Rabu, November 30, 2011

ORANG KAYA YANG MENGAMBIL DOMBA ORANG MISKIN
(Bagian 1)
Jarot Hadianto

“Dan anak domba betina itu harus dibayar gantinya empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu dan oleh karena ia tidak kenal belas kasihan.”
(2Sam. 12:6)

Nabi Natan marah besar. Daud, raja pilihan TUHAN yang dibanjiri banyak karunia dan tengah menikmati masa kejayaannya, telah melakukan dosa besar yang sekaligus memalukan. Bukan hanya berzina, Raja Daud juga menjadi aktor intelektual sebuah tindak pembunuhan! Pangkal masalahnya tidak salah lagi terletak pada nafsu serakah yang tak mampu dikendalikan oleh sang raja. Padahal jika dipikir-pikir, apa lagi yang kurang baginya, apa lagi yang tidak dimilikinya? Boleh dibilang hal-hal terbaik yang ada di dunia ini – berupa popularitas, pangkat, kekuasaan, juga kekayaan – sudah erat tergenggam di tangan Daud. Bagaimana dengan istri? Istri pada masa itu dipandang sebagai hak milik suami. Semakin banyak seorang laki-laki memiliki istri (dan perempuan simpanan), semakin tinggi derajatnya di mata masyarakat. Kalau soal itu, Daud boleh bangga karena istrinya cukup banyak (lih. 2Sam. 3:2-5 dan 12:8), lebih dari enam! Jika itu masih kurang, tidak masalah. Kalau mau – dan kalau kuat – seribu perempuan sekalipun boleh diperistri olehnya. Jadi mengapa ia mesti mengambil istri orang? Dan tentang pembunuhan, astaga, betapa jahatnya Daud ini. Ia merancang kematian Uria, suami Batsyeba, hanya agar aibnya dengan istri orang itu tidak diketahui orang banyak. Yang menyakitkan, Uria adalah abdi Daud yang senantiasa menunjukkan kesetiaan dan dedikasi yang tinggi.

Uria akhirnya tewas, Batsyeba yang mengandung lalu diambil Daud menjadi istrinya. Bagi Daud perkara selesai. Ia lega karena orang lain tidak tahu terjadinya skandal besar (sebenarnya diperkirakan skandal itu diketahui banyak orang, tapi karena yang melakukan raja, mereka diam saja). Namun, kejahatan tak bisa bersembunyi di hadapan Yang Mahatahu. Kejahatan Daud terendus oleh Natan, dan sang nabi tak hendak membiarkan kejahatan itu berlalu begitu saja tanpa hukuman. Natan adalah nabi yang dianugerahi kecerdikan luar biasa, tak ubahnya seorang politikus yang licin dan selalu banyak akalnya. Ia nekat mempertaruhkan nyawanya dengan menghadap raja dan menyajikan sebuah cerita yang dimaksudkan untuk menjebak Daud, penguasa Israel yang tertinggi.

Kisah terlarang Daud dan Batsyeba
Boleh saja Daud dulu mati-matian berusaha menyembunyikan dosa dan kejahatannya, tapi sekarang ini tidak ada yang tidak tahu tindakan buruk apa yang telah dilakukannya. Sampai-sampai kalau orang diminta melengkapi ungkapan “Daud dan ...”, hampir bisa dipastikan bahwa hanya ada dua kemungkinan jawaban yang muncul, yaitu “Daud dan Goliat” atau “Daud dan Batsyeba”. Yang satu melambangkan kejayaan Daud dan imannya yang berkobar-kobar kepada TUHAN, yang lain menggambarkan kejatuhan sang raja dalam kubangan dosa. Bagaimana Daud dan Batsyeba dapat menjadi pasangan sedangkan Batsyeba sudah menjadi istri Uria, Anda tentu sudah tahu kisahnya.

Silakan membaca cerita selengkapnya di 2Sam. 11:1-27. Kisah asmara Daud dan Batsyeba berlatar belakang perang antara Israel dan bani Amon. Latar belakang yang sungguh efektif, sebab perang melawan bani Amon ini dengan gamblang menampilkan Daud sebagai sosok penguasa yang gemar memanfaatkan kekuasaan demi keuntungan dirinya sendiri. Pada masa perang, Raja Daud dengan santai berjalan-jalan di istananya yang asri; sementara prajuritnya berperang, sang raja malah berzina dengan istri sang prajurit; Uria menolak bersenang-senang dengan istrinya karena ingat akan rekan-rekannya di medan perang, Daud persis bertingkah sebaliknya; dan tragisnya, lewat perang pula Daud merancang kematian Uria.

Suatu senja Daud berjalan-jalan di atas sotoh istana untuk menghirup udara segar. Beruntung baginya, selain udara segar ia juga mendapatkan “kesegaran” yang lain. Dari situ ia melihat seorang perempuan cantik yang sedang mandi. Nafsunya seketika bangkit, dan tak dapat dicegah lagi sang raja menginginkan perempuan itu. Daud tidak tahu siapa si perempuan, sampai orang memberitahukan kepadanya bahwa dia itu “Batsyeba binti Eliam, istri Uria orang Het itu”. Yang ditekankan dalam pemberitahuan ini adalah ungkapan “istri Uria”. Batsyeba telah menjadi hak milik Uria, orang lain tidak boleh mengusiknya lagi. Kabar itu semestinya menghentikan usaha Daud. Kalau mau, silakan cari perempuan lain yang masih bebas. Tapi nyatanya tidak. Daud merasa dirinya raja yang semua keinginannya harus dituruti. Ia menyuruh orang menyelidiki identitas sang perempuan idaman; ia juga menyuruh orang mengambil dia. Dengan itu rupanya Daud hendak diperlihatkan sebagai penguasa yang lupa daratan, raja yang memanfaatkan kekuasaannya dengan sewenang-wenang. Ya, dalam kisah Daud dan Batsyeba kita tidak akan menemukan rasa cinta, perhatian, dan kasih sayang. Yang bertaburan di sini tidak lebih dari nafsu seksual, keserakahan, kerakusan, tindak kekerasan, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Bagaimana dengan Batsyeba sendiri? Dalam film-film tentang Daud dan Batsyeba (para produser tahu bahwa kisah yang sensasional ini pasti laku dijual), sosok Batsyeba sering kali didramatisir dan dibelokkan habis-habisan. Film David and Bathsheba (Twentieth Century Fox, 1951) misalnya. Di situ Batsyeba dikisahkan sudah mengetahui kebiasaan Daud yang suka berjalan-jalan di atas rumah ketika senja hari tiba. Maka, ia sengaja mandi sore itu dalam rangka menarik perhatian sang raja karena “tidak ada cinta dalam pernikahannya dengan Uria”. Apalagi sepanjang 7 bulan ia menjadi istri Uria, cuma 6 hari ia bertemu dengan sang suami. Selebihnya Uria pergi ke medan perang, meninggalkan Batsyeba dalam sepi. Dalam film King David (Paramount Pictures, 1985), Batsyeba semakin asyik mandi setelah tahu dirinya diintip Raja Daud, yang dimainkan oleh Richard Gere. Sesaat mereka bahkan sempat bertemu pandang, dan istri Uria itu sama sekali tak merasa terganggu. Ketika berhadapan dengan sang raja, Batsyeba mengeluhkan tingkah laku Uria yang sering melakukan tindak KdRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) dalam 5 tahun usia pernikahan mereka. Secara tersirat Batsyeba juga menganjurkan Daud untuk menyingkirkan Uria kalau ingin memilikinya.

Gambaran tentang Batsyeba dalam film-film tersebut hendaknya jangan terlalu dipercaya, sebab sama sekali tidak sejalan dengan yang digambarkan oleh 2Sam. 11. Dalam perikop ini, sosok Batsyeba bahkan sebenarnya kurang diberi perhatian. Penyusun kisah ini tidak berminat menyajikan detail apakah Batsyeba “menikmati” kisah asmaranya dengan Daud; apakah Uria menyadari bahwa Daud bersikap aneh kepadanya; juga pernahkah Uria mendengar bisik-bisik di istana tentang hubungan terlarang antara Daud dengan istrinya. Detail-detail yang sebagian berbau romantis itu diabaikan oleh penyusun yang mau memanfaatkan kisah ini sebagai bahan pengajaran. Karena itu, ia sepenuhnya berfokus pada diri Daud yang melupakan panggilannya sebagai hamba Allah dengan memilih jalan yang salah. Di tangan Raja Daud, sosok Batsyeba, Uria, dan bahkan panglima perang Yoab tak lebih merupakan bidak-bidak catur yang digerakkan ke sana kemari sesuai keinginan hatinya.

Satu kali saja Batsyeba dikisahkan berbicara. Kalimat yang dilontarkannya pendek, namun berjuta maknanya. Melalui orang lain, sebuah kabar buruk disampaikan Batsyeba kepada sang raja: “Aku mengandung.” Seketika itu juga dunia Daud langsung berubah. Diperkirakan, sang raja mula-mula menginginkan Batsyeba hanya demi kepuasan nafsunya saja; mengawini perempuan itu sama sekali tak terlintas dalam pikirannya. Tapi sekarang Batsyeba hamil. Jika Daud tidak segera bertindak, kasus itu akan tersebar luas, ia pun akan dipermalukan. Dan, hukuman apa yang tersedia bagi tindakan zina? “Bila seorang laki-laki berzina dengan istri orang lain, yakni berzina dengan istri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzina itu” (Im. 20:10).

Daud harus bertindak cepat. Ia pun merancang pertemuan antara Uria dan Batsyeba, agar anak yang ada di dalam perut Batsyeba nantinya disangka anak Uria. Tapi usaha itu gagal. Uria yang punya dedikasi tinggi menolak bercinta-cintaan dengan istrinya sementara rekan-rekannya sedang bertaruh nyawa di medan perang (2Sam. 11:11). Jika ungkapan itu dimaksudkan untuk menyindir Daud, sang raja tampaknya sudah terlalu gelap mata untuk menyadarinya. Perkataan Uria tak membuat Daud terkesan, ia malah kemudian merancang bencana bagi prajuritnya yang setia itu. Kepada Yoab, raja telah menandatangani surat kematian Uria: “Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri dari padanya, supaya ia terbunuh mati” (2Sam. 11:15). Dan, Uria pun tewas...***(bersambung)

Tidak ada komentar: