Senin, Mei 30, 2011

Mazmur 46

DAN BUMI PUN HANCUR
Jarot Hadianto

“Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan guncang,
Ia memperdengarkan suara-Nya, dan bumi pun hancur” (Mzm. 46:7)

Malam itu cuaca buruk sekali. Hujan turun dengan lebatnya, disertai guntur dan angin topan yang menderu seakan bersatu-padu menerjang bumi. Dari balik jendela, aku menyaksikan pemandangan itu dengan rasa ngeri. Sebenarnya tak banyak yang bisa kulihat di luar sana. Suasana terlalu gelap. Di kejauhan hanya tampak bayangan pepohonan yang hitam pekat. Daun dan ranting pohon-pohon itu bergoyang ke sana-kemari disapu badai. Merinding bulu kudukku melihatnya. Cepat-cepat aku menutup tirai jendela, dan mengalihkan pandangan ke layar kaca. Saluran kesayangan saat itu sedang menyiarkan warta berita, dan perhatianku tiba-tiba tersita pada sebuah berita yang sangat mengejutkan.

Saat hujan lebat, matikan televisi. Jangan sampai petir menyambarnya, hingga kita terpaksa membeli yang baru. Pada waktu itu, nasihat tersebut sama sekali terhapus dari ingatanku. Gara-gara berita yang mengagetkan tersebut, biar hujan turun laksana dituang dari langit, kotak ajaib itu kubiarkan terus menyala. Volumenya bahkan kuputar ke posisi maksimum, agar aku bisa mendengar isi berita dengan jelas, tanpa terganggu bunyi air hujan membentur atap. Berita ini terlalu penting untuk dilewatkan! Mataku kubuka lebar-lebar, demikian pula telinga dan mulutku. Kata demi kata dari sang penyiar kutelaah dengan saksama dan kuresapkan ke dalam hati. Setelah itu, aku termangu beberapa saat. “Ya Tuhan, minggu depan dunia akan kiamat!”

Gunung-gunung guncang di dalam laut

Berita tadi memang mewartakan datangnya kiamat. Tersebutlah seorang penginjil berusia lanjut dari negara paling maju sedunia. Dengan gagah berani, beliau memastikan kapan hari akhir itu akan tiba. Menurutnya, perhitungan yang dibuatnya tidak mungkin salah, sebab memadukan kesaksian Alkitab dan ilmu matematika yang dikuasainya dengan baik. Wah, mantap nian beliau ini. Aku sungguh terpesona mendengarnya.

Sang penginjil menegaskan, titik tolak datangnya kiamat adalah banjir besar yang terjadi pada zaman Nabi Nuh. “Banjir bandang itu meluluhlantakkan bumi tahun 4990 SM!” katanya dengan yakin. 7 hari sebelum air bah datang, Tuhan sudah memberitahukannya kepada Nuh, sehingga sang nabi sempat membuat bahtera raksasa dan menangkapi gajah, singa, semut, serta aneka macam binatang lainnya untuk diselamatkan. Setelah banjir berlalu, manusia memasuki masa penantian datangnya hari akhir, yang akan terjadi 7 hari setelah banjir besar itu. Tapi ingat, 7 hari artinya 7.000 tahun. Mengapa demikian? Sebab ada tertulis, 1 hari bagi Tuhan sama dengan 1.000 tahun bagi manusia. Seingatku, nas tersebut memang ada di kitab Mazmur dan Surat Petrus yang Kedua. Persisnya di mana, sayang aku lupa.

Sang penginjil kemudian menunjukkan bahwa dirinya memang pakar di bidang matematika. Ditambahkannya angka 7.000 itu pada tahun 4990 SM. Setelah diotak-atik dengan cermat, sambil memperhatikan peralihan antara tahun Sebelum Masehi (SM) dan Masehi (M), serta beberapa faktor lain, maka ini dia kabar yang dinanti-nanti banyak orang: kiamat akan datang tahun ini juga, tahun 2011, tepatnya minggu depan!

Jantungku berdebar-debar mendengar informasi yang dahsyat ini, antara gembira dan takut. Gembira, karena dengan begitu aku akan menjadi saksi mata kehadiran Tuhan di dunia. Takut, sebab sejauh aku baca, kiamat selalu digambarkan sebagai peristiwa yang mengerikan, layaknya perang dan bencana yang mengakibatkan kehancuran di mana-mana. Dalam hal ini, sang penginjil mengonfirmasi gambaran-gambaran tersebut. Sambil menggeleng-gelengkan kepala tanda prihatin, ia menubuatkan terjadinya gempa besar minggu depan. Gempa itu menjadi tanda bahwa proses kiamat sudah dimulai. “Pada saat itu,” katanya dengan lirih, “kubur-kubur akan terbuka, orang-orang beriman akan diangkat ke surga. Celakalah bagi orang yang tak beriman. Mereka akan ditinggalkan di bumi dan akan mengalami penderitaan yang hebat!”

Bangsa-bangsa ribut, kerajaan-kerajaan guncang

Sebagai pencinta hari kiamat, kabar ini sudah kunanti-nantikan sejak lama. Saatnya telah tiba. Tuhan akan segera datang, hari kiamat sudah di depan mata! Sebenarnya aku tidak terlalu heran mendengar hal itu, sebab tanda-tanda kedatangan hari Tuhan sudah lama aku rasakan. Lihatlah, bangsa yang satu bermusuhan dengan bangsa yang lain, di mana-mana terjadi perang yang tak berkesudahan. Lihatlah, ratusan ribu nyawa melayang gara-gara bumi berguncang, gunung meletus, dan air laut yang naik menutupi daratan. Jangan lupa pula, baru-baru ini kita diserang gerombolan ulat bulu! Tidakkah itu mengingatkan kita pada wabah katak dan belalang pada zaman Nabi Musa dulu? Bertobatlah, wahai manusia! Bertobatlah!

Bumi semakin tua. Manusia yang tinggal di atasnya semakin rakus dan semakin berdosa. Kejahatan merajalela di dunia ini, kebenaran dan keadilan tak ada artinya lagi. Yang kuat menindas yang lemah, yang kaya menertawakan yang miskin. Frustrasi aku memikirkan itu semua, termasuk memikirkan hidupku sendiri. Bagiku, hidup terasa begitu melelahkan! Kenapa aku tak kunjung kaya raya? Kenapa hidupku tak kunjung sejahtera? Padahal aku sudah kerja keras, banting tulang siang dan malam! Tidak salah lagi, kiamat adalah solusi atas semua masalah yang terjadi di dunia ini, termasuk masalah ekonomi yang membelit diriku.

Hanya, aku tidak menyangka kiamat akan datang secepat ini. Menurut literatur yang rajin kubaca, sejumlah peristiwa mestinya terjadi terlebih dahulu. Peristiwa-peristiwa itu menjadi semacam tanda bahwa kiamat sudah dekat. Hal ini jelas dinyatakan oleh kitab Daniel, kitab favoritku. Menurut Daniel, akhir zaman akan diawali dengan perang besar antara Kerajaan Selatan dan Kerajaan Utara. Perseteruan dua kerajaan ini akan menimbulkan “kesesakan besar”, yang berpuncak pada kedatangan Malaikat Mikhael ke bumi. Itulah tanda bahwa akhir zaman telah tiba. Kitab Wahyu lebih hebat lagi. Menurut kitab ini, kiamat akan diawali dengan munculnya naga berkepala tujuh dari dalam samudra.

Nah, perang besar belum terjadi, kemunculan naga berkepala tujuh juga belum diberitakan di koran-koran. Jadi, kiamat harusnya masih lama dong. Karena itu, selama ini aku bersikap tenang-tenang saja.

Pergilah, pandanglah pekerjaan Tuhan

Celaka, aku ternyata salah memahami Alkitab. Harap maklum, pemahamanku akan Kitab Suci memang masing dangkal. Aku rajin membacanya, tapi sering tidak mengerti artinya. Syukurlah, perihal kedatangan akhir zaman, bapak penginjil itu hadir memberiku pencerahan. Memang sekilas wajahnya tidak meyakinkan. Tapi bukankah ada pepatah don’t judge a book by it’s cover? Kudapati bahwa semua koran mengulas tentang dia, saluran-saluran televisi heboh membicarakan ramalannya, dan pengikutnya juga ternyata lumayan banyak. Penuh semangat mereka berkeliling mewartakan datangnya kiamat, dengan harapan masyarakat segera bertobat dan memperbaiki kelakuannya yang bejat. Hmmm … setelah kurenung-renungkan, agaknya ramalan ini serius dan bisa dipercaya.

Yang aku kecewa, aku baru mendengarnya seminggu sebelum hari H. Wah, waktunya mepet sekali! Aku belum siap, belum memperbaiki diri. Penginjil itu mengatakan bahwa dari seluruh penduduk bumi, yang akan diangkat ke surga hanya 200 juta orang. Gawat. Apakah aku termasuk di antara orang-orang yang berbahagia itu? Segera aku menutup mata, memasuki relung-relung hatiku yang terdalam, untuk melihat kembali tingkah lakuku selama ini. Yang aku temukan langsung membuatku gelisah. Bukan hanya banyak utang, aku ini ternyata juga banyak dosa! “Ya Tuhan, terimalah aku di dalam surga. Jangan sampai aku nyasar ke neraka!” demikian aku menjerit dalam hati.

Waktu yang singkat segera saja aku manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Pertama-tama aku putuskan, seminggu ini aku harus ikut misa tiap hari. Sebelumnya, karena malas, aku hanya misa sebulan sekali, persis seperti orang gajian. Tapi sekarang Tuhan sudah dekat, aku harus berubah! Aku bahkan mencari-cari pastor untuk mengaku dosa, yang seingatku terakhir kulakukan satu dekade yang lalu. Pastor itu sampai terheran-heran melihat “anak yang hilang” ini telah kembali. Tapi ia agak kesal karena harus mendengarkan daftar dosaku yang panjang lebar. Maklum, dosa-dosa ini sudah kutabung sepuluh tahun lamanya! Agar peluang masuk surga makin besar, tidak lupa aku bersedekah kepada orang miskin. Celengan ayam di pojok kamar telah aku pecahkan. Isinya berupa koin-koin, semuanya habis aku bagikan kepada para pengemis di terminal. Pokoknya, aku berjuang habis-habisan agar terhindar dari panasnya api neraka!

Tuhan semesta alam menyertai kita

Sabtu malam, H-1. Besok, hari Minggu jam 6 pagi, kiamat akan datang. Selamat datang Tuhan, selamat datang kembali ke bumi. Kulihat orang-orang yang ada di sekitarku, dan aku pun menjadi sedih. Mereka malah mengisi malam Minggu ini dengan berhura-hura di mall dan tempat-tempat hiburan. Tidakkah mereka sadar, malam ini adalah malam terakhir dalam sejarah manusia? Besok bumi akan hancur! Tidakkah akan lebih baik kalau mereka mengisi saat-saat yang krusial ini dengan doa dan keheningan, seperti yang aku lakukan? Ah, dasar orang-orang bodoh. Tunggu saja, kalian nanti akan menyesal!

Menyambut kedatangan Tuhan, aku bertekad untuk berdoa sepanjang malam sampai besok aku bertatapan muka secara langsung dengan-Nya. Tapi apa daya, aku malah ketiduran, hingga sinar mentari pagi membangunkanku keesokan harinya. Astaga, jam berapa sekarang ini? Jam 8! Wah gawat, aku ketinggalan. Kiamat sudah terjadi dua jam yang lalu!

Cepat-cepat aku keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi. Hari begitu cerah, burung-burung riuh berkicau di pepohonan, sementara rumah-rumah masih berdiri tegak dan orang-orang tampak berlalu-lalang di kejauhan sana. Aku melongo, tak bisa menerima kenyataan ini. Kutepuk keningku tanda kecewa, “Ya Tuhan, bagaimana ini! Kenapa kiamatnya tidak jadi?”***

Bacaan Pendukung
Barth, Marie Claire, dan B.A. Pareira. Tafsir Alkitab: Kitab Mazmur 1-72. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Mays, James L. Psalms. Louisville: John Knox Press, 1994.


Rabu, Mei 18, 2011










YOHANES PAULUS II(Gereja Berdialog) New Book!
Krispurwana Cahyadi, Sj

Nihil Obstat: F. Purwanto, SCJ
(Yogyakarta, 5 April 2011)

Imprimatur: Pius Riana Prapdi, Pr., Vikjen KAS
(Semarang, 12 April 2011)

Harga Rp 40.000,-
Harga Member Rp. 36.000,- (disc 10%)
Kategori: Sakramen
ISBN 978-979-21-3032-4

“Paus Yohanes Paulus II dikenal sebagai sosok yang humanis yang berhati lapang. Sejalan dengan semangat Konsili Vatikan II, baginya keselamatan tidak hanya terbuka buat umat Katolik, tetapi juga buat umat-umat lain di luar itu. Maka, dialog lintas orang beriman menjadi sebuah keniscayaan.”
-Buya Syafii Maarif-

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org











Diutus Menjadi SAKSI New Book!
L. Prasetya, Pr

Nihil Obstat: E. Martasudjita, Pr.
(Yogyakarta, 3 Februari 2011)

Imprimatur: Pius Riana Prapdi, Pr., Vikjen KAS
(Semarang, 10 Februari 2011)

Cet.1, 2011, 104 x 147 mm, 80 hlm, PENERBIT KANISIUS
Harga Rp 10.000,-
Harga Member Rp. 9.000,- (disc 10%)
Kategori: Sakramen
ISBN 978-979-21-2920-5

Ketika kita menerima Sakramen Krisma, saat itulah kita mendapatkan mandat untuk menjadi saksi Kristus di tengah dunia. Tapi kadang, kita tidak memahami atau paham namun melupakannya. Dengan menerima Sakramen Penguatan, kita dikuatkan untuk terus mewartakan Kabar Gembira. Di dalam buku ini, Anda akan memperoleh lebih banyak pemahaman akan Sakramen Krisma.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org











BAPTIS (Gerbang Sakramen Lain)New Book!
L. Prasetya, Pr

Nihil Obstat: E. Martasudjita, Pr.
(Yogyakarta, 3 Februari 2011)

Imprimatur: Pius Riana Prapdi, Pr., Vikjen KAS
(Semarang, 10 Februari 2011)

Cet.1, 2011, 104 x 147 mm, 80 hlm, PENERBIT KANISIUS
Harga Rp 12.000,-
Harga Member Rp. 10.800,- (disc 10%)
Kategori : Sakramen
ISBN 978-979-21-2919-9

Baptis adalah Gerbang bagi umat Katolik untuk boleh menerima sakramen lain. Sayangnya, tidak sedikit umat Katolik kurang memahami hakikat dan makna Sakramen Baptis. Dalam buku ini, secara sederhana, praktis, dan gamblang, Anda akan dituntun pada pemahaman akan Sakramen Baptis.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org


Kamis, Mei 12, 2011

PENGLIHATAN TUJUH SANGKAKALA (why. 8:2-11:19)
Alfons Jehadut

Serangkaian penglihatan tujuh sangkakala itu jelas dalam susunannya (8:2-11:19). Setelah sebuah perikop yang bersifat transisi tentang para malaikat dan dupa emas (8:2-6), kemudian ditampilkan empat penglihatan sangkakala yang pertama secara singkat (8:7-12) seperti penglihatan empat meterai yang pertama (6:1-8). Penglihatan sangkakala yang kelima (9:1-12) dan keenam (9:13-21) ditampilkan sedikit lebih terperinci sehingga lebih panjang dibandingkan dengan empat yang pertama. Seperti sebelum meterai yang ketujuh dibuka (8:1), ada dua kisah penglihatan yang berfungsi sebagai sisipan (7:1-17), demikian juga sebelum penglihatan bunyi sangkakala yang terakhir (11:15-19), ada dua kisah sisipan yang cukup panjang (10:1-11 dan 11:1-14).

Tujuh Malaikat dan pedupaan emas (8:2-6)

Dengan dibukanya meterai yang ketujuh, pembaca berharap isi gulungan kitab yang terakhir dibuka. Harapan itu tampaknya tidak terpenuhi sebab Yohanes melihat ketujuh malaikat yang diberi tujuh sangkakala (ay.2). Setelah gambaran singkat tentang seorang malaikat lain yang mengambil dupa dari altar surgawi dan melemparkannya ke bumi (ay. 3-5), tujuh malaikat bersiap-siap untuk meniup sangkakala mereka (ay, 6). Gambaran seorang malaikat lain dengan sebuah pedupaan emas (ay. 2-6) ini berfungsi sebagai jembatan antara tujuh kisah tujuh meterai dengan kisah tujuh sangkakala.

Tujuh Malaikat dengan tujuh sangkakala (ay. 2)

Yohanes melihat “tujuh malaikat yang berdiri di hadapan Allah”. Menurut tradisi Yahudi, tujuh malaikat ini dianggap sebagai para pemimpin ikatan malaikat surgawi dan pengantara pesan Allah yang terkemuka. Beberapa dari malaikat ini disebutkan dengan namanya dalam kitab suci seperti Gabriel (Dan. 8:16; 9:21; Luk. 1:19), Rafael (Tob. 12:15), dan Mikhael (Dan. 10:13, 21; 12:1; Yud. 9; Why. 12:7). Tradisi di luar kitab suci menyebutkan beberapa nama lain seperti Uriel, Yermiel, Sariel, dan Raguel, (Henokh 20:1-7). Ketujuh malaikat itu berdiri di hadapan Allah untuk melayani di takhta surgawi.

Ketujuh malaikat yang berdiri di hadapan Allah itu diberikan masing-masing tujuh sangkakala oleh Allah sendiri. Dalam Perjanjian Lama, bunyi sangkakala itu dilihat sebagai tanda yang mendahului penampakan (Kel. 19:16, 19), atau tanda hari Tuhan (Yl. 2:1; Zef. 1:16). Tradisi apokaliptik kristiani juga melihat bunyi sangkakala sebagai tanda yang mendahului akhir zaman, kedatangan kembali Kristus, dan kebangkitan orang mati (Mat. 24:31; 1Tes. 4:16-17; 1Kor. 15:52). Hal ini dikatakan dalam kata-kata profetis Paulus dalam 1Kor. 15:51-52, “Kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah.” Di sini Yohanes kemungkinan meminjam gagasan tentang tiupan tujuh sangkakala sebelum hari penghakiman.

Malaikat lain dan pedupaan (ay. 3-5)

Sebelum tujuh malaikat itu meniup sangkakala mereka, Yohanes melihat seorang malaikat lain datang dan berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas yang diberikan banyak dupa. Gambaran ini mengingatkan kita pada gambaran mezbah pedupaan yang di atasnya para imam membakar dupa (Kel. 30:1-8; bdk Im. 6:12). Namun, di sini altar atau mezbah itu ada di surga.

Dupa yang ada di tangan malaikat itu diberikan banyak dupa. Asap dupa dari tangan malaikat itu naik bersama-sama dengan doa orang-orang kudus itu ke hadapan Allah. Di sini kita melihat gagasan tentang pelayanan mediasi dari para malaikat (Tob. 12:12). Mereka membawa doa-doa orang kudus di bumi di hadapan Allah. Kita tidak diberitahukan apapun tentang isi doa-doa tersebut. Isi doa itu mungkin terkait dengan permohonan para martir yang meminta Allah menghukum orang-orang yang menganiaya mereka (6:10).

Doa-doa orang kudus yang naik bersama dengan asap dupa yang dibawa oleh seorang malaikat. Doa-doa mereka didengarkan oleh Allah. Doa para martir mohon pembalasan dari Allah bagi orang-orang yang menganiaya mereka didengarkan oleh Allah. Malaikat mengambil dupa dan mengisinya dengan api dari mezbah, dan melemparkannya ke bumi. Dampaknya bunyi guruh disertai halilintar dan gempa bumi meledak sehingga kesunyian surgawi terpecahkan. Melemparkan api adalah sebuah simbol kemurkaan ilahi (Mat. 3:10-11; 2Tes. 1:7-8). Tindakan malaikat ini berfungsi sebagai pengantar berbagai hukuman ilahi yang akan dilemparkan ke bumi untuk membuat para pendosa melihat dan menyadari kesalahan mereka. Tindakan ini ditampilkan sebagai persiapan bagi kisah tentang tujuh malaikat meniup sangkakala dan mendatangkan berbagai hukuman atas bumi.

Empat sangkakala yang pertama (8:7-13)

Empat sangkakala yang pertama sejajar dalam strukturnya. Tiupan sangkakala itu secara berturut-turut menandai suatu peristiwa surgawi yang membawa dampak yang mengerikan bagi alam semesta dan manusia. Dampak dari tiupan sangkakala ini mengingatkan kita pada tulah-tulah yang digambarkan dalam kitab Keluaran (Kel. 7:14-12:30).

Tiupan sangkakala pertama membawa dampak bagi daratan karena terjadi hujan es, dan api, bercampur darah (ay. 7). Semuanya itu dilemparkan ke bumi. Kombinasi antara hujan es dan api dalam sebuah tindakan penghukuman itu berasal dari gambaran Perjanjian Lama (Kel. 9:23-25; Yeh. 38:22; Keb. 16:22; Sir. 36:29). Darah dan api digabungkan dalam kitab Yl. 2:30 sebagai tanda-tanda akhir zaman (bdk. Kis. 2:19). Akibat dari api yang dilemparkan ke bumi adalah sepertiga dari pohon-pohon di seluruh bumi terbakar dan seluruh rumput hijau terbakar sehingga mengancam sumber-sumber alam yang menyokong hidup manusia.

Pembatasan dampak bencana ini mengingatkan kita pada apa yang termuat dalam meterai yang keempat. Maut dan kerajaan maut diberikan kuasa atas seperempat dari bumi untuk membunuh dengan pedang, dan dengan kelaparan dan sampar, dan dengan binatang-binatang buas yang di bumi (6:8). Apakah peningkatan dari seperempat menjadi sepertiga mengisyaratkan suatu penghukuman yang semakin meningkat? Tiupan sangkakala yang kedua membawa dampak bagi lautan (ay. 8-9). Sesuatu seperti gunung besar yang dinyalakan dengan api dilemparkan ke dalam laut. Dampaknya berlipat-lipat ganda. Pertama, sepertiga dari laut itu menjadi darah (ay. 8; bdk. 16:3; Kel. 7:20-21). Kedua, sepertiga dari segala makhluk yang bernyawa di dalam laut mati (ay. 9; bdk 16:3). Ketiga, sepertiga dari semua kapal hancur, yang menyebabkan suatu gangguan dalam perdagangan laut (bdk. 18:19).

Tiupan sangkakala yang ketiga membawa dampak bagi sungai dan mata air (ay. 10-11; bdk. 16:4). Sebuah bintang besar yang menyala-nyala seperti obor jatuh dari langit dan menimpa sepertiga dari sungai-sungai dan mata-mata air sehingga sepertiga dari semua air pun menjadi pahit (Kel. 15:23). Akibatnya, banyak orang mati karena air minum air tersebut. Inilah pertama kali tiupan sangkakala menyebabkan manusia mati. Menarik bahwa Yohanes menggambarkan banyak orang yang mati bukan hanya sepertiga.

Tiupan sangkakala keempat membawa dampak bagi benda-benda angkasa, yakni matahari, bulan, dan bintang (ay. 12, 16:8). Sepertiga dari matahari dan sepertiga dari bulan dan sepertiga dari bintang-bintang dibenturkan. Dampaknya sepertiga dari terangnya menjadi gelap (bdk. Yes. 13:10; Yeh. 32:7-8; Yl. 2:10, 31; 3:15; Am. 8:9). Sepertiga dari siang hari tidak terang dan demikian juga malam hari (bdk. Kel. 10:21). Kegelapan ini mengingatkan kita pada kegelapan di Mesir dalam tulah yang kesembilan (Kel. 10:21-23). Kegelapan terkait erat dengan penghukuman dan bencana (Am. 8:9; Mrk. 13:24; Mat. 27:45).

Penglihatan seekor burung nasar (ay. 13)

Tiupan trompet yang kelima tidak langsung disusul setelah tiupan trompet yang keempat tetapi dengan disisipi dengan kisah penglihatan seekor burung nasar terbang tinggi di langit. Sisipan ini sekurang-kurangnya memiliki empat tujuan . Pertama, memisahkan empat tiupan sangkakala yang pertama dari tiga tiupan sangkakala berikutnya. Kedua, menciptakan jeda dan rasa penasaran bagi para pembaca sehingga mereka harus menunggu sedikit lebih lama untuk mengetahui apa yang akan terjadi pada waktu tiupan tiga sangkakala terakhir. Ketiga, memberi ciri pada tiga tiupan sangkakala terakhir dengan kata “celaka”, sebuah kata yang menubuatkan malapetaka-malapetaka yang akan segera terjadi (bdk. Bil. 21:29; 1Sam 4:8; Yes. 3:11; Yer. 48:1; Hos. 9:12; Yud. 16:7). Keempat, mengindikasikan bahwa malapetaka-malapetaka yang terjadi pada waktu tiupan tiga sangkakala terakhir diarahkan kepada orang-orang yang tinggal di bumi.

Dalam sisipan ini diceritakan bahwa Yohanes melihat dan mendengar kata-kata seekor burung nasar. Burung nasar adalah burung pemangsa dan karena itu sering ditampilkan sebagai simbol bencana (Mat. 24:28). Dalam Perjanjian Lama, burung itu juga sering dipakai untuk melambangkan invasi tentara yang digunakan sebagai instrumen Allah untuk mendisiplinkan umat-Nya (Hab. 1:8; Ul. 28:49). Penafsiran ini kontras dengan apa yang dikatakan dalam Kel. 19:4 di mana Allah berkata kepada orang Israel, “Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku.”

Burung nasar yang ditampilkan di sini memberitahukan bahwa masih akan ada tulah yang lebih keras atas orang-orang yang tidak taat kepada Allah. Burung nasar itu membawa pesan “celaka” dan hukuman. Dengan suara nyaring burung itu berkata, "Celaka, celaka, celakalah mereka yang tinggal di bumi oleh karena bunyi sangkakala ketiga malaikat lain, yang masih akan meniup sangkakalanya.” Ungkapan “mereka yang tinggal di bumi” mengingatkan kita pada hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang tinggal di bumi tetapi orang-orang yang menuruti firman Allah dan tekun menantikan-Nya akan dilindungi (3:10). Kita juga teringat pada seruan jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan karena kesaksian yang mereka miliki bagi untuk meminta pembalasan dari Allah bagi mereka yang tinggal di bumi (6:10). Dengan demikian, mereka yang tinggal di bumi dibedakan dari orang-orang yang tidak taat dan setia kepada Allah.

Sangkakala kelima (9:1-12)

Gambaran tentang tiupan sangkakala yang kelima (9:1-12) dan keenam (9:13-19) itu lebih panjang daripada empat yang pertama. Gambaran tentang malapetaka-malapetaka yang menyertai kedua tiupan sangkakala itu lebih mengerikan dibandingkan dengan empat yang pertama. Malapetaka-malapetaka itu menimpa manusia secara langsung dan eksklusif.

Perikop tentang sangkakala kelima dapat diikuti dengan alur sebagai berikut: belalang muncul di atas bumi (ay. 1-3a); tugas belalang (ay. 3b-5); pengaruh belalang atas manusia (ay. 6), gambaran tentang belalang (ay. 7-10), identifikasi tentang raja dari belalang-(ay. 11).

Belalang muncul di atas bumi (ay. 1-3)

Ketika sangkakala yang kelima ditiup, Yohanes melihat sebuah bintang yang telah jatuh dari langit ke atas bumi. Bintang itu mungkin tidak lain daripada seorang malaikat yang ditugaskan oleh Allah untuk membuka lubang jurang maut yang dipandang oleh orang Yahudi kuno sebagai neraka, tempat roh-roh jahat berada (bdk. 2Ptr. 2:4). Sebab, ada tradisi tentang malaikat yang dilemparkan ke bumi karena memberontak terhadap Allah dalam bentuk sebuah bintang (1Henokh 6-13 – sebuah legenda yang didasarkan pada Kej. 6:1-4). Pernyataan Yesus bahwa Ia melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit (Luk. 10:18) tampaknya mengindikasikan pandangan umum bahwa bintang yang jatuh ke bumi itu disamakan dengan malaikat yang memberontak terhadap Allah dan menjadi iblis. Namun, di sini bintang itu tidak digambarkan sebagai figur setan, tetapi seorang yang melaksanakan kehendak Allah.

Bintang yang jatuh ke bumi itu diberikan kunci untuk membuka lubang jurang maut. Bintang itu kemudian membuka lubang jurang maut. Dari lubang jurang maut itu muncul asap seperti asap perapian besar. Dalam Kitab Wahyu, asap biasanya berhubungan dengan penghakiman, malapetaka, dan siksaan (ay. 17, 18; 18:9; 19:3) meski asap juga memiliki hubungan dengan hal-hal yang suci (8:4; 15:8). Di sini asap itu ditampilkan simbol kemurkaan dan kuasa yang menghancurkan dari Allah (bdk. Kej. 19:28; Kel. 19:18). Asap itu menyerupai asap yang keluar dari kawah gunung berapi yang aktif sehingga menyebabkan matahari dan angkasa menjadi gelap (bdk. Yl. 2:10). Dari asap itu kemudian muncul belalang-belalang ke atas bumi. Gambaran ini mungkin ditarik dari tulah yang kedelapan dalam kitab Keluaran (Kel. 10:12-15) dan nubuat tentang Hari Tuhan yang dilukiskan seperti serbuan belalang-belalang dalam kitab Yoel (Yl. 2:1-11).

Tugas belalang (ay. 3b-5)

Belalang-belalang itu berada di bawah kuasa Allah. Tugas itu diungkapkan dalam tiga kalimat pasif yang memperlihatkan Allah sebagai perancangnya. Pertama, “mereka diberikan kuasa sama seperti kuasa kalajengking-kalajengking di bumi” (ay. 3b). Kalajengking terkenal karena kemampuannya sengatannya yang menimbulkan rasa sakit yang menyiksa bagi manusia (bdk Ul. 8:15; Yeh. 2:6; Sir. 26:7; 39:30).

Kedua, “mereka dipesankan supaya mereka jangan merusak rumput-rumput di bumi atau tumbuh-tumbuhan ataupun pohon-pohon, melainkan hanya manusia yang tidak memakai meterai Allah di dahinya.” Berbeda dengan belalang pada umumnya, belalang ini tidak hinggap pada tumbuh-tumbuhan. Belalang itu secara eksklusif merusak manusia khususnya tidak memakai meterai Allah di dahinya (bdk. 7:1-8).

Ketiga, “mereka diperkenankan bukan untuk membunuh manusia, melainkan hanya untuk menyiksa mereka selama lima bulan” (ay. 5). Seperti empat sangkakala pertama ada pembatasan, demikian juga di sini meski berbeda jenis. Dalam empat sangkakala pertama ada pembatasan angka seperti sepertiga dan seperempat, tetapi di sini tidak ada pembatasan jumlah. Namun, pembatasan itu ditampilkan dalam bentuk larangan untuk membunuh dan jangka waktu yang diperbolehkan untuk disiksa hanya lima bulan. Lima bulan ini mungkin mengacu pada siklus hidup belalang, tetapi kita juga dapat melihatnya sebagai simbol untuk mengatakan singkatnya waktu bagi belalang untuk menyiksa manusia.

Dampak belalang bagi manusia (ay. 6)

Yohanes melukiskan apa dampak siksaan belalang terhadap manusia yang tidak memakai meterai Allah di dahinya. Dampak itu dilukiskan dalam pernyataan berikut, “orang-orang akan mencari maut, tetapi mereka tidak akan menemukannya, dan mereka akan ingin mati, tetapi maut lari dari mereka” (ay. 6). Lukisan ini menekankan dampaknya yang sangat menyiksa sehingga orang ingin mati saja tetapi tidak bisa. Orang yang tidak dimeterai nama Allah di dahinya tidak mungkin bisa meloloskan diri. Lukisan ini mengingatkan kita pada upaya sia-sia untuk meloloskan diri pada waktu Hari Tuhan yang telah disebutkan setelah pembukaan meterai yang keenam (6:15-17).

Karakteristik dari belalang (ay. 7-10)

Yohanes selanjutnya melukiskan belalang-belalang yang dilihatnya dari kepala sampai ekor. Beberapa penafsir melihat makhluk ini sebagai belalang-belalang yang sebenarnya, sementara yang lain percaya bahwa belalang-belalang tersebut mewakili sebuah pasukan bala tentara. Yang lain lagi menafsirkannya sebagai iblis.

Rupa belalang-belalang itu seperti kuda yang disiapkan untuk peperangan. Di atas kepala mereka ada sesuatu yang menyerupai mahkota emas, dan muka mereka sama seperti muka manusia. Mahkota di atas kepala mereka mungkin melambangkan kemenangan mereka atas sasaran penindasan mereka. Keserupaan mereka dengan manusia mengisyaratkan kecerdasan mereka, tetapi mereka jelas bukan manusia (bdk. 9:3-4). Rambut mereka sama seperti rambut perempuan dan gigi mereka sama seperti gigi singa. Gambaran ini mungkin mengungkapkan kebuasan mereka. Dada mereka sama seperti baju zirah. Baju zirah itu terbuat dari besi untuk menutup dada dan punggung pada zaman Yohanes yang membuat mereka kebal terhadap berbagai serangan (bdk. ay. 17). Bunyi sayap mereka bagaikan bunyi kereta-kereta yang ditarik banyak kuda, yang sedang lari ke medan peperangan (bdk. Joel 2:4-5; 2 Raj. 7:6; Yer. 47:3). Bunyi sayap ini menandakan perang terhadap orang-orang yang tinggal di bumi, orang-orang yang tidak dimeterai oleh Allah pada dahinya, orang-orang yang tidak setia dan taat kepada Allah. Ekor mereka sama seperti kalajengking dan ada sengatnya, dan di dalam ekor mereka itu terdapat kuasa mereka untuk menyakiti manusia selama lima bulan. Gambaran ekor ini melukiskan kemampuan mereka dan misi mereka untuk melukai yang luar biasa.

Raja dari belalang-belalang (ay. 11).

Raja yang memerintah belalang-belalang adalah malaikat jurang maut. Informasi ini merupakan konfirmasi lanjutan bahwa belalang-belalang itu merepresentasi iblis. Nama malaikat itu Abadon dalam bahasa Ibrani dan Apolion dalam bahasa Yunani, yang artinya perusak. Tujuan dari malaikat itu merusak manusia. Allah memberikan izin kepada mereka untuk melaksanakan tujuannya sebagai bagian dari tumpahkan kemarahan Allah bagi orang-orang yang tinggal di bumi (bdk. Ayb. 2:6).

Sangkakala yang keenam (9:13-21)

Seperti malapetaka sebelumnya, malapetaka yang menyusul tiupan sangkakala yang keenam juga berpengaruh secara langsung terhadap manusia tetapi dalam suatu bentuk yang lebih besar. Malapetaka ini tidak hanya mendatangkan siksaan, tetapi juga kematian. Dalam hal ini malapeta yang menyusul tiupan sangkakala yang keenam berhubungan dengan malapetaka yang terakhir di Mesir (Kel.12:29-34), meski tidak mengikuti model gambarannya. Di sini instrumen yang dipakai oleh Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya sama seperti dalam tiupan sangkakala yang kelima (9:1-11), yakni melepaskan malaikat ke bumi.

Pada waktu malaikat yang keenam meniup sangkakalanya, Yohanes “mendengar suatu suara keluar dari keempat tanduk mezbah emas yang di hadapan Allah” (ay. 13; bdk. 8:3). Suara itu memerintahkan malakait yang keenam, “Lepaskanlah keempat malaikat yang terikat dekat sungai besar Efrat itu” (ay. 14). Keempat malaikat ini jelas belum pernah dilihat Yohanes sebelumnya. Keempat malaikat itu mungkin malaikat jahat yang dibuang ke bumi karena malaikat-malaikat yang baik tidak pernah diikat (bdk. 20:1-3; 2 Ptr. 2:4; Yud. 6). Kitab suci tidak mencatat kapan atau mengapa Allah mengikat malaikat-malaikat jahat ini. Namun, kiranya jelas bahwa Allah mengikat mereka sebagai suatu bentuk hukuman karena mereka memberontak melawan Allah.

Lokasi tempat empat malaikat diikat diberitahukan oleh Yohanes, yakni dekat sungai besar Efrat. Dalam Perjanjian Lama, sungai besar Efrat dilihat sebagai batas bagian timur tanah yang Allah janjikan kepada Abraham (Kej. 15:18; Ul. 1:7; bdk. Kel. 23:31; Yos. 1:4; 2 Sam 8:3; 1Raj. 4:21). Di waktu kemudian sungai itu dilihat dalam hubungan dengan kekaisaran yang diperintahkan oleh Babilon (2Raj. 24:7; Yer. 46:2, 6, 10; 51:63; bdk. Hak. 1:6). Sungai itu juga menandai batas bagian timur kekasiaran Seleukus (1Mak 3:32) dan pada zaman Yohanes menandai bagian timur kekaisaran Roma. Karena itu, sungai Efrat menjadi simbol standard untuk sebuah batas dan itulah yang digunakan di sini.

Yohanes selanjutnya berkata bahwa keempat malaikat itu “telah disiapkan bagi jam dan hari, bulan dan tahun untuk membunuh sepertiga dari umat manusia” (ay. 15). Kata kerja pasif, “disiapkan” menunjukkan bahwa Allah yang mempersiapkannya. Tanpa izin Allah, keempat malaikat ini tidak bisa melakukan apa-apa. Keempat malaikat itu disiapkan oleh Allah untuk melaksanakan suatu tugas spesifik dalam sejarah (bdk. 12:6; 16:12; Mat. 25:34, 41; Mrk. 10:40; Luk. 2:31; 1 Kor. 2:9). Mereka ditugaskan untuk membunuh sepertiga dari umat manusia yang tinggal di bumi (9:15). Kuasa yang diberikan kepada keempat malaikat jahat itu terbatas. Mereka hanya diperbolehkan untuk membunuh sepertiga dari umat manusia. Tugas untuk “membunuh” ini berbeda dengan tugas yang diberikan kepada belalang-belalang.

Yohanes secara tiba-tiba bergeser dari empat malaikat kepada pasukan berkuda (ay. 16). Tampaknya pasukan berkata ini dijadikan sebagai sarana oleh keempat malaikat jahat untuk melaksanakan tugas mereka. Jumlah pasukan itu dua ratus juta. Jumlah ini mungkin tidak mudah untuk dibayangkan. Namun, kita harus memahami jumlah ini dalam arti simbolis untuk mengatakan jumlahnya sangat banyak. Jumlah pasukan yang sangat banyak ini merepresentasi kekuatan-kekuatan iblis. Yohanes mengetahui jumlah pasukan yang sungguh-sungguh besar itu bukan karena ia menghitungnya sendiri melainkan karena ia mendengarnya.

Yohanes kemudian melukiskan kuda-kuda dan penunggangnya ketika ia melihatnya dalam sebuah penglihatan (9:17). Para penunggangnya memakai baju zirah dengan warna merah api dan biru dan kuning belerang. Kepala kuda-kuda itu sama seperti kepala singa, dan dari mulutnya keluar api, dan asap dan belerang. Gambaran kuda dan penunggangnya ini sangat berbeda dari yang biasa kita ketahui. Kuda yang kita kenal tidak mengeluarkan api, asap, dan belerang dari mulutnya. Maka, kita harus melihat kuda-kudan dan penunggangnya sebagai simbol kekuatan yang diberikan untuk membunuh sepertiga manusia. Yohanes mencatat bahwa pembunuhan dilakukan dengan menggunakan api, asap, dan belerang yang keluar dari mulut kuda-kuda. Api, asap, dan belerang adalah unsur-unsur alam yang Allah gunakan untuk membawa hukuman pada masa lalu (bdk. Kej. 19:24, 28). Allah mungkin menggunakannya lagi atau mungkin unsur-unsur ini merepresentasi alat-alat kehancuran yang lain. Unsur-unsur ini mengingatkan malapetaka di Mesir (bdk. Kel. 11:1; Why. 9:20; 11:6; 13:3, 12, 14; 15:1, 6, 8; 16:9, 21; 18:4, 8; 21:9; 22:18).

Sepertiga manusia dibunuh oleh pasukan tentara berkuda. Bagaimana dengan dua pertiga sisanya? Yohanes melihat bahwa mereka tidak dibunuh oleh malapetaka-malapetaka yang keluar dari mulut kuda-kuda. Namun, mereka tidak bertobat dari perbuatan tangan mereka. Di tempat lain dalam kitab suci, ungkapan “perbuatan tangan mereka” mengacu kepada penyembahan berhala (bdk. Ul. 4:28; 27:15; 31:29; 2 Raj. 19:18; 22:17; 2 Taw. 32:19; 34:25; Mzm. 115:4; 135:15; Yes. 2:8; 17:8; 37:19; Yer. 1:16; 10:3, 9; 25:6, 7, 14; 32:30; 44:8; Hos. 14:3; Mi. 5:13; Hag. 2:14; Kis. 7:41). Mereka tidak berhenti menyembah roh-roh jahat dan berhala-berhala buatan tangan mereka sendiri. Mereka menempatkan barang-barang ciptaan sebagai pencipta padahal barang-barang itu tidak dapat melihat atau mendengar atau berjalan (bdk. Ul. 4:28; Mzm. 115:5-7; 135:15-17; Yes. 44:12-20; Dan. 5:23). Konsekuensinya adalah mereka meneruskan perbuatan-perbuatan mereka yang jahat, seperti pembunuhan, sihir, percabulan, dan pencurian (bdk. 21:8; 22:15). Penyembahan berhala melanggar perintah yang pertama dan kedua dan dampak dari pelanggaran perintah yang pertama dan kedua adalah melanggar perintah keenam, ketujuh, dan kedelapan.

Seperti penglihatan meterai, pertanyaan yang kiranya penting untuk kita ajukan adalah apakah penglihatan sangkakala ini menggambarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara berurutan dalam sejarah manusia? Sama seperti penglihatan tentang meterai yang dibuka, demikian juga penglihatan sangkakala itu tidak menggambarkan peristiwa penghukuman yang terjadi secara berurutan dalam peristiwa sejarah. Tiupan sangkakala-sangkakala itu, seperti meterai-meterai dibuka, tidak mewakili serangkain peristiwa yang terjadi secara berurutan dalam urutan waktu.

[1] Joseph L. Trafton, Reading Revelation, 89.
[2]
Joseph L. Trafton, Reading Revelation, 94.

[3] Seán P. Kealy, The Apocalypse of John, 149

[4]
Jürgen Roloff, Revelation, 114.

[5]
J. B. Smith, A Revelation of Jesus Christ (Scottdale: Herald Press, 1971), 47.

Senin, Mei 02, 2011










Pembelaan Iman Katolik 2 (Menjawab Serangan Kaum Ateis dan New Age)New Book!
Frank Chacon & Jim Burnham
Nihil Obstat: Rm. BS. Mardiatmadja, Sj
Imprimatur: Rm. Yohanes Subagyo, Pr
Cet.1, 2011, 145 x 209 mm, 98 hlm, PENERBIT FIDEI PRESS
Harga Rp 18.000,-
Harga Member Rp. 16.200,- (disc 10%)
Kategori: Gereja
ISBN: 978-602-8670-17-3

Dengan membaca buku ini, kita akan semakin mampu menjelaskan inti iman kita tanpa keraguan apa pun, serta membela dan menyebarkannya dengan penuh keyakinan. Iman kita pun akan semakin kokoh.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org












Pembelaan Iman Katolik 1 (Menjawab Kebingungan tentang AKHIR ZAMAN)New Book!
Frank Chacon & Jim Burnham
Nihil Obstat: Rm. BS. Mardiatmadja, Sj
Imprimatur: Rm. Yohanes Subagyo, Pr
Cet.1, 2011, 145 x 209 mm, 98 hlm, PENERBIT FIDEI PRESS
Harga Rp 18.000,-
Harga Member Rp. 16.200,- (disc 10%)
Kategori: Gereja
ISBN: 978-602-8670-16-6

Kecemasan dan kebingungan Anda akan segera terjawab. Sebab buku ini menyajikan pokok ajaran Gereja Katolik mengenai akhir zaman dan bagaimana menghadapi ajaran-ajaran sesat tentangnya.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org











40 Kebiasaan Katolik dan Akar Biblisnya (Signs Of Life)New Book!
Scott Hahn
Cet.1, 2011, 140 x 210 mm, 348 hlm, PENERBIT DIOMA
Harga Rp 60.000,-
Harga Member Rp. 54.000,- (disc 10%)
Kategori : Gereja
ISBN-10 : 979-26-1460-5
ISBN-13 : 978-979-26-1460-2

Melalui buku yang bagus ini SCOTT HAHN menjelaskan tradisi-tradisi yang ada dalam Gereja Katolik sekaligus pendasaran akitabiahnya. Buku ini sangat cocok untuk memberikan pelajaran kembali (rekatekese) bagi mereka yang dibaptis pada waktu masih bayi; dan siapa pun juga yang ingin lebih memperdalam pengetahuannya tentang tradisi-tradisi Katolik.

©

Pemesanan : 021 - 8318633, 8290247
Fax : 021 – 83795929
SMS Center : 021 - 93692428
Daftar menjadi Member : kbr@biblikaindonesia.org