CINTA DAN PERAN PETRUS SEBAGAI GEMBALA (Yoh 21:15-19)
Alfonsus Jehadut
Tiga pertanyaan Yesus dan jawaban Petrus dalam perikop ini terkait erat dengan kata-kata penyangkalan yang keluar dari mulutnya pada awal kisah sengsara Yesus. Penyangkalan Petrus ini sesungguhnya telah dinubuatkan oleh Yesus sendiri, “Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali" (Yoh 13:38). Nubuat ini terpenuhi dalam kata-kata penyangkalan yang diucapkannya sebanyak tiga kali (18:17, 25, 27). Kata-kata penyangkalan ini teringat kembali pada saat Yesus menanyakan pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali kepadanya, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku? Jawaban Petrus atas pertanyaan ini dijadikan sebagai landasan bagi tugas penggembalaannya.
Cinta Petrus
Setelah sarapan ikan di tepi danau, Yesus bertanya kepada Petrus, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?”1 (21:15; bdk 1:42). Dalam pertanyaan ini Yesus meminta Simon untuk mencintai Yesus lebih daripada dia mencintai murid-murid lain. Petrus menanggapinya secara tidak bersyarat, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Atas dasar tanggapannya pada pertanyaan ini Yesus memerintahkan Petrus untuk menggembalakan kawanan domba-Nya: “gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Pertanyaan yang sama diulang untuk kedua dan ketiga kalinya. Dengan menghilangkan ungkapan, “lebih daripada mereka ini”, Yesus bertanya kepada Petrus, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku? (21:16-17).2 Petrus yang sedih itu menjawab, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.“ Dia mengakui Yesus sebagai Tuhan yang maha tahu. Yesus mengenal domba-domba-Nya (Yoh. 10:14-15) dan karena itu pasti Dia mengetahui kadar dan kualitas cinta Petrus.
Mengapa pertanyaan, jawaban, dan perintah yang sama diulang-ulang sebanyak tiga kali? Pengulangan itu mungkin terkait dengan tiga buah pernyataan di hadapan saksi sebelum mengikatkan diri dalam sebuah ikatan perjanjian. Perubahan-perubahan kecil dalam kata-kata Yesus dan Petrus mungkin berasal dari penafsir. Akan tetapi, alasan utama Yesus menuntut suatu pengakuan cinta yang harus diucapkan sebanyak tiga kali adalah penyangkalan Petrus pada awal kisah sengsara Yesus (18:17, 25, 27; Mrk 14:27-31; Mat 26:31-35; Luk 22:31-34).3 Penyangkalan diri ini telah merusak kedekatannya dengan Yesus dalam seluruh karya pelayanan-Nya (bdk. 1:40-42; 6:67-69; 13:6-10, 36-38, 18:15). Oleh karena itu, hubungan yang telah rusak itu harus dibangun kembali dengan menyatakan kembali cinta kepada Yesus. Penegasan kembali cinta yang diucapkan secara jujur itu menyebabkan Tuhan menerima kembali Petrus dan membangun suatu relasi yang baru bersamanya. Yesus mengangkat Petrus sebagai seorang yang menggembalakannya kawanan domba-Nya.
Petrus menggembalakan kawanan domba Kristus
Setelah menegaskan kembali cinta kepada Yesus, Petrus ditugas untuk menggembalakan kawanan domba-Nya (Yoh 21:15, 16, 17). Yesus mempercayakan kepada Petrus tugas penggembalaan untuk seluruh kawanan domba-Nya. Tugas pastoral ini berhubungan erat dengan tugas Yesus sebagai gembala yang baik (Yoh 10:14-18) dan karena itu Petrus dituntut untuk meniru relasi Yesus dengan kawanan domba-Nya. Seorang yang dipercayakan dengan tugas pastoral, seperti Petrus, ditantang untuk meniru hubungan Yesus dengan kawanan domba-Nya. Cinta Petrus kepada Yesus harus diperlihatkan dalam kesiapan untuk menjadikan kata dan tindakan Yesus berikut ini: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10); “Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku” (Yoh 10:14); “Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku” (Yoh 10:15; bdk 10:11, 17, 18); “Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala” (10:16) sebagai kata dan tindakan pelayanannya sendiri.
Tugas penggembalaan Petrus tidak dimaksudkan untuk menguasai kawanan domba Kristus, tetapi untuk membantu mereka mendengarkan dan bersatu dengan Yesus. Kawanan domba itu bukan sebuah industri peternakan di mana Petrus tampil sebagai manajer yang berupaya untuk mengejar target produksi. Kawanan domba itu dibentuk karena dipanggil oleh Yesus untuk bertumbuh dan berkembang di dalam semangat kasih. Petrus hanya ditugaskan untuk membimbing dan dia bertanggung jawab kepada Yesus. Tugas itu bisa terlaksana jika didasari oleh semangat cinta. Cinta harus dijadikan sebagai semangat hidup untuk membantu kawanan domba Kristus supaya cinta mereka kepada Kristus bertumbuh dan berkembang.
Petrus dipanggil pertama-tama untuk menggembalakan kawanan domba yang kecil, untuk memperhatikan mereka yang kecil. Kawanan domba yang kecil itu meliputi orang-orang yang tidak bisa memperhatikan dan membela diri mereka sendiri, yang miskin, sakit, cacat, terpinggirkan dan terkucilkan. Selain itu, Petrus dipanggil untuk menuntun orang-orang yang mau bertumbuh di dalam iman. Dia harus memberikan arah yang benar kepada mereka menuju suatu kepercayaan yang dalam kepada Yesus. Dalam konteks inilah Petrus dipanggil untuk mengikuti dan meniru gembala yang baik, untuk menuntun kawanan domba-Nya, untuk melayani orang lain, untuk menumbuhkan iman orang lain, dan untuk memberikan hidup bagi orang-orang yang dipercayakan kepadanya. Oleh karena itu, Petrus harus memperhatikan dan ada berada bersama dengan orang-orang yang dipercayakan kepadanya bukan untuk mendapat keistimewaan dan kemuliaannya sendiri melainkan untuk kemuliaan Yesus dan kebahagiaan kawanan domba-Nya.
Nubuat kemartiran Petrus
Setelah menyerahkan tugas untuk menggembalakan kawanan domba, Yesus menubuatkan kemartiran Petrus, “Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki" (Yoh 21:18). Kemartiran ini dilihat sebagai konsekuensi logis dari tugas penggembalaan. Konsekuensi logis itu memenuhi apa yang telah dikatakan-Nya sebelumnya, “Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh 10:22) dan “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15: 13). Dalam tulisan-tulisan klasik, ungkapan “mengikat tangan dan membawa ke tempat yang tidak dikehendaki” mengacu kepada orang yang disalibkan. Yesus menubuatkan bahwa Petrus akan mati bagi Kristus sebagai seorang tua yang tidak berdaya yang sedang menjalankan hukum mati.4 Petrus yang tidak berdaya itu akan dibawa ke tempat eksekusi. Melalui kematiannya sebagai seorang martir, Petrus mengatasi kata-kata penyangkalannya dan mengambil bagian dalam pengurbanan diri Kristus. Dalam kemartiran Petrus, Allah dimuliakan seperti yang terjadi pada Yesus sendiri. Allah dimuliakan melalui kematian Yesus (bdk 12:27-28; 13:31-32; 17:1), Allah juga dimuliakan dalam diri orang-orang yang menyerahkan hidup mereka bagi nama Yesus (bdk. 1Ptr 4:16).
Alfonsus Jehadut
Tiga pertanyaan Yesus dan jawaban Petrus dalam perikop ini terkait erat dengan kata-kata penyangkalan yang keluar dari mulutnya pada awal kisah sengsara Yesus. Penyangkalan Petrus ini sesungguhnya telah dinubuatkan oleh Yesus sendiri, “Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali" (Yoh 13:38). Nubuat ini terpenuhi dalam kata-kata penyangkalan yang diucapkannya sebanyak tiga kali (18:17, 25, 27). Kata-kata penyangkalan ini teringat kembali pada saat Yesus menanyakan pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali kepadanya, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku? Jawaban Petrus atas pertanyaan ini dijadikan sebagai landasan bagi tugas penggembalaannya.
Cinta Petrus
Setelah sarapan ikan di tepi danau, Yesus bertanya kepada Petrus, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?”1 (21:15; bdk 1:42). Dalam pertanyaan ini Yesus meminta Simon untuk mencintai Yesus lebih daripada dia mencintai murid-murid lain. Petrus menanggapinya secara tidak bersyarat, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Atas dasar tanggapannya pada pertanyaan ini Yesus memerintahkan Petrus untuk menggembalakan kawanan domba-Nya: “gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Pertanyaan yang sama diulang untuk kedua dan ketiga kalinya. Dengan menghilangkan ungkapan, “lebih daripada mereka ini”, Yesus bertanya kepada Petrus, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku? (21:16-17).2 Petrus yang sedih itu menjawab, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.“ Dia mengakui Yesus sebagai Tuhan yang maha tahu. Yesus mengenal domba-domba-Nya (Yoh. 10:14-15) dan karena itu pasti Dia mengetahui kadar dan kualitas cinta Petrus.
Mengapa pertanyaan, jawaban, dan perintah yang sama diulang-ulang sebanyak tiga kali? Pengulangan itu mungkin terkait dengan tiga buah pernyataan di hadapan saksi sebelum mengikatkan diri dalam sebuah ikatan perjanjian. Perubahan-perubahan kecil dalam kata-kata Yesus dan Petrus mungkin berasal dari penafsir. Akan tetapi, alasan utama Yesus menuntut suatu pengakuan cinta yang harus diucapkan sebanyak tiga kali adalah penyangkalan Petrus pada awal kisah sengsara Yesus (18:17, 25, 27; Mrk 14:27-31; Mat 26:31-35; Luk 22:31-34).3 Penyangkalan diri ini telah merusak kedekatannya dengan Yesus dalam seluruh karya pelayanan-Nya (bdk. 1:40-42; 6:67-69; 13:6-10, 36-38, 18:15). Oleh karena itu, hubungan yang telah rusak itu harus dibangun kembali dengan menyatakan kembali cinta kepada Yesus. Penegasan kembali cinta yang diucapkan secara jujur itu menyebabkan Tuhan menerima kembali Petrus dan membangun suatu relasi yang baru bersamanya. Yesus mengangkat Petrus sebagai seorang yang menggembalakannya kawanan domba-Nya.
Petrus menggembalakan kawanan domba Kristus
Setelah menegaskan kembali cinta kepada Yesus, Petrus ditugas untuk menggembalakan kawanan domba-Nya (Yoh 21:15, 16, 17). Yesus mempercayakan kepada Petrus tugas penggembalaan untuk seluruh kawanan domba-Nya. Tugas pastoral ini berhubungan erat dengan tugas Yesus sebagai gembala yang baik (Yoh 10:14-18) dan karena itu Petrus dituntut untuk meniru relasi Yesus dengan kawanan domba-Nya. Seorang yang dipercayakan dengan tugas pastoral, seperti Petrus, ditantang untuk meniru hubungan Yesus dengan kawanan domba-Nya. Cinta Petrus kepada Yesus harus diperlihatkan dalam kesiapan untuk menjadikan kata dan tindakan Yesus berikut ini: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10); “Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku” (Yoh 10:14); “Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku” (Yoh 10:15; bdk 10:11, 17, 18); “Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala” (10:16) sebagai kata dan tindakan pelayanannya sendiri.
Tugas penggembalaan Petrus tidak dimaksudkan untuk menguasai kawanan domba Kristus, tetapi untuk membantu mereka mendengarkan dan bersatu dengan Yesus. Kawanan domba itu bukan sebuah industri peternakan di mana Petrus tampil sebagai manajer yang berupaya untuk mengejar target produksi. Kawanan domba itu dibentuk karena dipanggil oleh Yesus untuk bertumbuh dan berkembang di dalam semangat kasih. Petrus hanya ditugaskan untuk membimbing dan dia bertanggung jawab kepada Yesus. Tugas itu bisa terlaksana jika didasari oleh semangat cinta. Cinta harus dijadikan sebagai semangat hidup untuk membantu kawanan domba Kristus supaya cinta mereka kepada Kristus bertumbuh dan berkembang.
Petrus dipanggil pertama-tama untuk menggembalakan kawanan domba yang kecil, untuk memperhatikan mereka yang kecil. Kawanan domba yang kecil itu meliputi orang-orang yang tidak bisa memperhatikan dan membela diri mereka sendiri, yang miskin, sakit, cacat, terpinggirkan dan terkucilkan. Selain itu, Petrus dipanggil untuk menuntun orang-orang yang mau bertumbuh di dalam iman. Dia harus memberikan arah yang benar kepada mereka menuju suatu kepercayaan yang dalam kepada Yesus. Dalam konteks inilah Petrus dipanggil untuk mengikuti dan meniru gembala yang baik, untuk menuntun kawanan domba-Nya, untuk melayani orang lain, untuk menumbuhkan iman orang lain, dan untuk memberikan hidup bagi orang-orang yang dipercayakan kepadanya. Oleh karena itu, Petrus harus memperhatikan dan ada berada bersama dengan orang-orang yang dipercayakan kepadanya bukan untuk mendapat keistimewaan dan kemuliaannya sendiri melainkan untuk kemuliaan Yesus dan kebahagiaan kawanan domba-Nya.
Nubuat kemartiran Petrus
Setelah menyerahkan tugas untuk menggembalakan kawanan domba, Yesus menubuatkan kemartiran Petrus, “Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki" (Yoh 21:18). Kemartiran ini dilihat sebagai konsekuensi logis dari tugas penggembalaan. Konsekuensi logis itu memenuhi apa yang telah dikatakan-Nya sebelumnya, “Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh 10:22) dan “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15: 13). Dalam tulisan-tulisan klasik, ungkapan “mengikat tangan dan membawa ke tempat yang tidak dikehendaki” mengacu kepada orang yang disalibkan. Yesus menubuatkan bahwa Petrus akan mati bagi Kristus sebagai seorang tua yang tidak berdaya yang sedang menjalankan hukum mati.4 Petrus yang tidak berdaya itu akan dibawa ke tempat eksekusi. Melalui kematiannya sebagai seorang martir, Petrus mengatasi kata-kata penyangkalannya dan mengambil bagian dalam pengurbanan diri Kristus. Dalam kemartiran Petrus, Allah dimuliakan seperti yang terjadi pada Yesus sendiri. Allah dimuliakan melalui kematian Yesus (bdk 12:27-28; 13:31-32; 17:1), Allah juga dimuliakan dalam diri orang-orang yang menyerahkan hidup mereka bagi nama Yesus (bdk. 1Ptr 4:16).
Kita dipanggil menjadi gembala
Meskipun tidak sempurna, kita juga dipanggil untuk menjadi gembala seperti Petrus. Kita dipanggil untuk menjadi orang yang memperhatikan dan menjaga orang yang dipercayakan kepada kita. Dalam menjalankan panggilan itu kita harus ingat dan sadar bahwa mereka adalah milik Yesus. Peran kita adalah membimbing mereka kepada Yesus, membimbing mereka pada kebenaran dan cinta kepada-Nya. Singkatnya, kita dipanggil untuk menjadi gembala yang melayani.
Menjadi seorang gembala, pemimpin umat beriman, tidak jarang mengalami berbagai peristiwa yang tidak menyenangkan. Seperti Yesus, gembala yang baik, tidak jarang disangkal oleh muridnya sendiri dan dianiaya dan dibunuh oleh para serdadu, kita yang dipanggil untuk memimpin orang lain juga harus siap sedia untuk memberikan hidup kita sendiri dan berbagi hidup dengan orang yang miskin. Kita harus menampilkan diri sebagai pemimpin yang melayani, yang tidak mencari kekuasaan, yang tidak mencari kemakmuran harta benda dan kemuliaan diri sendiri. Lebih dari itu, kita harus siap untuk memberikan hidup kita sendiri sebagai suatu bentuk pelayanan kepada Yesus, yang tetap hadir di dalam peristiwa hidup kita yang biasa dan yang memanggilkan kita untuk pelayan bagi yang lain.
Sumber-sumber Bacaan
Beasley-Murray, George R. John (WBC; Thomas Nelson: Colombia, 1999)
Kysar, Robert John (ACNT; Minneapolis: Augsburg, 1986).
Marrow, Stanley B. The Gospel of John: A Reading (New York: Paulist Press, 1995)
Moloney, Francis J. The Gospel of John. (SP; Collegeville: The Liturgical Press, 1998)
Vanier, Jean Drawn into the Mystery of Jesus through the Gospel of John (New York: Paulist Press, 2004).
1 Ungkapan “lebih daripada ini” ini bersifat ambigu karena kata (touton) bisa maskulin dan neutral. Karena itu, ungkapan itu mungkin membandingkan cinta Petrus kepada Yesus dengan cintanya kepada murid-murid yang lain atau cintanya kepada sesuatu yang lain, seperti menjala ikan. Kemungkinan yang pertama tampaknya lebih mungkin. Robert Kysar, John (ACNT; Minneapolis: Augsburg Publishing House, 1986), 317.
2 Dialog antara Yesus dan Petrus memuat dua kata Yunani yang berbeda untuk kata “kasih.” Sementara dalam dua pertayaan pertama, Yesus menggunakan kata agapao untuk kasih dan Petrus menjawabnya dengan Phileo, dalam pertayaan yang ketiga, Yesus menggunakan kata Phileo. Berbeda dengan beberapa ahli tafsir yang berspekulasi tentang perbedaan kedua kata tersebut, majoritas ahli tafsir secara benar melihat secara sederhana bahwa perbedaan itu dilihat sebagai variasi yang bersifat sinonim. Kevin Quast, Reading the Gospel of John: An Introduction (New York: Paulist Press, 1991), 144.
3 Francis J. Moloney, The Gospel of John (SP; Collegeville: Liturgical Press, 1998), 555.
4 Menurut tradisi kisah kemartiran kita, Petrus disalibkan terbalik di Roma sekitar tahun 64 dibawah kaisar Nero (1Clement 5:1-6:1)
2 Dialog antara Yesus dan Petrus memuat dua kata Yunani yang berbeda untuk kata “kasih.” Sementara dalam dua pertayaan pertama, Yesus menggunakan kata agapao untuk kasih dan Petrus menjawabnya dengan Phileo, dalam pertayaan yang ketiga, Yesus menggunakan kata Phileo. Berbeda dengan beberapa ahli tafsir yang berspekulasi tentang perbedaan kedua kata tersebut, majoritas ahli tafsir secara benar melihat secara sederhana bahwa perbedaan itu dilihat sebagai variasi yang bersifat sinonim. Kevin Quast, Reading the Gospel of John: An Introduction (New York: Paulist Press, 1991), 144.
3 Francis J. Moloney, The Gospel of John (SP; Collegeville: Liturgical Press, 1998), 555.
4 Menurut tradisi kisah kemartiran kita, Petrus disalibkan terbalik di Roma sekitar tahun 64 dibawah kaisar Nero (1Clement 5:1-6:1)
1 komentar:
amen. sekalipun tugas penggembalaan sulit, namun pada akhirnya jika kita hidup sepenuhnya bagi Kristus, mencintai Dia diatas segala-galanya maka kita akan dapat mengerjakan tugas tersebut (dengan anugerah Tuhan tentunya)..
tx for this article, i'm so blessed..
Posting Komentar