Senin, Januari 27, 2014

KATA KITAB SUCI TENTANG BERLUTUT

KATA KITAB SUCI TENTANG BERLUTUT 

Setelah kita mencelupkan jari tangan ke dalam air suci dan membuat tanda salib, kita masuk ke dalam Gereja. Sebelum duduk, kita biasanya berlutut sejenak. Kebiasaan ini perlu diberi penjelasan sehingga tidak hanya dilihat sebagai sebuah kebiasaan belaka. Dalam konteks itulah apa kata kitab suci tentang sikap atau gerak tubuh dalam berdoa dan beribadat akan dijelaskan di bawah ini. 

Sikap atau gerak tubuh 

Patut digarisbawahi bahwa sikap atau gerak tubuh itu sangat penting dalam berkomunikasi. Kita tidak bisa berkomunikasi hanya dengan kata-kata yang keluar dari mulut kita, tetapi juga dengan sikap tubuh kita. Semua budaya memiliki sikap atau gerak tubuh ketika berjumpa dengan Allah dan sesama. Dalam Kitab Suci, kita menemukan beberapa sikap atau gerak tubuh yang berbeda sewaktu berdoa atau beribadat seperti berdiri, berlutut, dan bersujud. Berdiri dan berlutut itu pula sering disertai dengan sikap atau gerak membentang, menadah, atau mengangkat tangan (1Raj. 8:22, 54; 2Taw. 6:13; Mzm. 28:2; Rat. 2:19). 

Makna sikap atau gerak tubuh 

Berdiri dipandang sebagai sebuah sikap atau gerak tubuh yang paling umum dalam berdoa atau beribadat. Hana menyampaikan permohonannya kepada Tuhan sambil berdiri dan Tuhan menjawabnya (1Sam. 1:26). Yosafat berdiri di tengah-tengah jemaah Yehuda dan Yerusalem di rumah TUHAN dan berdoa mohon pembebasan ketika dikepung oleh pasukan gabungan tentara Moab dan Amon (2Taw. 20:5, 13). Ayub juga berdoa kepada Allah dengan berdiri (Ayb. 30:20). 

Menurut kesaksian Perjanjian Baru, orang Yahudi biasa berdoa dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan untuk memperlihatkan kesalehan mereka (Mat. 6:5). Berdiri pada waktu berdoa itu juga didukung oleh Yesus ketika berkata kepada para murid-Nya, “Jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya seseorang bersalah terhadap kamu, supaya juga Bapamu yang di surga mengampuni kamu akan kesalahan-kesalahanmu” (Mrk. 11:25). Berdiri pada waktu berdoa mengungkapkan keteguhan iman kepada Allah, kesiagaan di hadapan Allah, dan kesiapan untuk bertemu dan berdialog dengan Allah, penghormatan dan pengakuan kita kepada Allah sebagai raja alam semesta. 

Tidak hanya berdiri, bersujud itu juga biasa dilakukan sewaktu berdoa atau beribadat. Abraham bersujud di hadapan Allah ketika menampakkan diri kepadanya (Kej. 17:3). Hal yang sama dilakukan oleh Musa, Harun, dan Ezra, dan orang Israel (Bil. 20:6; Ul. 9:18; Im. 9:24; 1Raj. 18:39; 2Taw. 29:28-29; Ezra 10:1; Neh. 8:6; Ydt. 6:18). Tiga orang Majus sujud menyembah Yesus, raja orang Yahudi yang baru saja dilahirkan (Mat. 2:11). Yesus sendiri bersujud ketika berdoa di taman Getsemani (Mat. 26:39). Semua malaikat yang mengelilingi takhta Allah itu juga sujud menyembah di hadapan takhta-Nya (Why. 7:11). Sikap dan gerak tubuh sujud memiliki makna simbolis yang mendalam sebagai tanda kerendahan hati dan penghormatan kepada Allah. Selain berdiri dan bersujud, berlutut itu pula sangat umum dalam berdoa dan beribadat. Ada sejumlah tokoh dalam Kitab Suci yang berlutut ketika mereka berdoa seperti Salomo (1Raj. 8:54; 2Taw. 6:13), Daniel (Dan. 6:10), Yesus (Luk. 22:41), Stefanus (Kis. 7:360), Petrus (Kis. 9:40), dan Paulus (Kis. 20:36). Sikap atau gerak tubuh berlutut dalam banyak agama dan budaya telah lama dikaitkan dengan sikap penyesalan, penyerahan, perendahan, kerendahan hati, kepatuhan, penghormatan, dan penyembahan. 

Dalam Kitab Suci, berlutut dikaitkan pertama-tama dengan penghormatan (Est. 3:2, 5) dan tunduk pada otoritas dan kuasa yang lebih tinggi (2Raj. 1:13; Mat. 18:29; Mrk. 10:17). Orang berlutut di hadapan sesamanya (Kej. 41:43) sebagai suatu bentuk pengakuan terhadap kuasa dan otoritas lain atas dirinya. Sikap atau gerak tubuh ini sering kali disertai dengan sebuah permohonan. Seorang perwira pasukan tentara raja berlutut di hadapan Elia dan memintanya untuk berbelas kasih baginya dan para prajuritnya (2Raj. 1:13). Seorang yang sakit kusta berlutut di hadapan Yesus dan memohon penyembuhan (bdk. Mrk. 1:40; 10:17; Mat. 17:14; 27:29). Di sini berlutut tidak dipandang sebagai bentuk pemujaan atau penyembahan, tetapi sebagai sebuah bentuk permohonan yang diungkapkan secara sungguh-sungguh dalam bentuk sikap dan gerak tubuh yang memperlihatkan kepercayaan pada kuasa dan otoritas Yesus yang melampaui kuasa dan otoritas manusia. 

Berlutut dan bersujud tampaknya menjadi sebuah sikap dan gerak tubuh yang otomatis dilakukan ketika seorang berjumpa dengan Allah atau mengalami sebuah pengalaman religius yang luar biasa (Bil. 22:31; Luk. 5:8). Sikap atau gerak tubuh berlutut dan bersujud dapat dikatakan sebagai sesuatu yang lazim dilakukan ketika berdoa dan beribadat (1Raj. 8:54; 2Taw. 6:13; Mzm. 95:6; Yes. 45:23; Dan. 6:11; Rm. 14:11). Yesus sendiri berlutut ketika berdoa di taman Getsemani (Luk. 22:41) dan memohon supaya cawan penderitaan diambil dari hadapan-Nya. Sikap dan gerak tubuh ini serupa diperlihatkan oleh penginjil Matius ketika mengatakan Yesus “sujud dan berdoa” (Mat. 26:39) dan penginjil Markus ketika mengatakan Yesus merebahkan diri ke tanah dan berdoa (Mrk. 14:35). Sikap atau gerak tubuh ini memperlihatkan kepatuhan Yesus pada kehendak Allah. Yesus meletakkan kehendaknya pada kehendak Bapa-Nya. Kehendak manusiawi-Nya ditempatkannya dalam kehendak yang ilahi. 

Petrus, Paulus, dan anggota jemaat perdana lainnya berlutut ketika mereka berdoa. Stefanus berlutut dan berseru dengan suara nyaring kepada Allah sebelum mati sebagai seorang martir (Kis. 7:60). Petrus berlutut dan berdoa bagi Tabitha di depan mayatnya (Kis. 9:40). Paulus berlutut dan berdoa bersama jemaatnya ( Kis. 20:36; 21:5; Ef. 3:14). Kitab Suci bahkan mengklaim bahwa orang mati baik yang ada di surga maupun di dunia bawah berlutut sebagai suatu bentuk sikap yang menunjukkan penghormatan kepada Allah (Mzm. 22:30; Flp. 2:10) meskipun kitab Wahyu hanya menyebutkan tindakan penghormatan yang diberikan oleh orang-orang yang menyembah-Nya di surga (Why. 7:11; 11:16). 

Penutup 

Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa sikap atau gerak tubuh dalam berdoa dan beribadat memiliki dasar biblis yang sangat kuat. Dalam Kitab Suci kita menemukan keanekaragaman sikap atau gerak tubuh ketika seseorang menyapa Allah dan membawa permohonan kepada-Nya dalam doa atau ibadat. Sikap atau gerak tubuh yang bermacam-macam itu mengungkapkan secara lahiriah perasaan dan pengalaman batin seseorang atau sekelompok orang. Tidak satu pun dari sikap atau gerak tubuh yang bisa mewakili seluruh perasaan dan pengalaman batin seseorang secara kelihatan. Itulah sebabnya, kita menemukan dalam Kitab Suci keanekaragaman sikap dan gerak tubuh ketika seseorang atau sekelompok orang berdoa atau beribadat kepada Allah. 

Sumber-sumber Bacaan 

Lenchak, Timothy A. “What’s Biblical about … Kneeling and Genuflecting?” dalam The Bible Today, Vol. 45 January/February 2007. Ratzinger, Joseph Cardinal “The theology of Kneeling” dalam The Spirit of the Liturgy. San Francisco: Ignatius Press, 2000.