Senin, Januari 18, 2010

SURAT-SURAT KEPADA TUJUH GEREJA - Bagian 1

SURAT-SURAT KEPADA TUJUH GEREJA DI ASIA KECIL (Why. 2:1-3:22)

Di antara kisah panggilan (Why 1:9-20) dan berbagai kisah penglihatan dan pewahyuan (Why 4:1-22:21), Yohanes menempatkan tujuh buah surat yang ditujukan kepada tujuh gereja di Asia Kecil. Surat-surat itu, seperti surat-surat Paulus, ditulis untuk dibacakan secara publik dalam kegiatan liturgi. Bentuk surat semacam itu berlaku sampai saat ini seperti waktu Paus dan para Uskup menulis gembala. Surat gembala itu biasanya memuat ajaran, himbauan, nasihat, pujian, kritikan, dan celaan bagi umat beriman.
Jika kita membaca tujuh surat Yohanes secara teliti, kita bisa menemukan suatu pola yang akan muncul secara berulang-ulang. Pertama, pembuka surat yang meliputi sapaan bagi si teralamat; identifikasi diri Yesus yang memberikan perintah. Kedua, evaluasi kehidupan rohani jemaat yang mencakup pujian, celaan, nasihat dan peringatan. Ketiga, panggilan untuk mendengarkan Roh dan janji bagi pemenang.1 Dengan memakai pola yang berulang-ulang, penulis mungkin berharap supaya surat-suratnya mudah diikuti dan diingat oleh umat beriman yang membaca dan mendengarnya.
Beberapa gereja dipuji karena kesetiaan iman dan kesabaran mereka dalam menghadapi berbagai tekanan, penindasan, dan penganiayaan. Mereka mengalami tekanan, penindasan, dan penganiayaan itu bukan karena kejahatan yang telah mereka lakukan melainkan karena iman mereka kepada Kristus. Selain mendapat pujian, beberapa gereja juga dicela dan dikecam karena mereka gagal menghayati iman di tengah berbagai persoalan baik yang datang dari dalam komunitas jemaat beriman sendiri maupun yang datang dari luar komunitas umat beriman. Semangat kerohanian mereka yang suam-suam kuku dan partisipasi mereka dalam kegiatan keagamaan dan politik setempat seperti penyembahan berhala dan penyembahan kaisar menjadi sasaran utama celaan dan kritikan karena bertentangan dengan iman kristiani.
Apa pentingnya membaca dan mempelajari surat-surat yang dialamatkan kepada tujuh gereja di Asia kecil? Dengan membaca dan mempelajari surat-surat itu secara teliti kita dapat mempelajari konteks sosial dan historis kitab wahyu. Surat-surat itu menyapa persoalan konkret baik yang datang dari dalam maupun yang datang dari luar komunitas kristiani. Surat-surat itu dapat juga dijadikan sebagai petunjuk bagi gereja masa kini untuk merefleksi diri apakah gereja kita pantas mendapat pujian atau celaan. Selain itu, surat-surat itu memberikan gambaran yang sangat kaya tentang Yesus yang dibangkitkan dan karena itu memberi sumbangan yang sangat berarti bagi Kristologi.


“ENGKAU TELAH MENINGGALKAN KASIHMU YANG SEMULA”
Surat kepada jemaat di Efesus (Why 2:1-7)


1 "Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki pelita emas itu. 2 Aku tahu segala pekerjaanmu, baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat bahwa engkau telah menguji mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. 3 Engkau tetap sabar dan menderita karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah. 4 Meskipun demikian, Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. 5 Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki pelitamu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat. 6 Tetapi ini yang ada padamu, yaitu engkau membenci segala perbuatan pengikut-pengikut Nikolaus, yang juga Kubenci. 7 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Siapa yang menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah."

Surat pertama dalam serangkaian surat yang dialamatkan kepada tujuh gereja di Asia kecil mengilustrasikan sebuah pola dasar yang diikuti oleh semua surat. Surat ini mengikuti pola sebagai berikut: sapaan bagi si teralamat (ay. 1a), identifikasi diri Yesus yang memberikan perintah (ay. 1b), pujian dan kritikan yang pantas diterima oleh jemaat Efesus (ay. 2-6), panggilan untuk mendengarkan (ay. 7a), dan janji bagi pemenang (ay. 7b).

Sapaan bagi si teralamat (ay. 1a)
Yohanes menulis sebuah surat kepada malaikat jemaat di Efesus. Kata “malaikat” tampaknya mengacu kepada malaikat pelindung komunitas kristiani. Malaikat pelindung di sini mungkin mirip dengan malaikat Mikhael yang ditugaskan untuk menjadi pelindung jemaat Israel (Dan 10:12, 21; 12:1).
Efesus adalah kota yang paling besar dan penting di antara kota-kota yang menjadi alamat surat Yohanes. Sebagai ibu kota provinsi Romawi di Asia, Efesus dikenal sebagai pusat perdagangan dan keagamaan. Kisah pewartaan Paulus di Efesus (Kis. 19) menunjukkan ada beberapa keyakinan religius yang berkembang dan Paulus berjuang untuk meletakkan dasar kekristenan di sana. Efesus kemudian dijadikan sebagai pusat misi Paulus. Tradisi yang lain menyebutkan bahwa baik rasul Yohanes maupun Maria, ibu Yesus, meninggal di Efesus.

Identifikasi diri pemberi perintah (ay. 1b)
Segera setelah menyapa si teralamat, surat disusul dengan identifikasi diri orang yang memerintah Yohanes untuk menulis surat. Identifikasi itu mulai dengan pernyataan, “inilah firman dari Dia.” Pernyataan ini menekankan bahwa Kristuslah pengarang dan pengirim surat. Yohanes hanya berfungsi sebagai seorang sekretaris. Kristus yang mengirim surat itu diidentifikasikan lebih lanjut sebagai orang “yang memegang ketujuh bintang di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu” (2:1). Identifikasi ini diambil dari dua gambaran yang telah dilukiskannya pada bagian sebelumnya (“memegang tujuh bintang”, 1:16 dan “ketujuh kaki dian emas,” 1:12-13). Gambaran ini menekankan peran Kristus sebagai penguasa atas alam semesta dan atas seluruh gereja.

Pujian dan Kritikan (ay. 2-6)
Selanjutnya, Yohanes memuji jemaat Efesus. Pujian itu diarahkan pada jerih payah dan kesabaran jemaat dalam menghadapi para pewarta palsu yang menyebut diri mereka sebagai rasul. Siapakah para pewarta palsu yang menyebut diri sebagai rasul? Mereka mungkin para pengajar dan pewarta keliling yang tidak hanya menyebut diri mereka sebagai orang kristiani tetapi juga memiliki kewibawaan dan pengaruh tertentu dalam gereja (bdk Kis. 20:29-30).2 Siapapun yang dirujuk oleh sebutan rasul-rasul palsu, namun yang jelas jemaat Efesus berhasil membedakan siapa diri mereka sebenarnya.
Selain mendapat pujian, jemaat Efesus juga mendapat celaan. Mereka dicela karena sikap mereka terhadap orang-orang yang disebut sebagai rasul-rasul palsu. Mereka tidak hanya membenci tindakan rasul-rasul palsu tetapi sekaligus pribadi mereka. Sikap ini mencerminkan bahwa mereka telah meninggalkan kasih mereka yang semula. Kasih semula yang dimaksudkan di sini mungkin mengacu pada cinta kepada sesama meski mungkin juga kasih semula itu mengacu pada cinta kepada Allah.3 Mereka membenci tindakan dan pribadi rasul-rasul palsu. Kebencian ini menyebabkan mereka melakukan tindakan yang kejam seperti ekskomunikasi. Tindakan ekskomunikasi ini tentu saja tidak memberi ruang bagi semangat saling memaafkan dan mengasihi.4 Mungkin juga sikap ini menyebabkan mereka menekan dan menindas orang kristiani lain yang tidak seantusias dengan mereka dalam menumpas rasul-rasul palsu.
Penolakan jemaat Efesus terhadap rasul-rasul palsu itu tidak bermakna jika sikap mereka tidak dilandasi oleh semangat kasih. Hilangnya semangat kasih itu menunjukkan betapa dalamnya mereka telah jatuh ke dalam dosa dan karena itu mereka diminta untuk bertobat (bdk 2:16, 21, 22; 3:3; 19; 9:20, 21; 16:9, 11). Pertobatan tentu saja tidak sama dengan perasaan bersalah terhadap seseorang yang telah mereka lukai atau menangisi perbuatan salah yang telah mereka lakukan, tetapi yang utama adalah berbalik kepada Dia yang mencintai mereka. Pertobatan inilah yang membuat mereka bisa berbuat kasih seperti semula, yakni semangat dan komitmen awal mereka untuk menempatkan semangat kasih sebagai dasar sebuah relasi dengan orang-orang yang berbeda keyakinan sekalipun.
Tuntutan pertobatan itu sangatlah mendesak. Kemendesakan tuntutan itu digarisbawahi oleh sebuah ancaman dikeluarkan dari gereja. Jika jemaat Efesus tidak bertobat, Kristus akan datang kepada mereka dan akan mengambil kaki dian dari tempat mereka: “Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat” (ay 5). Ancaman dikeluarkan dari kaki dian atau gereja menggarisbawahi keseriusan dan Kemendesakan tuntutan pertobatan tersebut. Jika tidak bertobat, mereka akan dikeluarkan oleh Tuhan dari gereja-Nya pada waktu kedatangan-Nya yang kedua. Ancaman hukuman itu tidak hanya berlaku bagi kaum bidaah tetapi juga berlaku bagi anggota gereja Efesus yang telah mendapat pujian dan kritikan.

Panggilan untuk mendengar dan Janji bagi pemenang (ay. 7)
Setelah memberi pujian dan kritikan bagi jemaat pada bagian tubuh suratnya, Yohanes lalu mengakhiri suratnya dengan panggilan dan janji bagi para pemenang pada bagian penutup suratnya. Dikatakan bahwa “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.” Kata-kata ini mengingatkan kita pada kata-kata Yesus dalam injil sinoptik: “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” (Mrk 4:9; Mat 13:9, Luk 8:8; Mrk 4:23; 8:18; Mat 11:15; Luk 14:35). Panggilan ini tidak hanya ditujukan kepada jemaat di Efesus tetapi juga kepada seluruh umat beriman.
Panggilan untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh Roh itu disusul dengan janji bagi para pemenang. Dijanjikan bahwa mereka akan diberikan makan dari pohon kehidupan yang ada di taman firdaus yang tidak diperbolehkan untuk dimakan oleh Adam dan Hawa (Kej. 2:9; 3:22, 24). Orang-orang yang menang adalah orang yang melakukan pekerjaan-Nya sampai kesudahannya” (2:26) dan yang mengambil bagian dalam kemenangan Kristus (3:21). Dengan demikian, orang-orang yang menang itu mengacu kepada orang yang setia pada imannya bahkan sampai menyerahkan hidupnya sendiri.
Gambaran tentang janji makan dari pohon kehidupan yang ada di taman firdaus itu berasal dari Kej. 2-3. Dalam Kej 3, Allah mengusir Adam dan Hawa dari taman firdaus karena mereka makan buah dari pohon kehidupan yang menyebabkan mereka dapat hidup selama-lamanya (3:22). Gambaran ini mungkin juga berasal dari pemahaman yang berkembang dalam lingkungan Yahudi tentang surga. Mereka memahami bahwa surga di masa yang akan datang akan ditanami dengan pohon kehidupan (mis Testamentum of Levi 18:10-11; 2Enoch 8:3-7; 4 Ezra 8:52). Pemahaman semacam ini memperlihatkan secara jelas bahwa pohon kehidupan telah menjadi suatu simbol yang sangat penting di antara orang-orang Yahudi termasuk bagi penulis wahyu. Taman firdaus itu melambangkan harapan mereka untuk masa yang akan datang, yakni kehidupan kekal. Mereka yang setia akan diberi makan dari pohon kehidupan yang ada di taman firdaus sehingga mereka akan hidup selama-lamanya.

1 Krodel, Revelation, 100-102; Wenig, The Callenge of the Apocalypse, 37-38
2 Trafton, Reading Revelation, 33.
3 Harrington, Revelation: The Book of the Risen Christ, 39.
4 Caird, Revelation, 31.

Tidak ada komentar: