya misi pewartaan injil beberapa orang Yahudi kristiani Yerusalem kepada bangsa-bangsa lain. Ia juga memelihara dan mengembangkan iman jemaat yang baru saja bertobat dan percaya kepada Yesus. Dalam konteks pemeliharaan dan pengembangan iman jemaat inilah Barnabas pergi ke Tarsus untuk meminta Paulus terlibat dalam karya misi pewartaan injil di Antiokhia. Pertobatan massal di Antiokhia, termasuk bangsa-bangsa lain, mendorong Barnabas untuk melibatkan Paulus yang memiliki pengalaman misi pewartaan injil di antara orang-orang yang bukan Yahudi. Barnabas dan Paulus bekerja sama dalam misi pewartaan injil selama setahun penuh di Antiokhia (Kis. 11:25-26).


3.2) Karya misi di Siprus


Setelah mendapat penumpangan tangan jemaat Antiokhia sebagai bentuk pengangkatan dan pengutusannya untuk suatu karya misi pewartaan yang khusus, Barnabas dan Paulus melakukan perjalanan misi ke Siprus (Kis. 13:4-12). Lukas menyebut Siprus untuk pertama kalinya dalam Kis. 4:36. Sebutan itu dikaitkan dengan Yusuf-Barnabas, seorang anggota gereja Yerusalem, yang menjual tanah miliknya untuk mendukung karya gereja (Kis. 4:37). Dalam Kis. 11:19 Lukas menceritakan bahwa beberapa orang kristiani Yahudi Yerusalem yang berbicara bahasa Yunani datang ke Siprus setelah Stefanus dihukum mati. Mereka tidak hanya memberitakan injil tentang Yesus Kristus kepada orang Yahudi tetapi juga orang yang berbahasa Yunani (Kis. 19:20).


Siprus dijadikan sebagai tempat tujuan pertama dari perjalanan misi pewartaan Barnabas dan Paulus. Diceritakan bahwa Barnabas, Paulus, dan Yohanes Markus berlayar dari Seleukia, sebuah pelabuhan di Antiokhia, ke pulau Siprus. Setibanya di Salamis, salah satu kota penting di pulau Siprus, mereka mewartakan injil di rumah-rumah ibadat orang Yahudi. Mereka mewartakan injil pertama-tama kepada orang Yahudi di sinagoga-sinagoga dan kemudian baru kepada orang-orang yang bukan Yahudi. Inilah pola dasar misi pewartaan injil dalam Kisah. [4] Pola ini bukan semata-mata strategi misi melainkan juga prioritas orang Israel dalam sejarah keselamatan.


Dalam Kis. 13:6-12 Lukas menceritakan perjumpaan antara para misionaris dengan Sergius Paulus, gubernur Siprus, di Pafos, ibu kota Siprus. Sergius Paulus dilukiskan sebagai seorang yang cerdas. Ia mengundang Barnabas dan Paulus untuk datang dan memaparkan ajaran mereka tentang Yesus Kristus. Namun, sewaktu mendengarkan pemaparan itu Elimas, tukang sihir dan nabi palsu, berusaha membelokkan Paulus Sergius dari imannya. Hal ini mendorong Paulus mengecamnya sebagai anak Iblis karena ia adalah musuh dari segala kebenaran, penuh dengan berbagai tipu muslihat dan kejahatan(Kis. 13:10). Ia juga menyampaikan hukuman Allah yang menyebabkannya buta untuk sementara waktu (Kis. 13:11). Kebutaan ini dapat dilihat sebagai sebuah hukuman terhadap orang-orang jahat (Kej. 19:11; Ul. 28:28-29; 2 Raj. 6:18).


Paulus Sergius akhirnya percaya pada Yesus dan ajaran-Nya. Pertobatan itu pada awalnya dikaitkan dengan mukjizat hukuman atas Elimas tetapi kemudian dikaitkan secara jelas dengan reaksi takjubnya atas ajaran Tuhan. Tidak adanya kisah tentang baptisan Paulus Sergius tidak berarti bahwa ia belum bertobat dan percaya kepada Yesus. Tidak ada alasan untuk meragukan kesaksian Lukas tentang pertobatan Paulus Sergius walau tidak ada kisah tentang baptisannya.


3.3) Karya misi di Galatia selatan


Paulus, Barnabas, dan Yohanes Markus, kemudian meninggalkan Pafos dan berlayar ke Perga, ibu kota Pamfilia (Kis. 13:13). Ketika memperkenalkan Perga, Lukas tidak menceritakan kegiatan misi pewartaan injil Paulus dan Barnabas. Namun, kita dapat mengandaikan bahwa mereka juga memberitakan injil tentang Yesus Kristus di sana. Kegiatan misi para misionaris di Perga baru dilukiskan secara jelas setelah mereka kembali dari Antiokhia Pisidia (Kis. 14:25).


Pada saat kunjungan mereka yang pertama di Perga, Lukas hanya menginformasikan bahwa Yohanes Markus meninggalkan Paulus dan Barnabas (Kis. 13:13). Alasan Yohanes Markus meninggalkan Paulus dan Barnabas tidak diberikan, tetapi Paulus terganggu dengan perpisahan tersebut sebagaimana tertulis dalam Kis 15:38-39. Meski tidak diberi alasan, namun ada sejumlah asumsi. Ada yang berasumsi bahwa Yohanes Markus kuatir karena perjalanan misi kerasulan itu penuh dengan tantangan dan hambatan yang belum pernah terpikirkannya sebelumnya. Ada juga yang berasumsi bahwa latar belakang Yohanes Markus sebagai seorang kristiani Yahudi membuatnya merasa tidak mudah untuk berpartisipasi dalam misi kerasulan kepada orang-orang bukan Yahudi yang bebas dari pelaksanaan hukum Taurat.


Karya misi di Antiokhia Pisidia


Dari Perga, Paulus dan Barnabas melanjutkan perjalanan dan kemudian tiba di Antiokhia di Pisidia. Lukas menampilkan kisah pewartaan injil yang relatif panjang di Antiokhia Pisidia (Luk. 13:13-52). Di sini Paulus dan Barnabas berkontak dengan sekelompok orang, seperti pejabat-pejabat rumah ibadat (13:15); orang-orang Yahudi (Kis. 13:14, 16, 26, 43); dan orang-orang yang takut akan Allah (Kis. 13:16, 43).


Di Antiokhia Pisidia, Paulus dan Barnabas memulai kegiatan misi perwartaan mereka dengan pergi ke sinagoga. Kontak awal mereka dengan orang Yahudi di sinagoga terjadi pada waktu pejabat-pejabat rumah ibadat mengundang mereka berkhotbah setelah mendengarkan pembacaan dari kitab Taurat dan para nabi. Kotbah dan pewartaan mereka menarik minat banyak orang sehingga mereka memintanya lagi untuk berkotbah dan mewartakan injil pada hari Sabat berikutnya.


Pada hari Sabat berikutnya datanglah hampir seluruh penduduk kota Antiokhia Pisidia berkumpul untuk mendengar firman Tuhan (Kis. 13:44). Pernyataan ini dianggap sebagai sesuatu yang dilebih-lebihkan. Kita tidak perlu terlalu memusingkan diri untuk menjelaskan bagaimana mungkin orang sebanyak itu bisa ditampung di dalam sinagoga. Pernyataan yang berlebih-lebihan ini dimaksudkan untuk menunjukkan dampaknya bagi orang-orang Yahudi, terutama para pemimpin religiusnya.


Lukas mencatat reaksi orang Yahudi atas kehadiran orang banyak. Orang Yahudi yang dimaksudkan di sini mungkin mengacu kepada pejabat-pejabat sinagoga. Mereka iri hati dan sambil menghujat mereka membantah apa yang diajarkan oleh Paulus (Kis. 13:45). Bantahan dan hujatan ini mungkin melukiskan suatu perdebatan sengit di hadapan orang banyak yang sedang berkumpul di sinagoga. Mereka mungkin mengangkat apa yang dikatakan oleh hukum Taurat tentang seorang yang digantung di kayu salib sebagai seorang yang terkutuk oleh Allah (Ul. 21:22-23) untuk melawan ajaran tentang Yesus yang tersalib sebagai Mesias.


Bantahan dan hujatan para pejabat sinagoga ditanggapi oleh Paulus dan Barnabas dengan menampilkan rencana keselamatan Allah. “Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain” (ay. 46). Karena orang-orang Yahudi telah menolak pewartaan injil dan menganggap diri mereka tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal, Paulus dan Barnabas selanjutnya berpaling kepada bangsa-bangsa lain.


Paulus dan Barnabas juga memberikan sebuah peringatan kepada orang yang menentang dan menghujat mereka dengan mengebaskan debu dari kaki mereka (Kis.13: 51; bdk. Luk. 9:5; 10:11). Mengebaskan debu kaki ini sesuatu yang biasa dilakukan oleh orang-orang Yahudi ketika mereka kembali ke tanah kelahiran mereka. Tindakan itu dilakukan sebagai suatu simbol pembersihan diri dari kenajisan dan kecemaran karena kontak dengan bangsa-bangsa lain yang tidak beribadah kepada Allah. Di sini Paulus dan Barnabas mengebaskan debu kaki sebagai suatu ungkapan pemutusan yang total dengan komunitas yang telah menolak mereka.[5]


Karya misi di Ikonium


Setelah meninggalkan Antiokhia Pisidia, Paulus dan Barnabas pergi ke Ikonium(Kis. 14:1-7). Di ikonium mereka masuk ke rumah ibadat orang Yahudi seperti yang biasa mereka lakukan. Di sinagoga ini mereka mewartakan injil tentang Yesus Kristus dengan berani sehingga sejumlah besar orang menjadi percaya, baik orang Yahudi maupun orang Yunani (Kis. 14:1). Sejumlah besar orang yang percaya ini membentuk sebuah komunitas kristiani.


Pewartaan injil di sinagoga Ikonium mendapat perlawanan. Orang Yahudi yang menolak pemberitaan Paulus dan Barnabas menghasut orang-orang bukan Yahudi dan mengusarkan hati orang kristiani pada umumnya. Perlawanan ini tidak membuat Paulus dan Barnabas segera meninggalkan kota Ikonium. Mereka tetap menatap di sana untuk waktu yang cukup lama. Mereka memberitakan injil dengan berani dengan membuat banyak tanda dan mukjizat.


Penolakan dan hasutan orang Yahudi pada satu sisi dan kegiatan misi Paulus pada sisi lain menyebabkan terjadi perpecahan di antara penduduk kota Ikonium. Ada yang memihak orang Yahudi dan ada pula yang memihak Paulus dan Barnabas. Perpecahan ini berkembang menjadi sebuah tindakan anarkis ketika orang Yahudi dan bukan Yahudi bersama-sama dengan para pemimpinnya menyiksa dan melempari Paulus dan Barnabas dengan batu. Tindakan ini memaksa mereka meninggalkan Ikoninum dan pergi ke Listra.


Karya misi di Listra


Karya misi pewartaan injil Paulus dan Barnabas di Listra diceritakan oleh Lukas dalam Kis. 14:8-20. Di sini Lukas tidak menyebutkan adanya sinagoga sehingga kita tidak mengetahui secara pasti tempat Paulus dan Barnabas mewartakan injil. Hal ini tidak berarti bahwa tidak ada komunitas Yahudi di Listra sebab dalam Kis 16:1-3 diceritakan bahwa ada seorang murid yang bernama Timotius yang ibunya seorang Yahudi dan ayahnya seorang Yunani. Fakta bahwa ibu Timotius menikah dengan seorang Yunani tidak membuktikan bahwa ibunya sebagai satu-satunya orang Yahudi di kota tersebut.


Kisah tentang karya misi perwartaan injil di Listra dipusatkan oleh Lukas pada penyembuhan seorang lumpuh yang sejak lahir dan reaksi atas mukjizat penyembuhan tersebut. Paulus menyembuhkan seorang lumpuh sejak dari lahir yang mendengarkan pewartaannya. Penyembuhan terjadi karena orang lumpuh itu memiliki iman sehingga dapat disembuhkan. Paulus memberi perintah kepadanya dengan suara yang lantang, “Berdirilah tegak!” (Kis. 14:10). Orang itu pun melonjak berdiri, lalu mulai berjalan kian ke mari. Kisah penyembuhan ini mengingatkan kita mukjizat penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus (Luk. 5:18-26) dan Petrus (Kis. 3:1-10; 9:32-35). Hal ini berarti bahwa Paulus membuat mukjizat yang sama seperti yang dilakukan oleh Yesus dan Petrus. Mereka bisa melakukannya karena mereka diberi kuasa oleh Roh Kudus yang sama.


Mukjizat penyembuhan orang lumpuh itu memunculkan sebuah reaksi. Orang banyak yang menyaksikannya berteriak dalam bahasa Likonia, dialek lokal penduduk Listra, “Dewa-dewa telah turun ke tengah-tengah kita dalam rupa manusia” (Kis. 14:11). Teriakan dalam bahasa Likoania ini mungkin ditampilkan untuk memperlihatkan bahwa Paulus dan Barnabas tidak hanya mewartakan injil kepada orang-orang Yunani tetapi juga kepada bangsa-bangsa lain (bdk. Rom. 1:14). Paulus dan Barnabas tidak hanya mewartakan injil kepada orang yang berpendidikan, tetapi juga kepada penduduk pinggiran dan tidak hanya di pusat-pusat kebudayaan Yunani, tetapi juga di daerah pedalaman Likaonia yang secara politis tidak terlalu penting.


Orang banyak yang menyaksikan mukjizat itu menyamakan Barnabas dengan dewa Zeus dan Paulus dengan dewa Hermes. Reaksi orang banyak yang menyamakan Paulus dan Barnabas dengan dewa-dewa itu diteguhkan oleh imam dewa Zeus yang kuilnya terletak di luar kota. Iman dewa Zeus datang membawa lembu-lembu jantan dan karangan-karangan bunga ke pintu gerbang kota untuk mempersembahkan kurban bersama-sama dengan orang banyak. Tindakan imam dewa Zeus ini memperkuat reaksi orang banyak yang menganggap Paulus dan Barnabas sebagai dewa dalam bentuk manusia yang harus dihormati.


Menanggapi tindakan penyembahan berhala orang banyak di Listra, Paulus dan Barnabas mengoyak pakaian mereka sebagai ungkapan perasaan sedih yang mendalam (bdk. Mrk. 14:63; Yer. 36:24; Ydt. 14:16) karena mereka sebenarnya manusia biasa. Dengan mengoyakan pakaian, mereka berusaha untuk mencegah tindakan penyembahan berhala. Usaha ini diperkuat dengan menjelaskan siapa diri mereka sebenarnya. Mereka hanyalah pembawa berita injil yang datang ke Listra dengan maksud supaya penduduk kota Listra berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya. Allah yang hidup itu menyatakan diri-Nya berbagai perbuatan baik, yakni dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur untuk memuaskan hati umat-Nya dengan makanan dan kegembiraan.


Karya misi pewartaan injil Paulus dan Barnabas di Listra mendapat perlawanan dari orang-orang Yahudi dari Antiokhia dan Ikonium. Orang-orang Yahudi yang telah memaksa Paulus meninggalkan Antiokhia dan Ikonium sekarang datang ke Listra untuk menghasut mereka yang semula begitu terkesan oleh karya mukjizat penyembuhan seorang lumpuh. Akibat hasutan yang meracuni pikiran dan hati orang-orang yang bukan Yahudi ini Paulus dilempari dengan batu dan diseret keluar kota. Situasi inilah yang mendorong Paulus dan Barnabas berangkat ke Derbe.


Paulus mengunjungi jemaat di Listra lagi pada waktu perjalanan pulangnya dari Derbe ke Antiokhia (14:21-23) dan dari Siria ke provinsi Asia (Kis. 16:1-3). Pada waktu perjalanan ini Paulus merekut Timotius sebagai rekan kerjanya, anak dari seorang perempuan Yahudi yang menikah dengan seorang Yunani. Paulus mungkin juga mengunjungi Listra ketika ia mengadakan perjalanan dari Siria ke Efesus (Kis. 18:23).


Karya misi di Derbe


Kegiatan misi Paulus dan Barnabas di kota ini sangat singkat (Kis. 14:20-21). Lukas menceritakan bahwa Paulus dan Barnabas memberitakan injil dan memperoleh banyak murid. Salah seorang kristiani dari Derbe adalah Gaius (Kis. 20:4) Ia adalah salah seorang rekan kerja Paulus di Efesus (Kis. 19:29) dan menemani Paulus dalam perjalanan pulang ke Troas melalui Makedonia (Kis. 20:4).


Misi pewartaan di Derbe dapat dikatakan sebagai akhir kisah Lukas tentang perjalanan misi Paulus yang pertama. Dikatakan akhir karena setelah itu Lukas menceritakan bahwa Paulus dan Barnabas mengunjungi kembali umat yang telah mereka bangun. Mereka kembali ke Listra, Ikonium, dan Antiokhia Pisidia.


Karya Misi di Perga


Dalam perjalanan mengunjungi kembali jemaat yang telah didirikan, Paulus dan Barnabas mewartakan injil di Perga, tempat Markus meninggalkan mereka dan kemudian kembali ke Yerusalem (13:13), yang tidak mereka kunjungi sebelumnya (Kis. 14:24-25). Meski Lukas tidak menceritakan hasil pengajaran mereka di sini, kita mengandaikan ada beberapa orang yang percaya sehingga terbentuklah sebuah komunitas dan diangkatlah penatua.


Dari Perga, mereka pergi ke Atalia, sebuah pelabuhan yang berdekatan dengan kota tersebut. Dari Atalia, mereka berlayar kembali ke Antiokhia Siria, tempat mereka mula-mula diserahkan kepada anugerah Allah untuk memulai perjalanan misi. Di sini mereka menceritakan segala sesuatu yang Allah telah lakukan dengan perantaraan mereka. Melalui karya pewartaan injil mereka, Allah membuka pintu iman kepada orang-orang yang tidak bersunat, memberi mereka kesempatan kepada mereka untuk mendengar sabda yang membangun iman (bdk. 11:18; 1 Kor 16:9; 2Kor 2:12) dan memasukkan mereka ke dalam persekutuan umat Allah.


************ Bersambung****************



[1] Eckhard J, Scnabel, Early Christian mission: Paul and the early Church (Downers Grove: InterVarsity Press, 2004), 1033-1037.

[2] Scnabel, Early Christian mission: Paul and the early Church, 1047.

[3] Andrew C. Clark, “The Role of the Apostles,” in Witness to the Gospel: the Theology of Acts (Grand Rapids: Eerdmans, 1998), 176.

[4]Lukas mencatat bahwa sinagoga selalu dijadikan sebagai tempat awal kegiatan misi pewartaan injil. Paulus mewartakan injil di sinagoga-sinagoga dalam beberapa kesempatan (Kis. 13:5; 9:20, 29). Bahkan, setelah mendapat penolakan orang-orang Yahudi di Antiokhia di daerah Pisidia, Paulus tetap pergi pertama-tama ke sinagoga-sinagoga dalam perjalanan misinya di tempat yang baru (Kis. 14:1; 16:13; 17:1, 10, 17; 18:4, 19; 28:17). Mengapa sinagoga selalu dijadikan sebagai tempat awal kegiatan misi kerasulan Paulus? Jawabannya bisa ditemukan dalam suratnya kepada umat di Roma. Di sana dikatakan bahwa sesuai dengan maksud Allah, injil pertama-tama diwartakan kepada orang-orang Yahudi dan kemudian kepada orang-orang Yunani (Rom 1:16; 2:9). Perintah Allah ini mungkin dikaitkan dengan status Israel sebagai umat pilihan sehingga Paulus diperintahkan untuk mewartakan janji-janji keselamatan Allah pertama-tama kepada mereka.

[5] Ernst Haenchen, The Acts of the Apostles (Oxford: Basil Blackwell,1981), 415.

Tidak ada komentar: